Semoga cemas ini hanya sebuah ilusi.
Halusinasi akibat kelelahan hebat lantaran pekerjaan yang terus menumpuki pundak Arum selama seminggu ini. Tak dipungkiri, rasa letih itu mempertebal tingkat gelisah Arum hanya karena ucapan Gempita dua minggu lalu. Perlahan-lahan, entah mengapa rasanya.. keberadaan Gempita di samping Gallendra seolah sedang berusaha mengikiskan kebahagiaan dan kenyamanan Arum.
Bukan karena sikap kekasihnya berubah, meski Arum tahu bahwa dua minggu ini Gallend selalu berupaya membuat Gempita nyaman berada di kota asalnya. Lelaki itu menyempatkan diri membawa sang adik jalan-jalan menyusuri setiap destinasi rekreasi terkenal di Yogyakarta. Mulai dari mengunjungi toko-toko di kawasan Malioboro, menjelajahi hutan Mangrove dan air terjun Kelung Kedut di Kulon Prugo, hingga berwisata di Kalibiru.
Untuk yang terakhir, Arum memilih tidak ikut. Ia benar-benar tidak nyaman dengan Gempita. Hanya dalam dua kali perjalanan di minggu pertama ketika Gallend mengajaknya ikut serta, sikap Gempita terasa janggal untuknya. Gadis itu lebih banyak bicara pada Gallend, menanyakan ini dan itu. Tapi pada Arum, hanya sepatah dua patah berkomunikasi, itu pun jika Gallend menyertakan Arum masuk dalam percakapan mereka.
Ada kalanya Arum ingin berbagi kekhawatirannya akan sikap Gempita pada Gallend, tapi keinginan itu menguap setiap kali Gallend bercerita tentang betapa bahagianya keluarga Mahameru setelah kepulangan Gempita. Seringnya menghabiskan waktu bersama Gempita, sedikit banyak juga membentangkan jarak pada intensitas pertemuan Gallend dan Arum. Selain karena Arum lebih sering menolak ajakan, ia pun diberi tumpukan tugas yang seolah tak ada habisnya dalam satu minggu ini oleh Bara.
Mendesah keras, Arum menjatuhkan tubuh pada kursi kerjanya sendiri sesegara ia memasuki kubikelnya di kantor. Dengan wajah lesu, matanya menatap map merah berisi dokumen kerja sama yang barusan ia letakkan juga di atas meja. Ia dan Rumi baru saja selesai meeting ketiga di hari ini, melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan pasangan pengantin yang menyewa ballroom D'Amore Hotel untuk pergelaran akad dan resepsi pernikahan mereka dua bulan lagi.
PING!
Suara notifikasi chat menyentak Arum, memutuskan tatapan nelangsanya pada tumpukan berkas di atas meja dan kini, pandangannya teralih pada ponsel yang berada dalam genggaman tangan kanannya sendiri.
Gallend💕 :
[Kangeeen..]Arum tersenyum. Tidak perlu membaca nama pengirim pun, ia sudah tahu siapa yang mengetikkan isi pesan dengan kata-kata 'rindu' seberlebihan itu. Dengan cepat, Arum mengetikkan balasan.
Me :
[Makasih udah dikangenin.]Gallend💕 :
[Kamu enggak kangen aku?]Pesan masuk berikutnya membuat Arum terkikik. Ah, dia rindu Gallendra. Padahal baru dua hari lalu, pria itu pergi ke Jakarta. Mengurus beberapa berkas resmi untuk identitas Gempi yang baru.
Me :
[Lagi sibuk banget iniii.]
[Enggak sempat kangen.]
[Rasanya mau nangis saking capeknya.Gallend💕 :
[Udah aku bilang pindah kerja di kantorku aja.]
[Tugas kamu cuma duduk manis aja di sana jadi asistenku.]
[Kapan lagi coba bisa lihat cowok tampan waktu lagi kerja?]
Me :
[Di hotel juga banyak yang tampan🤭]Gallend berulang kali 'mengetik-hapus'. Hingga hampir semenit lamanya, lelaki itu baru membalas.
Gallend 💕 :
[Jaga mata, ya, Sayaaang. Jaga hati juga.]
[Ingat, sudah punya pacar!]
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Stage
RomanceBagi Arum, Gallendra adalah buaya buntung berwujud manusia! Dia pria hidung belang yang pernah Arum temui di sepanjang sejarah hidupnya. Dalam sehari, Arum bisa memergoki Gallend bermesraan ratusan kali dengan cewek beda di mana saja. Dan kapan saja...