[Stage 30] Kata Hati

10.2K 1K 11
                                    

"Maksud kamu?"

Arum terhenyak mendengar nada menusuk dari Gallendra. "A—apanya?"

Gallend menatap Arum sesaat sebelum mendesah keras. Ia sungguh tidak mengerti. Baru kemarin dirinya dan Arum sama-sama menyatakan cinta hingga Gallend memutuskan menyewa kamar lain untuk bermalam di hotel yang sama, berharap akan terbangun keesokann harinya untuk bisa memulai kehidupan yang indah bersama Arum. Tapi..

Pagi ini, gadis itu mendadak mengunjungi kamarnya dan mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal.

"Maksud kata-kata kamu barusan apa? Kenapa tiba-tiba bilang enggak mau kita jadian? Pengakuan kamu untuk aku kemarin hanya candaan?"

Pertanyaan bertubi-tubi Gallendra membuat kepala Arum semakin sakit. Dia baru tertidur subuh tadi karena sesuai pernyataan Gallendra yang membuatnya senang bukan kepalang, ada satu fakta yang baru disadarinya. Dan itu sangat mengganggu. Jadi, Arum sudah putuskan untuk beritahu semua kegundahannya kali ini.

"Aku enggak pernah main-main sama ucapanku, Mas. Kalau aku bilang suka, ya berarti aku suka. Aku enggak semudah itu mempermainkan perasaan."

"Lalu kenapa kamu bilang enggak bisa menerima perasaanku? Kamu udah dengar pengakuanku juga, kan."

"Ma—maaf, Mas. Aku ragu." Arum tertunduk. Suaranya lirih saat melanjutkan. "Aku minta maaf kalau kata-kataku ini akan menyakiti Mas Gallend, tapi aku ingin jujur. A—aku sayang sama Mas Gallend. Tapi, tetap aja... aku ragu."

Tangan Arum yang saling berpangku di atas paha, meremat sisi roknya sendiri. "Apa Mas Gallend benar-benar cinta sama aku? Ma—maksudku.. bisa jadi Mas Gallend cuma terbawa suasana karena belakangan ini kita sering bersama aja. Aku takut.. Mas Gallend salah menafsirkan perasaan kamu yang sebenarnya."

"Aku enggak sejahat itu, Rum." Sahut Gallend cepat. Reaksinya jelas seolah tidak terima.

"Maaf." Arum memejamkan mata sedetik, rasanya sakit mendengar kekecewaan tersirat dari suara lelaki yang duduk di hadapannya. "Tapi, ketakutan itu yang aku rasakan, Mas."

"Kenapa harus takut, Rum?"

Arum mengangkat wajah. Berusaha keras memberanikan diri menatap Gallendra. "Kalau Mas Gallend memang cinta sama aku, lalu kenapa bisa berhubungan dekat lagi dengan Lin Zhi?" Arum mengerjap, cairan panas mulai berkumpul di pelupuk matanya.

"Atau mungkin, Mas Gallend juga masih ada hubungan dengan mantan-mantan kamu yang lain?"

Kali ini bukan hanya suara, tatapan Gallend juga menunjukkan kekecewaan. "Jadi, seperti itukah pandangan kamu untuk aku selama ini?"

Arum tertegun. Bibirnya terbuka ingin menjawab, tapi terkatup lagi saat sadar tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tudingan Gallend tidak sepenuhnya salah. Memang seperti itulah sosok Gallend di matanya selama ini.

Hati Arum tertohok, seolah ditinju oleh samsak. Sejenak, rasa penyesalan membanjiri hati. Tapi, semua telah terjadi.

"Aku dan Lin Zhi memang pernah pacaran, tapi itu beberapa tahun lalu. Sekarang aku enggak punya rasa apa-apa untuknya selain sahabat." Penjelasan Gallendra terdengar kemudian setelah hening tercipta lama. Suaranya mengiringi rintikan hujan yang masih gerimis di luar sana.

"Lin Zhi itu masuk dalam lingkaran pertemananku. Dariel, Virgo, dan teman-temanku lainnya juga kenal dekat sama dia. Sekali pun aku bisa aja mengatur diri untuk enggak sering berada di dekat Lin Zhi, tapi aku enggak punya hak untuk melarangnya dekat dengan Dariel dan yang lain, kan, Rum? Egois kalau aku sampai melakukan itu.

Lagipula, sumpah demi Tuhan. Aku enggak terlibat perasaan sedikit pun, apalagi hubungan asmara, dengan mantan-mantanku yang lain. Aku memang punya banyak mantan, tapi dari dulu enggak pernah sekali pun aku memacari dua orang atau lebih sekaligus. Kamu masih enggak percaya juga?"

Precious StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang