[Stage 8|A] Lupa

15.7K 1.6K 40
                                    

"Te-terus sekarang harus gimana, Mas? Saya benar-benar enggak ingat apa yang terjadi semalam." Otak Arum buntu. Begitu pun Gallend yang satu tangannya masih setia memijit pelipis.

"Cuma ada satu cara." gumam lelaki itu. "Ingatan kita berdua. Semoga nantinya kita bisa ingat kejadian semalam." Gallend merutuki dirinya sendiri. Sebanyak apa ia minum alkohol semalam sampai benar-benar lupa begini?

"CCTV?" pertanyaan Arum membuat Gallend menoleh pada gadis itu lagi. Bergeleng, Gallend tampak tak setuju. "Kamar hotel enggak punya CCTV, Rum. Itu pelanggaran privasi."

Seusai Gallend menjawab, bahu Arum langsung merosot. Gallend benar. Dia hampir lupa saking bingungnya.

"Kita enggak punya cara lain untuk ta-" Arum terkesiap ketika Gallend tiba-tiba saja berdiri dari duduknya. Menatap Arum dengan senyum tipis yang perlahan mengembang. "Kecuali itu, Rum!" sambungnya lagi sembari menjentikkan jari di udara.

"Apa Mas Gallend?" Arum bertanya antusias.

Tapi, bukannya menjawab, Arum menemukan Gallend tanpa sadar justru memandang ke arah bagian bawah tubuhnya sekilas. Saat menyadari sesuatu, gadis itu tersentak. Buru-buru ia mendekati Gallend dan menampar pipi lelaki itu lagi hingga mata Gallend membulat kaget.

"Kok, kamu malah nampar saya?"

"Habis Mas Gallend kenapa mukanya jadi mesum gitu? Saya kan takut. Awas, ya! Mas Gallend enggak boleh macam-macam sama saya!" peringat Arum.

"Saya enggak pernah macam-macam sama wanita, Rum. Cuma satu macam aja."

"Sama aja."

"Sama gimana? Emang kamu tau apa yang saya macamin?"

"Kok, Mas Gallend jadi ngalihin topik, sih? Takut, ya, ketahuan mikir kotor kayak tadi."

Arum makin kesal saat melihat Gallend memutar bola matanya.

"Kamu bisa enggak, sih, enggak suudzon mulu sama saya?"

"Enggak bisa."

Terperangah, Gallend bergeleng-geleng kemudian tidak habis pikir dengan jawaban Arum.

"Jadi maksud Mas Gallend tadi apa? Cara lain gimana?"

Gallend menggumam tidak jelas. Satu tangannya mengelus-elus leher, canggung. "I-itu.." Ia menggeleng untuk ke sekian kali. "enggak jadi, deh. Nanti saya ditimpuk lagi."

Arum berdecak kesal dan berkacak pinggang. "Mas Gallend jangan main-main, ya! Ayo cepat bilang! Cepetaaan. Kalau enggak saya timpuk beneran lagi, nih."

"Kamu kenapa jadi kayak orang malak, sih?" Gallend ikutan tersulut emosi.

"Mas Gallend kenapa jadi bentak-bentak?"

Pupil mata Gallend melebar. "Siapa yang ngebentak?"

"Mas-nya." Tunjuk Arum ke arah Gallend yang berdiri menatapinya dengan mata membulat tak percaya.

"Saya enggak bentak."

"Nah, itu!" telunjuk Arum mengacung pada leher Gallend. "Itu ngomongnya pake otot."

Gallend menghela napas panjang. Dia sungguh tidak sanggup lagi menyambung perdebatan antah berantah ini.

"Ok. Gini.."

Arum berusaha mendengarkan seksama kata-kata Gallend. Tapi dia mencebikkan bibir saat Gallend berucap, "tapi, janji jangan mukul saya."

"Iya." Jawab Arum malas-malasan.

"Kamu pernah dengar pelajaran sekolah dulu tentang proses pembuahan, kan, Rum?"

"Kok malah ngomongin buah, toh, Mas? Kan, kita lagi bahas kejadian semalam."

Precious StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang