[Stage 4|A] Perayaan Tahun Baru

21.2K 2.1K 5
                                    

"Free from gadget! Kita bisa nostalgia dengan ngadain booth Free from gadget. Semua orang bakal bisa lihat aneka ragam permainan tradisional, dakon atau gasing misalnya." Guntoro tersenyum lebar sembari menjetikkan jari usai menyatakan pendapat. Senyumannya tak memudar meski sudah menyandarkan punggung pada kursi restoran hotel lagi.

Arum manggut-manggut, tapi keningnya mengerut. "Emm, Aku suka, sih. Tapi, gasing itu terbatas banget jenisnya yang ada sekarang. Kalau ke toko mainan pun, paling ada dua atau tiga macam yang masih dijual. Dan, untuk ambil stok gasing yang banyak kita juga perlu waktu lebih dari seminggu, Gun. Aku yakin mainan-mainan begitu lebih banyak dijual di daerah-daerah kecil. Untuk ke sana aja, pasti makan waktu."

"Enggak masalah." Guntoro mengendikkan bahu. "Perayaan tahun barunya, kan, masih tiga minggu lagi."

"Tapi, apa cukup untuk memastikan persiapan kegiatan yang lain?"

"Pasti cukup, sih. Mahameru Production, kan, punya banyak anggota tim." Senyuman Guntoro mengembang lagi sembari melirik perempuan yang duduk di sebelah Arum. "Iya, kan, Mbak Laras?"

Larasati mengalihkan pandangan dari buku catatannya. Tersenyum, ia berkata, "Iya, Mas Guntoro. Kalau untuk masalah keterbatasan anggota, enggak perlu dikhawatirkan. Saya juga setuju ide Mas Gun tadi. Kebanyakan hotel-hotel sekarang hanya mengusung acara live music, gala diner, atau barbeque-an untuk malam tahun baru. Pak Gallend udah memberi arahan, tahun ini seharusnya kita buat sesuatu yang beda dari hotel-hotel lain. Yang lebih fresh gitu."

"Ok, tiga suara sama aku. Aku juga setuju." Jika Padma sudah memberi persetujuan, maka pendapat Arum tak berarti apa-apa. Karena suara terbanyak sudah di dapat.

Arum mengangguk menyetujui akhirnya.

"Oke, karena semuanya setuju, Aku masukin list utama, ya." ujar Laras, disambut oleh anggukan kepala semua event planner dari D'Amore Organizer yang mengelilinginya.

Laras adalah perwakilan event planner EO milik Gallendra, yang kesekian kalinya bekerja sama dengan D'Amore Hotel.

"Aku simpulin, ya." Laras mengangkat buku catatannya. "Jadi, selain paket bermalam, konsep event-nya bakal dimulai dari ethnic fashion parade, penampilan angklung, live music dan gala dinner, stand up comedy, dan pertunjukan kembang api."

"Udah banyak ternyata. Aku rasa cukup." Padma berujar, sebelum mencomot kentang goreng di piringnya sendiri dan memasukkannya ke mulut.

"Bentar, Mbak." Ucapan Arum menunda Laras menutup bukunya.

"Masih ada satu jam free untuk pertunjukan siang, kan? Gimana kalau kita tambahin hiburan drama kolosal? Emm.. Timun Mas, mungkin?"

Ketiga orang di dekat Arum terlihat antusias.

"Benar juga! Idenya bagus, Rum!" sahut Laras, diikuti anggukkan Padma.

"Emang calon pacarku kreatif banget, deh. Kamu hebat, Sayang."

Arum menyengir dengan keusilan Guntoro. Dirinya sudah biasa, tapi Padma malah melempar tissue bekas lap bibirnya ke wajah pria itu.

Tidak menanggapi pelototan Guntoro, Padma beralih menatap Laras lagi. "Ngomong-ngomong Mbak Laras. Kok, Pak Gallend udah jarang main ke sini, ya?"

"Iya, nih. Dia emangnya enggak kangen sama kembarannya di sini apa? Lihat-lihat kek sesekali sebagai sodara."

"Hah? Saudara kembarnya yang mana?"

"Ya aku, toh, Pad."

"Astaghfirullah!" Padma menepuk jidat, sementara Arum bergeleng-geleng.

"Pak Gallend belakangan ini lagi sibuk banget. Ada event di Jakarta yang mesti beliau handle langsung."

"Oalah. Padahal tadinya semangat saya udah berkobar-kobar kayak mau menghadapi musuh penjajahan, lho, Mbak Laras. Kirain meeting kali ini, Pak Gallend hadir gitu. Ndak taunya.."

Laras tertawa mendengar penuturan Padma. "Beliau memang lagi sibuk-sibuknya di Jakarta, sih."

"Tapi, beliau tetap datang waktu malam perayaan tahun baru, kan, Mbak?"

Arum menghela napas. Kenapa sih, Padma gencar sekali berharap Gallendra muncul nantinya? Arum saja sudah kehilangan muka karena salah ucap di kali terakhir berjumpa Gallendra.

"Untuk itu, saya belum konfirmasi lagi, sih." Laras tertawa, mungkin lucu melihat kecemberutan wajah Padma dan Guntoro-yang tidak tahu kenapa lelaki itu juga ikut-ikutan.

"Mbak Arum kecewa juga karena Pak Gallend kemungkinan enggak bisa datang?" Pertanyaan Laras mengejutkan Arum.

Belum sempat ia menjawab, Guntoro sudah mengambil alih duluan. "Arum, mah, lebih senang Pak Gallend-nya enggak datang."

"Lho?" Laras mengerutkan kening. "Kenapa, toh?"

"Soalnya, dulu Arum pernah ndak sengaja mukul kepalanya Pak Gallend pake tangannya yang bertenaga tongkat bisbol, Mbak Laras. Sampai Pak Gallend berdarah-darah, lho.."

"Ih! Ndak, ya, Gun! Paling cuma pusing aja beliau, mah."

"Tetap aja, kan, kepalanya jadi korban kekerasan fisik. Untung kamu ndak dilaporin ke polisi, lho."

Ucapan Padma yang tiba-tiba saja seolah bersekutu dengan Guntoro, sukses membuat bibir Arum melengkung semakin ke bawah.

Ucapan Padma yang tiba-tiba saja seolah bersekutu dengan Guntoro, sukses membuat bibir Arum melengkung semakin ke bawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Precious StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang