"Ketemu.." ujar Arum pada dirinya sendiri. Segera dia meng-klik artikel pada laman browser yang sedang dibukanya dengan menggunakan laptop.
Begitu laman web terbuka, kalimat judul artikel langsung membuatnya merinding. Sebab, ini kali pertama untuk Arum mencari tahu hal-hal seperti apa yang sudah dicarinya sejak lima belas menit lalu.
Lima Perubahan Pada Tubuh Wanita Setelah Malam Pertama.
Berusaha mengenyahkan rasa takut, mata Arum memicing, mencoba memperhatikan setiap kata-kata dari artikel dengan baik agar tidak ketinggalan satu info pun.
Ia terpaksa melakukan hal ini. Sebenarnya, apa yang tadi pagi Gallend katakan setelah ia dan lelaki itu selesai mendatangi staff keamanan CCTV hotel untuk mencari tahu siapa saja orang-orang yang berkemungkinan melewati pintu kamar Gallend, cukup membuat Arum yakin bahwa memang peristiwa mencengangkan kemarin pagi adalah jebakan.
Mendapatkan kamera pengintai di kamar Gallend saat keduanya baru saja bermalam bersama, tentu membuat kecemasannya dan Gallendra berada dalam tahap puncak. Terlebih saat petugas keamanan mengatakan ada kejanggalan. Satu-satunya CCTV di koridor kamar Gallend, seperti ditutupi oleh sesuatu seperti kain, lakban, atau semacamnya sehingga tidak ada pergerakan di sekitarnya yang bisa terekam.
Dan bisa saja, memang tidak ada yang terjadi malam itu-seperti kata Gallendra yang berusaha berulang kali menenangkannya, begitu mereka keluar dari ruang keamanan. Tapi tetap saja, kekhawatiran membuat Arum ingin mencari tahu lebih lagi. Salah satu yang ia lakukan adalah dengan mencari informasi dari internet seperti ini.
Berusaha fokus, retina Arum terus bergerak membaca setiap kata dalam artikel dengan diikuti bibirnya yang menyuarakan. "Rahim aktif.. sensitivitas payuda-"
Spontan Arum menutup laptopnya sendiri. Gadis itu tertegun beberapa detik, sebelum akhirnya bergeleng-geleng. Ia meringis dan bergidik. "Kok ngeri, sih, bahasanya.."
Meski rasa takut menyambangi hati Arum, gadis itu membuka laptopnya lagi. Ia berusaha menyelesaikan misi. Dia tidak boleh ragu, pertanyaannya harus tuntas mala mini. Arum ingin tahu, perubahan tubuh seperti apa yang dirasakan pada perempuan yang sudah melakukan hubungan itu. Semata, hanya untuk membandingkan dengan perubahan tubuhnya sendiri.
Meski sampai sejauh ini, sebenarnya Arum tidak merasa ada yang perubahan aneh dari tubuhnya.
"Hormon bahagia?" Satu alis Arum naik saat membaca poin terakhir. Lalu, ia mendengkus. "Bahagia opo [1]? Yang ada aku malah kesel banget sama Mas Gallend. Rasanya pingin nimpuk terus kepala dia pake baskom." Omelnya sebal. Tapi, semenit kemudian setelah satu kesadaran melintas di benaknya, Arum tersenyum perlahan.
"Berarti... kemungkinan besar kami enggak ngapa-ngapain malam itu, dong?" Gadis itu bertepuk tangan, kegirangan. "Yah, semoga aja.."
PING!
Sebuah suara notifikasi chat membuat Arum menoleh pada ponselnya yang tergeletak di atas meja, tidak jauh dari laptopnya sendiri. Dengan hati yang lebih lega, gadis itu mengambil alat komunikasi itu dan menemukan pesan dari Guntoro yang menanyakan keadaannya. Yah, satu hari tadi Arum minta izin pada Paranita untuk tidak masuk. Akibat shock, Arum memilih berisitirahat di rumah dahulu satu hari ini. Meski di rumah pun ia dicecari pertanyaan ayah dan ibunya tentang ketidakpulangan Arum semalam. Untung Arum bisa beralasan bahwa ia ketiduran di tempat kerjanya, jadi tidak sempat mengabari mereka. Selain itu, Rumi dan Padma pun menghubunginya sejak tadi. Arum hanya beralasan hal yang sama. Sejujurnya, Arum merasa sangat berdosa sudah membohongi banyak orang. Tapi, dia juga tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.
Menghela napas, jari-jari Arum bergerak cepat mengetikan balasan pesan untuk Guntoro, namun sebuah suara yang tiba-tiba berasal dari telings kirinya membuat ia terperanjat.
"Lima perubahan pada tubuh-Lho, lho.. kok ditutup laptopnya, dhek?"
Pupil Arum melebar, ia terlampau kaget dengan kehadiran kakak lelakinya yang tiba-tiba ada di kamar. "M-Mas ngapain di kamar aku? Kenapa enggak ngetok dulu pintunya, sih?"
"Udah Mas ketok sampe bolong pintu kamarmu, dhek. Tapi, enggak dengar-dengar juga kamunya. Ya udah, Mas masuk aja. Takut kamunya malah pingsan atau kenapa-kenapa, kan."
Garfield menoleh memerhatikan laptop Arum lagi. Matanya yang sudah sipit makin membentuk segaris lurus. "Lagi baca apaan, sih, di laptop? Mas lihat, dong!"
"Ndak, ndak! Ndak boleh!" Mengerucutkan bibir kesal, Arum berusaha keras melindungi laptopnya dalam dekapan.
"Lho? Kenapa, toh?"
Arum mencebikkan bibir saat melihat satu telunjuk Garfield menunjuk-nunjuk Arum dengan kedua alis naik-turun.
"Hayoo, kamu sembunyiin sesuatu ya di laptop? Foto pacarmu, ya?"
"Ora [2], Mas! I-ini urusan perempuan. Mas ndak boleh tau." Arum mengelak.
Garfield menghela napas, mengangguk-anggukkan kepala.
"Yowes [3]. Turun, yuk. Dipanggil Bapak sama Ibu buat makan malam, tuh. Kamu juga ngapain di kamar terus, sih, dhek? Enggak kangen apa sama Mas? Jarang-jarang, lho, Mas-mu yang ganteng tenan ini pulang ke rumah."Asal Garfield tidak lebih curiga, Arum pasrah digiring lelaki itu keluar kamar setelah sebelumnya meletakkan laptop kembali di atas meja.
[1] Opo : Apa
[2] Ora : Bukan
[3] Yowes : Ya udah
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Stage
RomanceBagi Arum, Gallendra adalah buaya buntung berwujud manusia! Dia pria hidung belang yang pernah Arum temui di sepanjang sejarah hidupnya. Dalam sehari, Arum bisa memergoki Gallend bermesraan ratusan kali dengan cewek beda di mana saja. Dan kapan saja...