[Stage 17] Gawat

11.7K 1.3K 12
                                    

"Jadi, kita sepakat ambil di tanggal enam februari, Mas."

Gallend mengerutkan kening. Menatap laporan progress di tangannya sejenak, sebelum beralih memandangi Rossie-salah satu Event Planner yang dimiliki Mahameru Production. Gadis itu masih berdiri di depan layar proyektor setelah mempresentasikan keseluruhan isi laporan minggu ini. "Enggak berbentur banget dengan perayaan Imlek, Ros?" tanya Gallend.

Semua pegawai yang duduk di bean bag car, mengelilingi sebuah meja persegi panjang rendah, juga ikut memperhatikan Rossie. Kali ini, mereka melaksanakan meeting di ruang diskusi bagian luar, berdekatan dengan taman. Sejak pertama kali membangun Mahameru Production, selain ruangan rapat tertutup, Gallend memang sengaja mengusung konsep ruang terbuka yang nyaman dan penuh ornamen desain artistik untuk berdiskusi agar para karyawannya mudah menciptakan ide-ide kreatif-skill utama yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan bisnis event organizer.

"Kalau menurut aku, Laras, sama Ilham, sih, enggak, Mas." Rossie menyebutkan para event planner di perusahaan Gallendra yang menjadi partnernya dalam proyek kali ini. "Waktu meeting lalu kita memang sempat cemas tentang itu. Tapi, Pak Cahyo Tan malah prefer ke tanggal enam. Soalnya menurut beliau, libur Imlek di Indonesia 'kan juga terbatas waktunya. Jadi, keluarga etnis China biasanya lebih banyak habisin waktu kunjungan ke rumah saudara di hari pertama."

"Lagipula, dengan semua jumlah acara yang udah di-list sesuai pesanan mereka, Chinese Festival bakal makan waktu sampai tiga belas hari. Pas banget dong, habis hari Imlek pertama, langsung Chinese Festival, terus hari terakhirnya ditutup dengan Cap Go Meh [1]. Jadi, perayaan Imlek kali ini tetap terasa dalam jangka waktu lima belas hari, biar persis perayaan di China." lanjut Rossie lagi, pada akhirnya membuat Gallend berangguk paham.

"Oke," ujar Gallend, mengangguk sekali lagi, sebelum tatapannya beralih pada Fahmi yang duduk di sebelah kanannya, dia merupakan anggota karyawan Gallend yang mengurus segala macam administrasi. "Surat izin keramaiannya gimana?"

"Udah beres, Mas. Nanti kepolisian bakal siapin kurang lebih dua puluh anggota buat keamanan."

"That's good." Ujar Gallend lagi, senyum lega mengembang di wajahnya. "Kalau acara?"

Kali ini Lidya, yang mengambil alih jawaban. "Semua penampil udah teken kontrak, kok, Mas. Oh iya, baru-baru ini kita juga nambahin hiburan dangdut mandarin buat acara di hari kedua. Menurut kami, itu lebih nunjukin keakraban hubungan masyarakat lokal dengan etnis China, Mas. Pasti banyak orang yang tertarik." Lidya membalik halaman laporan sebelum melanjutkan, "Jadi keseluruhan acaranya nanti bakal ada barongsai, wayang potehi, lomba budaya Mandarin, pemilihan koko-cici Jogja, band indie, fashion show, dan dangdut mandarin. Buat stand dan bazar kita pilih makanan Indo, China, Korea, sama Jepang."

Gallend meletakkan laporan di atas meja. Senyumnya mengembang lebar di bibir. "It looks really nice, guys! Thanks banget buat semua kerja keras kalian, ya. Tapi, ingat. Ini baru empat puluh persen dari usaha kita. Jangan langsung puas, kita tetap terus mengupayakan yang terbaik sampai Chinese Festival nanti berjalan sukses! Gue yakin kita bisa. Semangat, ya!"

Dan rapat kali ini, ditutupi dengan seruan semangat dari para karyawan Gallend yang hadir.

Berbanding terbalik dengan kata-katanya sendiri, Gallend malah menghela napas ketika menatap layar gawainya. Masih belum ada tanda-tanda Kencana Arum membalas semua pesan yang telah ia kirimkan. Juga taka da tanda-tanda gadis itu menghubunginya balik.

Padahal ada sesuatu yang harus ia bicarakan.

Menggigit bibir, Gallend berujar kemudian dengan ketenangan yang berusaha keras ia tunjukkan di hadapan para bawahan. "Oke, meeting-nya kita akhiri sekarang, ya."

Precious StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang