Ketukan high heels menggema di seputaran langit-langit salah satu koridor di lantai sembilan D'Amore. Perempuan bergaun hitam yang membungkus ketat tubuh bak gitar spanyol-nya berjalan dengan tingkat kepercayaan diri mencapai puncak. Bibir berpoles lipstick merah menyalanya menyungging lebar, tidak sabar mendapatkan kenikmatan yang sudah dipastikannya sangat luar biasa malam ini.
Sungguh sebuah keberuntungan, ia bisa mendapatkan seorang cassanova seperti Gallendra Madana Mahameru. Lelaki itu bukan artis terkenal, namun namanya pernah mengguncang media di Indonesia dengan kabar kedekatan spesialnya bersama seorang wanita pemenang kontes ajang kecantikan tingkat dunia yang berasal dari China. Di Yogyakarta, nama pria itu semakin melambung karena selain ia berasal dari kota tersebut, Gallendra sukses membangun bisnis Event Organizer hingga akhirnya menjadi EO paling bergengsi diYogyakarta dan masuk dalam lima besar EO ternama di Indonesia.
Begitulah sepak terjang lelaki yang didesas-desuskan memiliki sejarah percintaan tidak pernah lebih dari satu tahun. Sejak pertama kali melihat wajahnya yang berseliweran di media, perempuan itu sudah tidak sabar merasakan sensasi bercinta dengannya. Pasti sangat memuaskan! Tidak salah ia bekerja sebagai model pakaian dalam yang akhirnya bisa bergaul dengan beberapa pengusaha terkenal di Yogyakarta. Berkat karirnya, ia mendapatkan kesempatan untuk bisa bertugas menjadi pemberi kehangat bagi seorang Gallendra di atas ranjang.
Sebentar lagi, ia akan sampai tepat di pintu kamar hotel pria penuh godaan itu.
Tersenyum lebar, perempuan itu menatap kartu RFID cadangan yang terapit di telunjuk dan jari tengah kanannya. Sebuah akses masuk kamar yang entah bagaimana bisa didapatkan oleh tuannya-si pemberi tugas untuk menyelesaikan misi malam ini. Sayang, ia sempat membuang waktu tiga puluh menit tadinya akibat kecerobohan si tuan yang salah memberi informasi tentang nomor kamar Gallendra, hingga dirinya sempat terjebak di kamar yang salah.
"Dasar pria bodoh. Pantes aja dia jauh lebih kalah dari Gallendra. Angka enam sama sembilan aja enggak bisa bedain." Perempuan itu tertawa sinis sembari terus melangkah-tentu saja berbicara pada dirinya sendiri. Dia masih cukup waras untuk tidak mengejek kebodohan lelaki yang memerintahkannya untuk masuk ke dalam kamar Gallendra, setidaknya dia harus tahan sampai uang imbalan tugasnya berhasil dia dapatkan.
Hentakan high heels tak lagi terdengar. Kaki perempuan itu sudah berada dua jengkal di depan sebuah pintu berbahan kayu jati dengan cetakan emas berukiran angka 319 di tengah-tengah papan pintu.
Dengan senyum teramat lebar, tangan perempuan itu terangkat hendak menempelkan kartu RFID di layer digital lock smart, tetapi sesuatu menubruk tubuhnya cukup keras hingga ia terjatuh di karpet lantai koridor dan kartunya terhempas. Perempuan itu mengaduh kesal, mengangkat wajah dan saat mendapati dua orang yang sedang membawa sebuah bingkai berukuran besar hampir memenuhi lebarnya lorong.
"Gimana, sih, Mas-Mas! Jalan pake mata, dong! Bukan dengkul!" umpat perempuan itu setelah berhasil bangkit berdiri dan menepuk-nepuk pantatnya sendiri.
"Ma-maaf, Mbak. Kami enggak saja. Tolong maafkan kami, ya." Salah satu dari kedua pria paruh baya yang sejak tadi membungkukkan sedikit badan, meminta maaf, berkata takut-takut.
Perempuan itu mendesah keras. Mengumpat sekali lagi sebelum akhirnya mengibaskan tangan menyuruh kedua orang yang sudah memperlambat waktunya itu untuk pergi.
Kedua orang tersebut mengangguk berterima kasih, lalu melewati si perempuan lagi. Dengan raut kesal perempuan itu mengomel seorang diri, sampai-sampai membuat seorang office boy-yang tidak sengaja berada di belakang kedua orang tadi- melirik perempuan itu takut.
"Dasar manusia-manusia pengganggu!" kesal perempuan itu kembali, sembari menyampirkan rambutnya ke belakang telinga dengan Gerakan kasar. Dia berniat membuka pintu kamar Gallendra sekali lagi, tapi saat tersadar bahwa kartu RFID miliknya tidak berada di tangan, juga tidak ada di sudut lantai mana pun di sekitar perempuan itu, ia berteriak histeris. Frustrasi.
"Sialan! Kuncinya ke mana?!"
Tepat setelah ia mengatakan kalimat penuh amarah itu, ada suara desahan yang samar-samar telinga perempuan itu tangkap. Pelan, namun semakin jelas. Keningnya mengernyit dalam. Suara tersebut berasal dari kamar yang menjadi tujuannya tadi.
Suara siapa itu? Gallendra di dalam? Tapi bersama siapa? Apa ada perempuan lain yang lebih dulu berhasil menghangatkan ranjang lelaki incarannya? Sial!
Dan segala tanda tanya terus bergelayut di benak si perempuan bertubuh seksi, yang dipastikan malam ini gagal mendapatkan jackpot.
Hayoo.. siapa itu di kamar Gallend? Arum? Masa sih? Arum, kan, polos kaka wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Stage
RomanceBagi Arum, Gallendra adalah buaya buntung berwujud manusia! Dia pria hidung belang yang pernah Arum temui di sepanjang sejarah hidupnya. Dalam sehari, Arum bisa memergoki Gallend bermesraan ratusan kali dengan cewek beda di mana saja. Dan kapan saja...