"Kamu puas melakukannya, Gallend?"
Gallend berjengit. Langkah kakinya yang menuruni anak tangga dengan cepat kini melambat. Suara penuh amarah itu diterimanya, kesekian kali berasal dari orang yang sama.
Gallend menghela napas mendapati tatapan tajam Seruni yang berdiri di sofa ruang tamu, tepat di depan tangga. Hardi juga berada di sana, menatap cemas Gallendra. Gempita? Entah di mana. Gallend tidak tahu dan tidak mau tahu.
Rasa kesalnya setelah mengetahui Gempita lah yang mengundang Arum ke pesta, bahkan menyuruh Arum menyiapkan kejutan omong kosong untuk Gallend, masih menyelimuti hati lelaki itu saat ini. Membuatnya marah. Dia sungguh tidak mengerti maksud Gempita, padahal selama ini ia selalu mengira adiknya itu adalah pribadi hangat. Tapi, mengapa Gempi melakukan hal yang bisa membuat Arum salah paham? Mungkinkan ia bersekongkol dengan tantenya?
Semua pertanyaan itu pasti meledakkan kepala Gallend jika dirinya tidak segera menarik dan mengembuskan napas perlahan. Dia harus tenang. Masih ada Arum yang harus segera ia temui. Emosi tidak akan membuat masalah mereka selesai.
"Aku lagi enggak mau berdebat, Tante." Gallend menyahut datar sebelum berjalan kembali untuk meraih kunci mobilnya sendiri yang ada di samping vas bunga pada nakas kecil dekat tangga.
"Kita harus selesaikan ini sekarang!" Seruan Seruni kembali menahan langkah Gallendra yang sudah mencapai ambang pintu yang terbuka. Semilir udara pagi yang menyapa kulit Gallendra sebenarnya menghantarkan kesejukan, tapi bukan rasa tentram yang Gallend rasakan sekarang.
Berbalik, dia menatap Tantenya kembali dengan raut wajah lelah.
"Kamu enggak bisa pergi ke mana pun sebelum mengambil keputusan!"
"Ma.." Hardi memegangi lengan sang istri yang langsung ditepis cepat. Kali ini seruan tertuju untuk lelaki paruh baya itu. "Diam, Pa!"
Gallend memandang letih kedua orang tua di hadapannya. Sosok yang selama ini menjadi wali dia setelah ayah dan ibu angkatnya pergi meninggalkan dunia. Selama ini Gallend sangat menghormati mereka. Sayangnya tulus pada mereka. Tapi, haruskah Seruni memaksakan kehendaknya untuk masa depan Gallend?
Seruni menatap nyalang pada keponakannya lagi. "Kamu tega mempermalukan keluarga kita di hadapan banyak orang hanya karena gadis itu?!" Gelegar kemarahan Seruni berngiang di indera pendengar Gallend. "Kamu membuat Tante, Om, dan Gempita malu! Bahkan mendiang Papa dan Mama kamu pun pasti malu! Gimana bisa kamu ngejar perempuan lain di saat kamu seharusnya bertunangan?"
Seruni mendesah kasar. Amarah membuat dadanya nyaris sesak, tapi dia harus menyelesaikan semuanya sekarang. Tidak bisa ditunda. Dia ingin Gallend tahu, bahwa perempuan yang telah menjadi penyebab gagalnya pesta pertunangan—yang diam-diam ia rencanakan dengan Gempita dan berakhir gagal—bukanlah pilihan tepat untuk keponakannya.
Jika perempuan bernama Arum itu memang baik, dia tidak akan menjadikan Gallendra berani lancang meninggalkan pesta begitu saja setelah mengembalikan cincin ke tangan Seruni, lalu pergi mengejar perempuan tersebut. Toh, pada akhirnya tidak berhasil juga Gallend temui.
Dan kini, setelah menyebabkan acara semalam rusak dan Seruni malu bukan main pada semua tamu-tamunya, Gallend mau pergi begitu saja?
"Kamu enggak kasihan dengan Gempita? Kamu membuang harga dirinya saat dia baru saja diperkenalkan sebagai keluarga kita, Gallendra!"
"Jangan salahkan aku kalau Tante sendiri yang mengambil tindakan ini dari awal." Gallend menekan setiap katanya, masih berusaha untuk tidak bersikap kasar pada tantenya sendiri. "Kalau pun ada yang menyebabkan harga diri kita tercoreng, bukankah itu Tante sendiri yang memutuskan segalanya sepihak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Stage
RomanceBagi Arum, Gallendra adalah buaya buntung berwujud manusia! Dia pria hidung belang yang pernah Arum temui di sepanjang sejarah hidupnya. Dalam sehari, Arum bisa memergoki Gallend bermesraan ratusan kali dengan cewek beda di mana saja. Dan kapan saja...