[Stage 1|A] Ternodanya Mata

42.5K 3K 48
                                    

Jika boleh memutar waktu, maka Arum akan memilih buang sampah di luar gerbang hotel saja. Biarlah jauh, asal matanya tidak jadi penonton kemesuman dua orang manusia yang masih setia bergumul di balik pintu belakang Hall Room. Niat ingin meringankan beban petugas kebersihan yang kini masih kewalahan membersihkan sisa-sisa sampah para tamu dalam acara birthday party beberapa jam lalu-justru membawa malapetaka bagi gadis dua puluh tahun itu.

Dengan mata sayu menahan kantuk, Arum mengecek arloji di pergelangan tangan kirinya lalu mencebikkan bibir.

Demi Tuhaan, ini sudah pukul satu malam!

Kenapa dua pemesum itu harus ciuman malam-malam di taman belakang hotel seperti ini? Memangnya D'Amore Hotel, penginapan bintang lima di Jogja, sudah kekurangan kamar kosong sampai keduanya harus berada di alam luar begini untuk saling bercumbu?! Malam-malam lagi! Memangnya mereka sepasang burung hantu?

Kesal, gadis itu menggaruk poninya sembari menggigit bibir, menatap tanah di bawahnya sesaat untuk meratapi nasibnya yang malang, sebelum menyandarkan punggungnya lagi di batang pohon asam-tempatnya buru-buru bersembunyi kala kedua orang tadi mendadak muncul.

Jangan bernapas, Arum.

Eh, mati dong kalau enggak napas!

Arum rasanya ingin menangis.

Harus berapa lama lagi dia terjebak di sini? Sejak tadi kulitnya yang putih sudah bentol-bentol di gigit nyamuk. Dia hanya mampu mengusap-usap permukaan kulitnya, bahkan untuk menepuk serangga pemakan darah saja dia tidak berani. Takut suaranya terdengar dan kedua orang itu bisa memecatnya karena ketahuan telah mengganggu aktivitas mereka.

Beberapa menit berlalu. Arum mengerutkan kening ketika senyap menyapa. Tak ada lagi desahan panjang-pendek yang sejak setengah jam lalu tak berhenti mengalun di udara.

Apa mereka sudah pergi?

Terlalu girang, dengan cepat Arum memutar kepala dan mengintip dari celah batang pohon yang besar. Doa penuh harap yang sempat hatinya lantunkan segera berganti dengan makian untuk si pria yang kini ternyata sudah membenamkan wajahnya dalam-dalam di leher sang wanita.

Separuh kemeja wanita itu sudah terbuka hingga menampakkan bahu mulusnya. Mereka bergerak tanpa suara dengan satu tangan sang pria memegang erat pinggul wanitanya. Dan seolah tengah merasakan kenikmatan dunia, wanita itu menengadahkan wajah untuk memberi akses leluasa bagi sang kekasih.

GILAAAA!

KENAPA DUA PEMESUM ITU MELAKUKAN PORNO AKSI DI DEPAN MASAL-EH, ARUM?!

Sadar bahwa matanya justru sudah menatap pemandangan menjijikan itu selama lebih dari semenit, Arum tersentak dan segera berpaling wajah. Ia bersandar lagi dan makin merapatkan tubuhnya yang kecil di balik pohon. Dalam hati, dirapalkannya segala macam doa agar Tuhan menggerakkan hati kedua manusia itu untuk insyaf dalam sekejap. Semoga  mereka sadar bahwa tidak seharusnya berhubungan intim padahal jelas-jelas keduanya bukan suami istri yang sah.

Tentu Arum tahu hal itu, karena mereka adalah dua orang atasannya yang selama ini memandu Arum dalam menjalankan tugas sebagai pemagang di D'Amore Organizer.

Pak Gallendra, si Event Planner yang dijuluki cassanova.

Dan Paranita Laksmi, Asisten Gallendra.

Arum sama sekali tak menyangka kedua orang itu ternyata berhubungan. Bahkan sampai sejauh itu!

Bibir Arum sudah bersiap untuk menangis kembali tanpa suara, tapi napasnya tercekat ketika matanya bersirobok dengan sepasang mata kecil bulat yang bertengger di atas pohon dan membuat bulu kuduknya seketika meremang.

"AAAAA!" Tanpa bisa dicegah, Arum berteriak dan segera keluar dari persembunyian.

Kenapa bisa ada burung hantu beneran?!

Masa bodoh bila setelah ini Arum dipecat dengan tidak terhormat, karena saat terbirit-birit berlari menuju pintu Hall Room yang merupakan satu-satunya akses keluar dari taman belakang, tatapan tajam Gallendra serta dua bola mata Paranita yang melebar langsung terlempar penuh untuknya.

Tatapan kedua orang itu sarat penghakiman, seolah Arum pelaku penonton kemesuman yang baru saja keduanya ciptakan. Meski, memang benar.

Arum mengibas-ngibaskan kedua tangan di depan dada. "Ma-maaf, Pak, Bu. Sa-saya enggak lihat apa-apa tadi karena gelap di balik pohon." Arum menunjuk pohon di belakangnya.

"Sa-saya cuma numpang buang sampah." cicitnya lagi, terbata.

Saat hening melingkupi ketiganya, Arum berinisiatif mengangkat satu tangan, membentuk gerakan mempersilakan. "Silakan dilanjutkan lagi kegiatannya, Bu, Pak. Nuwun sewu [1]. Selamat malam."

Mengabaikan dehaman keras Gallendra yang sangat kentara kesal, serta kebingungan nyata di wajah cantik Paranita, Arum segera melesat pergi dari hadapan mereka dengan kecepatan yang mengagumkan.

Mengabaikan dehaman keras Gallendra yang sangat kentara kesal, serta kebingungan nyata di wajah cantik Paranita, Arum segera melesat pergi dari hadapan mereka dengan kecepatan yang mengagumkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[1] Nuwun sewu : Permisi


Precious StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang