[Stage 41] Perbedaan

10.3K 1K 27
                                    

"Hay, Sayaaang." Sapaan manja yang diucapkan sambil cengengesan itu membuat Gallend memandang datar makhluk di hadapannya. Tanpa menunggu tiga detik, tangan Gallend sudah bergerak untuk menutup pintu, tapi sebelah kaki sang tamu menahan bagian bawah pintu hingga membuat celah dan pintu tak bisa menutup sepenuhnya.

"Jangan ditutup, dong!" Orang itu merengek dramatis. "Nanti aku bilangin Ayah, lho, Kak!"

"Kamu bukannya ada syuting?" tanya Gallend, masih setia berwajah datar.

Bergeleng-geleng, lalu mendorong lebih kuat pintu rumah kontrak Gallend hingga akhirnya terjeblak juga, pemuda bernama Arkana itu tersenyum puas. Gallend menghela napas pasrah saat Arkana seenak jidatnya merebahkan tubuh di sofa kecil sederhana yang kainnya sudah cukup usang, berada dekat dari pintu.

"Syutingnya diundur besok. Jadi, malam ini aku nginep."

Desahan napas keras dari Gallendra membuat Arkana langsung terkikik. Tapi, dia sudah siap bertingkah tidak peduli. Bodo amat kakaknya marah, paling juga mengomel sebentar. Gallendra tidak akan pernah berani mengusirnya seperti ancaman yang sudah-sudah lelaki itu lontarkan. Gallend terlalu baik, tidak akan tega mendepak Arkana keluar dari kontrakannya.

Sambil memainkan ponsel, dengan sudut matanya, Arkana melihat Gallendra berjalan ke arah lain sementara ia sendiri sibuk telentang dengan kaki kanan bersangga pada lutut kiri. Kepalanya bertumpu pada lengan sofa. Terdengar denting benda-benda yang Arkana prediksi berbahan keramik atau kaca, membuatnya menduga bahwa Gallend kini sedang berada di dapur.

"Tempat rekaman music video-ku kali ini dekat Gland Express, lho, Kak! Nanti toko kakak nongol di sana. Aku, lho, yang ngerekominnya ke Mbak Tina. Ingat, kan, Mbak Tina? Manajerku. Baik, kan, aku?"

Di tempatnya, Gallendra bergeleng mendengar seruan tak berarti itu. Tangannya masih sibuk memotong bawang putih untuk memasak nasi goreng. Tadi dia baru akan memasak makan malam sebelum Arkana mengganggu ketenangannya. Seolah tidak jera sudah berulang kali menyusahkan Gallend.

Yah, satu bulan berlalu setelah penerimaannya untuk Sadana. Sejak hari itu, hubungan Gallend dengan ayahnya membaik. Walau di awal terkesan canggung, Gallend bersyukur memiliki Arkana sebagai bagian keluarga yang selalu siap sedia membantu memangkas jarak antara Gallend dan Sadana. Bagus, sih. Masalahnya, cara Arkana selalu ajaib luar biasa.

Entah itu menabok punggung Gallend—padahal jelas Gallend yang lebih tua, membeli makanan banyak-banyak untuk dimakan bersama tapi bukan menggunakan uang dia, melainkan uang Gallend yang ditipunya mentah-mentah dengan dalih 'kapan lagi mentraktir adik sendiri'. Arkana hampir selalu memesan makanan pesan antar atas nama Gallend diam-diam, dan selalu saja berkelit memberikan alasan ini itu sehingga Gallend terpaksa membayar.

Jahil dan iseng. Dua kata yang menggambarkan Arkana. Kadang Galled berpikir keras, dari mana sikap adikya itu berasal? Perasaan Gallend tidak sejahil itu. Kok, bisa Arkana jadi seperti jelmaan squidward?

Meskipun, Gallend juga sering terenyuh dengan sikap lain Arkana. Alih-alih menginap di hotel yang disediakan tim kru-nya, Arkana hampir selalu menghabiskan waktu tidur di kontrakan Gallend yang kecil. Bahkan tanpa pendingin ruangan. Kadang juga, setelah Gallend pulang bekerja seharian, tiba-tiba saja ia dikagetkan dengan isi lemari pendingin yang sudah penuh dengan sayur, daging, buah, dan beberapa makanan instan lainnya. Beberapa minggu sering bertemu, Gallend jadi tahu seberapa perhatiannya lelaki itu pada orang lain.

Untung saja Arum tidak pernah jatuh cinta pada Arkana. Kalau tidak, sebaik apa pun adiknya, Gallend pasti cemburu habis-habisan.

"Aku lapar, Kak!. Kak Gallend masak, enggak?" Seruan tak tahu diri dari Arkana terdengar lagi, menyentak Gallend hingga pisaunya hampir lepas dari tangan. Pikiran akan Arum seketika buyar.

Precious StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang