"Oh!" Kedua mata Arum membeliak. "Itu!" serunya dengan telunjuk tangan kanan terangkat mengacung ke sebuah arah di belakang Gallendra, menyedot perhatian pria yang sedang berkacak pinggang sembari menatapi Arum lamat-lamat, untuk melihat ke arah tersebut.
Kening Gallend mengerut. Laptop miliknya dalam keadaan terbuka, tergeletak di atas nakas TV yang berada di belakang posisinya berdiri.
"I-itu laptop Mas Gallend nyala?!" Pertanyaan Arum yang sengaja disuarakan setengah berteriak, menarik perhatian Gallend lagi untuk mengarahkan pandangan pada perempuan itu. Saat tatapan keduanya bertemu, sebuah senyum lima jari segera Arum ukir di bibir. Berharap sepenuh hati agar Gallend teralihkan dan lupa dengan kejadian pelemparan bantal sofa ke wajahnya tadi.
Gadis itu sedikit bernapa lega saat mendapati Gallend bergerak ke arah laptop, terlihat menekan sesuatu di keypad-nya hingga menimbulkan suara mirip desahan yang tidak sampai lima detik segera di-pause lagi oleh pria itu.
Lalu sebuah pertanyaan terlayangkan oleh Gallend untuk Arum, mengghenyakkan gadis itu. "Arum, apa kamu lihat ini semal-"
"Maaf, Mas Gallend. Saya beneran lupa tadi. Refleks, Mas. Maaf!" Potong Arum cepat. Seperti robot yang sudah disetel bergerak otomatis, kedua tangannya langsung mengatup rapat. Keningnya menunduk dalam dan disatukan dengan ujung jari tangan. Dia meminta ampun. Dalam hati, gadis itu bersedih lantaran gagal menjalankan misi membuat Gallend lupa.
Tanpa disadari Arum, tindakannya justru membuat Gallend menghela napas. Keningnya semula berkerut dalam karena terkejut menemukan sebuah video porno-yang sialannya terpampang di laptopnya sendiri.
Berjanji dalam hati bahwa setelah ini dirinya akan menghabisi Dariel, sahabatnya yang kemarin sempat berkunjung ke hotel dan mendadak meminjam laptop Gallend dengan dalih pekerjaan. Sudah pasti ini semua kerjaan kurang ajar temannya yang berotak mesum itu. Se-playboy-playboy-nya Gallend, ia tidak pernah mengoleksi video porno.
Masalahnya, apa Arum semalam sempat memeriksa perangkat teknologi milik Gallend ini?
"Maafin, dong, Mas. Orang sabar itu pantatnya leb-eh, dompetnya lebar, lho." Arum masih gigih memberikan rayuan maut, berusaha keras mengontrol gugup akibat langkah Gallend yang entah sejak kapan mulai terarah mendekatinya, membuat gadis itu melangkah mundur tanpa sadar.
"Kamu kayaknya punya stok permintaan maaf yang banyak, ya, Rum?"
Tidak memedulikan sindiran Gallend, Arum sibuk berdoa dalam hati agar ia diberi kemampuan untuk menghilang saat ini juga. Tapi, benturan punggungnya pada meja di belakangnya membuat gadis itu terkesiap dan langsung sadar bahwa harapannya tidak terkabul, yang ada ia malah mengaduh kesakitan, dan semakin dilanda bingung karena posisi berdirinya sudah memojok.
Ditatapnya Gallend yang hanya berjarak lima jengkal di hadapannya. Bibir bawah gadis itu maju, siap melancarkan siasat terakhir. Menangis. Tapi, gerak tangannya yang dikondisikan dengan suasana hati ketar-ketir malah tidak sengaja menyenggol sebuah alarm di atas meja hingga jatuh ke lantai. Suara bantingannya membuat Arum meringis, dan membuat Gallend menghela napas lelah.
"Aruum." desis pria itu, menahan kesal.
"Aduh, Mas! Maaf, Mas, maaf!" Arum langsung mengatupkan kedua tangannya lagi. Sejak tadi dirinya sudah seperti patung candi yang memberi salam pada pengunjung.
"Baru juga saya bilang jangan-" penundaan kalimat Gallend, disusul gerakan cepat pria itu memungut alarm yang sudah sedikit pecah bagian ujungnya, menatap benda itu selama beberapa detik dengan kerutan jelas di kening, membuat satu alis Arum menukik memperhatikan.
Dia bingung. Terutama saat melihat benda kecil seukuran kuku berwarna hitam yang baru saja Gallend copot dari alarm.
"Ke-kenapa, Mas?" bayangan uang lima puluh jutaan seperti harga vas bunga Arkana yang dulu sempat ia pecahkan, menari-nari di benak Arum. Jangan-jangan alarm itu berharga sama mahalnya atau malah lebih.
Gadis itu baru akan membuka mulut untuk meminta maaf kembali, tapi satu telunjuk Gallend yang diletakkan cepat di tengah-tengah bibir pria itu sendiri, membuat Arum menahan suara.
"Ada kamera pengintai." Ucapan lelaki itu kemudian lebih mirip bisikan yang langsung membuat tubuh Arum menegang.
"Apa hotel ini.."
"Enggak mungkin, Mas." Arum bergeleng kuat, memotong perkataan Gallendra yang apa pun itu seolah ingin menuduh adanya tindakan kriminal yang pegawai D'Amore Hotel lakukan. Mengikuti Gallend, suara Arum ikut-ikutan berbicara dengan nada pelan.
Beruntung saat seperti ini, Arum bisa menangkap sinyal gelagat keanehan yang Gallend kirimkan padanya.
"GM hotel ini, Bu Freya, orangnya tegas banget. Dia sering mecat orang-orang enggak bertanggung jawab dalam manajemen hotel. Rasanya enggak mungkin kesalahan kayak gini luput dari pantauan beliau kecuali-"
"Kecuali ada yang sengaja menjebak kita."
Dan satu pernyataan Gallendra langsung membuat Arum bungkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Stage
RomanceBagi Arum, Gallendra adalah buaya buntung berwujud manusia! Dia pria hidung belang yang pernah Arum temui di sepanjang sejarah hidupnya. Dalam sehari, Arum bisa memergoki Gallend bermesraan ratusan kali dengan cewek beda di mana saja. Dan kapan saja...