[Stage 5|B] Soda

17.8K 1.8K 6
                                    

Arum tidak pernah sesakit ini. Bara adalah lelaki pertama yang ia suka, yang selalu diharapnya bisa menjadi pendamping hidup di masa depan.

Sayang, perasaan yang tersimpan selama dua tahun ini pada akhirnya tidak menemukan muara yang diinginkan.

Denting lift menyentak Arum dari lamunan. Tubuhnya serasa benar-benar hilang tenaga, karena saat beberapa orang di dalam lift berdesakan keluar, Arum justru terhuyung ketika bahunya tak sengaja disenggol seorang pria.

Semua orang sudah keluar. Meninggalkan Arum yang termenung sendirian, menangisi hatinya yang patah.

"Mbak enggak keluar?"

Tersentak, Arum mengangkat wajah. Seorang wanita paruh baya baru memasuki lift dan kini menatapinya bingung.

"I-iya.." ujarnya, setelah itu ia melangkah keluar dari lift.

Meredam kepedihan yang teramat sangat, Arum berusaha menguatkan hati. Dia masih harus menyelesaikan pekerjaan malam ini. Jangan sampai rasa sedih membuatnya lalai menjalankan tugas.

Berdeham beberapa kali untuk menenangkan diri, Arum melangkah masuk ke dalam Bar D'Amore. Meski sudah dua tahun lebih bekerja di D'Amore Hotel, Arum jarang datang ke sini.

Perlahan, Arum menyusuri Bar yang didominasi oleh padanan furniture kayu dengan pilar tembok berwarna putih. Ada sectional sofa yang dikelilingi meja berbahan sama, hingga atap bar yang dibentuk dari sekumpulan dahan pohon dengan ornamen daun yang melilitnya.

Ternyata, tidak hanya taman hotel yang dipadati banyak orang karena gala dinner, bar hotel pun dipenuhi banyak manusia.

"ARUM!" sebuah suara membuat Arum menoleh cepat. Itu suara seseorang yang sejak tadi dicari-carinya.

Mata Arum menjelajahi setiap sudut dengan cepat dan begitu menemukan keberadaan Guntoro yang sedang merebahkan kepalanya di bar counter, Arum segera melesat mendekati.

"Gun!" panggil Arum, tapi temannya itu hanya mengangkat kepala-dengan tangan kanan yang memegang gelas berisi cairan merah yang tidak Arum ketahui namanya apa.

"Kok, kamu malah di sini, Gun? Ayo, kita ke bawah. Rumi ngomel-ngomel terus dari tadi cari kamu tau!" gerutunya.

"Rum! Brr~ruuum.."

Kerutan di kening Arum menjadi-jadi. Bukannya menjawab pertanyaan, Guntoro malah meracau tak jelas. Arum setengah terpekik saat Guntoro dengan lancang memeluki lengan kirinya.

"Kamu kenapa, sih?" Didorongnya bahu Guntoro. Belum juga kebingungannya terjawab, Arum terkesiap ketika Guntoro tiba-tiba bangkit dari duduk sembari berkata, "Aku kebelet, Rum! Kebeleeet!"

Terbirit-birit, lelaki itu meninggalkan Arum sendirian. Gadis itu menghela napas lelah. Sudahlah patah hatinya, sekarang dia masih harus menghadapi temannya yang mabuk.

"Mbak mau pesan apa?"

Arum menoleh. Di sebelah kirinya, berdiri seorang gadis berwajah manis yang baru saja menawarkan buku menu padanya.

Berpikir, bahwa lebih baik ia memesan satu minuman saja sembari menunggu Guntoro yang tidak tahu kapan selesai memenuhi panggilan alamnya, Arum menunjuk ke sebuah gelas berisi cairan putih milik seorang pengunjung yang duduk tidak jauh darinya.

Isi gelas yang berwarna putih itu menarik perhatian Arum, dugaannya mengatakan itu minuman yang cukup aman. Bukan seperti minuman Guntoro yang berwarna merah seperti wine.

Arum takut memesan minuman lain yang hanya ia tahu namanya dari buku menu. Ia takut berujung mengkonsumsi minuman beralkohol.

"Yang itu aja, Mbak Lavina." Ujar Arum, setelah melirik nametag di seragam gadis itu.

"Moet and Chandon?" Arum tidak paham, mengapa nada suara Lavina terdengar ragu dan tidak yakin jika Arum ingin memesan minuman tadi.

"Iya. Saya mau itu."

Sejenak, Arum merasa sebal karena Lavina memandanginya seolah bertanya sekali lagi.

"Saya mau itu, Mbak. Satu gelas penuh." Arum menegaskan kesekian kali.

"Ta-tapi.. kami hanya menyediakan sebotol, Mbak."

"Oke. Satu botol penuh."

"Ba-baik, Mbak. Mohon ditunggu sebentar, ya."

Arum mengangguk. Saat Lavina berjalan menjauh, Arum merengut masam.

Kenapa semua orang sangat menyebalkan malam ini? Gallend, Bara, Guntoro, dan waitress tadi juga.

Hey, memangnya Arum anak TK yang tidak boleh minum minuman bersoda apa? Arum, kan, sudah besar.

Saat pesanannya tiba, Guntoro belum juga datang. Dengan kekesalan yang makin menggunung, Arum menenggak separuh minumannya yang dituangkan dalam sebuah gelas kaca.

Kerutan tercetak nyata di kening Arum saat cairan yang mengeluarkan gelembung-gelembung soda mengaliri kerongkongannya.

Pahiiiit. Ini minuman apa sih? Bukan soda biasa, ya? Kok rasanya gini?

Meski pahit, entah mengapa ada sensasi di lidahnya untuk merasai lagi. Arum menenggak minumannya kembali, kali ini sampai tandas.

Dan benar saja, ada sedikit rasa lega yang ia rasakan. Firasatnya, hal ini baik untuk meringankan rasa sakit dari luka yang ditorehkan Bara.

Meski Arum tidak tahu, firasat darimana itu berasal?

Meski Arum tidak tahu, firasat darimana itu berasal?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa mampir ke ceritanya Lavina, ya gaesss.. si junior bartender yg sedang diturunkan jabatan wkwk. Ada di worknya Kak Ry-santi. Cuss langsung ke sana

 Cuss langsung ke sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Precious StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang