[Stage 3|A] Pertemuan Kembali

21.6K 2.4K 7
                                    

"Ja-jadi.." Arum menutup mulutnya sendiri dengan satu tangan. Kening gadis itu tak habis-habisnya mengernyit, masih mengupayakan otaknya untuk bekerja keras mencari bayangan-bayangan masa lalu dari cerita yang baru saja Arkana utarakan lima menit lalu. "Ka-kamu... beneran Arkana yang-"

"Gendut?" Dengan senyum geli, lelaki di hadapan Arum itu mengangguk. Dia mengambil inisiatif menyebut kata barusan lebih dulu kala melihat Arum ragu menyambung ucapan. Arkana tidak marah sekali pun Arum memang ingin mengatakan kata itu, karena dia tahu Arum bukanlah gadis yang suka menghina fisik seseorang. Sejak dulu, selalu begitu. Arum yang berhati malaikat dan polos.

Alih-alih Arkana, justru Arum yang sering mewakilkan kesedihan lelaki itu tiap kali anak-anak nakal di kelas suka mengatai-ngatainya si ikan buntal.

"Bu-bukan itu maksud aku."

"Aku tau." jawab Arkana cepat. Tersenyum lagi, ia melanjutkan. "Ini beneran aku, Rum. Arkana Reswara Kim. Cowok bertubuh tambun yang dulu selalu ngintilin kamu setiap jam istirahat. Kamu ingat, kan?"

Butuh beberapa detik bagi Arum meyakinkan ingatannya, sebelum akhirnya ia berdecak tidak percaya. "Ya Allah! Aku beneran enggak nyangka bisa ketemu kamu lagi. Di sini pula. Waktu perpisahan SMA, kan, kamu bilang mau kuliah di Jerman. Terus, aku juga mendadak pindah dari Bandung ke Jogja. Jadi, kupikir bakalan susah ketemu kamu lagi. Tapi, maaf ya. Aku beneran enggak ngenali kamu selama ini. Padahal wajah kamu nongol di mana-mana. Di TV sampai di koran bungkus sate."

Arkana tertawa geli. Lalu, Arum kembali dibuat berdecak saat mendengar kenarsisan lelaki itu. "Karena aku makin ganteng, ya, makanya enggak kenal?"

Arum bergeleng. "Aku enggak nyangka aja kamu bakal jadi artis ibukota. Seingatku, kamu enggak pernah cerita mau jadi artis." Arum menatapinya dengan kekaguman nyata, membuat Arkana mau tidak mau menggaruk tengkuknya sendiri.

"Waah, ternyata aku punya teman masa lalu yang jadi artis sekarang. Teman-temanku pasti heboh, deh, kalau tahu tentang ini."

"Kalau begitu bilang aja."

"Hah?"

"Aku rela, kok, nemuin mereka langsung demi sahabat lamaku yang baik ini. Hitung-hitung balasanku untuk kebaikan yang dulu pernah kamu beri. Kamu selalu hibur aku setiap aku sedih karena diejek."

"Enggak, ah. Aku enggak mau bilang ke mereka."

"Karena kamu enggak mengharapkan balas jasa?"

"Karena aku enggak mau dikeroyok massa. Mereka pasti terus-terusan minta supaya aku bawa kamu ke mereka."

Arkana terbahak. Rasa sedih karena salah satu koleksi barang antiknya hancur di depan mata setelah menghabiskan lima puluh juta, kini berganti dengan bahagia. Karena, ia berhasil menemukan lagi teman super polosnya. Kencana Arum.

Keduanya melanjutkan langkah lagi di bebatuan setapak yang tersusun antara rerumputan taman. Di sebelah kanan, terdapat kolam lebar berbentuk lingkaran, di tengah-tengahnya berdiri megah batu bertingkat yang menghadirkan pancuran air. Gemericik air yang jatuh membasahi semen dalam kolam memberikan suasana relaksasi yang menenangkan.

Taman hotel di bagian barat D'Amore ini, didominasi pemandangan bunga mawar biru, selain tanaman pelindung, serta puluhan lampu bergaya klasik.

"Yah, aku memang berubah banyak sejak mama suruh aku diet. Dan saat masuk kuliah, mungkin karena stres jauh dari keluarga, skripsi, dan segala macamnya, jadilah.." Arkana melirik Arum yang tak berhenti mengulas senyum simpul sejak tadi. "mengempis juga seperti sekarang." lanjutnya sembari menyengir.

"Aku juga enggak tau kenapa bisa masuk ke dunia akting. Tapi, jujur.. sekarang aku mencintai dunia kerjaku ini."

Arkana ikut berhenti ketika Arum menunda langkah. Gadis itu menghadapkan tubuh pada Arkana kembali. "Aku tahu, kok. Aku bisa merasakannya dari akting kamu di film-film. Kamu kelihatan seperti.. emmm.." Arum menelengkan kepala, berpikir. "tulus?"

"Terima kasih untuk pujiannya, Nona Arum."

"Sama-sama." Arum menggigit bibir. "Sekali lagi maaf, ya, soal vas itu. Aku akan tetap ganti ru-"

"Jangan, Rum." Sela Arkana cepat. "Aku memang sempat kesal. Tapi, aku udah maafin kamu, kok. Sungguh. Lagipula, saat tadi aku sadar kamu sahabat SMA-ku dulu, semua kekesalan itu jadi uap gitu aja. Aku terlanjur senang bisa ketemu kamu lagi."

Arum tidak tahu harus mengatakan apa. Tapi, dia begitu bersyukur bisa mengenal lelaki sebaik Arkana.

"Aku jug-" kalimatnya tidak pernah mampu terucap karena matanya tak sengaja bersitatap dengan sepasang mata yang sedang menatapinya tajam. Pemilik mata itu berdiri di balkon salah satu kamar presidential suite. Kedua tangannya bersandar di pagar pembatas. Tubuhnya setengah membungkuk dengan tatapan yang jelas-jelas tertuju untuk Arum.

Gadis yang ditatap spontan mundur selangkah, terkesiap, karena Gallendra kini mengulas senyum sinis padanya.

Gadis yang ditatap spontan mundur selangkah, terkesiap, karena Gallendra kini mengulas senyum sinis padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Precious StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang