Seharusnya, Arum tidak perlu terlalu bersikeras menghindari sesuatu. Karena kadang, takdir justru membawa sesuatu yang sangat ia hindari, datang menujunya sendiri tanpa diminta.
Arum berjalan takut-takut sembari menunduk. Kedua tangannya meremat sisi gaun sendiri. Beberapa meter di depan, Gallendra tengah berjalan cepat-membuat Arum menahan napas.
Harapan Arum menginginkan lelaki itu berbelok saat di pertigaan koridor, tetapi kenyataan pahit harus ia telan ketika langkah besar Gallend justru semakin mendekatinya.
Saat posisi mereka hanya berjarak selangkah, Arum setengah membungkuk untuk menyapa Gallend dengan sopan. "Selamat malam, Mas Gall-" ucapan gadis itu tersendat dan akhirnya melirih di akhir kalimat, "lend.."
Gallendra melewatinya. Seperti angin. Jangankan mendengar atau pun membalas sapaan, Arum yakin lelaki itu bahkan tidak melihat ke arahnya. Tapi, kenapa?
Mereka sudah bertemu beberapa kali, bahkan dalam insiden yang bukan hal biasa. Tidak mungkin lelaki itu mendadak tidak mengenalinya, kan?
Sebentar. Apa jangan-jangan Gallendra tahu bahwa tadi Arum sempat tidak sengaja menguping? Dan, dia marah? Lho, lho..
"Kan, aku enggak sengaja. Siapa suruh berantemnya di semak-semak!" Arum mengembungkan pipi, menahan kesal. "Kok, jadi dia yang marah, sih? Harusnya aku dong! Gara-gara dia kuping aku denger drama malam-malam. Dasar wong aneh!" Arum memberi gerakan menerkam ke arah Gallendra-tentu saja setelah orangnya hilang di ujung koridor.
Arum berbalik dan baru akan melangkah saat dirinya justru terkesiap kaget karena kehadiran Arkana tepat di hadapannya.
Arum beristighfar, memegangi dada. "Arkana? Kamu bikin kaget aja, sih."
Arkana tertawa kecil. "Maaf, ya. Habis aku enggak mau ganggu kamu. Kelihatannya asyik banget ngumpatin Pak Gallend barusan."
Arum tercengang. "Ka-kamu dengar? Da-dari kapan kamu dengar?"
Arkana memiringkan kepala. "Berantem di semak-semak. Sejak itu."
Arum menghela napas. Ingatkan Arum agar lain kali cukup memarahi orang di dalam hati saja, tak perlulah bersuara kalau jadinya justru dia sendiri yang malu seperti sekarang.
"Pak Gallend kelihatannya lagi marah, Rum."
Satu alis Arum menukik menatap Arkana yang kini memusatkan pandangan ke arah di mana Gallend menghilang tadinya.
"Oh ya? Kok, kamu tahu?"
"Cuma nebak aja. Kelihatan wajahnya kesal pas kami papasan tadi."
Arum mengangguk-angguk.
"Ngomong-ngomong kamu, kok, bisa di sini?" Seingat Arum, Arkana tidak ada dalam daftar artis yang menjadi bintang tamu dalam perayaan tahun baru D'Amore kali ini.
Arkana tak menjawab. Hanya menghela napas.
"Arkan?"
Lelaki itu tersentak saat Arum menyentuh bahunya. Arum mengerutkan kening.
Apa, sih, yang sedang Arkana pikirkan?
"Kenapa, Rum?"
"Kamu, kok, bisa di sini?" Arum mengulangi pertanyaan. Arkana tersenyum tipis sebagai balasan, dan entah kenapa, Arum bisa menangkap binar sedih di manik hitam lelaki itu.
"Aku liburan bareng keluarga di sini. Mau ketemu kakakku yang udah lama enggak kami jumpai di Jogja." setelah mengatakannya, Arkana tertawa kecil lagi.
*
Meski dalam perayaan besar, para pegawai Event Organizer ikut hadir dengan penampilan memukau sesempurna mungkin, tetap saja mereka tidak boleh meninggalkan tugas utama; membuat acara belangsung sukses dan lancar.
"Tutup sama give away aja, Mi. Kita enggak bisa nunggu Keris Band terus, nanti rundown-nya malah mundur semua." Arum berjalan cepat menuju ruangan event manager yang baru saja menghubunginya dan memerintahkan untuk menemui beliau sekarang.
Rumi baru saja mengabarkan bahwa salah satu bintang tamu yang menampilkan hiburan perkusi, akan terlambat tiba di D'Amore karena macetnya jalanan akibat malam tahun baru akan segera mencapai waktu puncak.
"Enggak masalah, satu jam cukup untuk nunda. Kalau Keris Band enggak tiba juga, kita langsung masuk ke jadwal bintang tamu berikutnya aja. Perkusi bisa kita jadikan hiburan setelah pesta kembang api." Jelas Arum lagi, sembari membuka pintu masuk D'Amore Organizer.
Usai menyetujui saran Arum, Rumi memutuskan panggilan. Arum menemui Bu Paranita dan mendengarkan segala petuahnya tentang keberlangsungan acara yang diharapkan tidak mendapatkan satu masalah pun malam ini.
Keluar dari ruangan Paranita, Arum menuju ruangan Bara. Ingin menyampaikan amanah Paranita agar lelaki itu segera menemuinya.
Suara Bara yang terdengar dari luar, membuat Arum tersenyum. Dia tidak perlu mencari lelaki itu di tempat lain.
Arum menggapai knop pintu. Belum sempat ia memutar benda itu, ucapan Bara yang terdengar lagi membuatnya tertegun.
"Nggih, Bulik. Bara akan jumpai Shinta."
Tubuh Arum menegang, lututnya mendadak lemas untuk menopang tubuh. Jantungnya seolah dihantam benda keras ketika mendengar kalimat Bara selanjutnya.
"Nggih, Bara pasti bahas masalah perjodohan kami saat ketemu Shinta nanti, kok. Bulik tenang aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Stage
RomanceBagi Arum, Gallendra adalah buaya buntung berwujud manusia! Dia pria hidung belang yang pernah Arum temui di sepanjang sejarah hidupnya. Dalam sehari, Arum bisa memergoki Gallend bermesraan ratusan kali dengan cewek beda di mana saja. Dan kapan saja...