[Stage 40] Penerimaan

10.2K 1.1K 45
                                    

"Udah mau jalan kamu, Le? [1]"

Gallend mendongakkan wajah ke asal suara, sedang kdua tangannya terus memasang tali sepatu. Dia tersenyum ketika Bu Wulan, pemilik panti sekaligus orang yang menjaganya pertama kali sejak dirinya lahir, ikut bergabung dengannya yang duduk di bangku bambu panjang pada teras panti.

"Nggih [2], Bu. Gallend masih harus ngantar paket ke Dinas Pertanian dulu. Baru setelah itu pulang."

"Yowes [3]," imbuh Wulan. Wanita yang usianya mungkin setara dengan ibu kandungnya itu, meletakkan rantang stainless bersusun empat di samping Gallendra. "ini ibu bawakan kamu makanan. Ada rawon sama kerupuk kesukaanmu. Dihabisin, yo."

Melihat itu, seutas senyum lebar terbit di bibir Gallendra. Setelah menepuk-nepeuk kedua tangannya, ia meraih rantang itu dan meletakkan di atas pangkuan. Matanya berbinar cerah, tidak sabar menikmati makanan kesukaannya yang beberapa hari ini jarang sekali ia makan. Keuangan yang tidak seberapa karena harus menjaga modal untuk bisnis ekspedisinya yang baru, membuat Gallend harus pandai-pandai berhemat. Untung ia masih memiliki apartment yang bisa dijual guna menambah modal membangun bisnis baru kecil-kecilan.

"Matur nuwun [4], Bu."

Berganti Wulan yang kini tersenyum. Cukup lama dipandanginya Gallend yang hampir dua bulan ini jarang mampir ke Gemilang Kasih. Wulan memang sudah mendengar tentang keputusan Gallend menyerahkan perusahaannya pada keluarga angkat dia, tapi lelaki itu beralasan ingin mencari bisnis baru dengan memulainya dari awal kembali. Tapi, entah mengapa Wulan punya firasat tidak baik tentang hal itu.

Pada akhirnya dia mengiyakan saja, hanya ingin mendukung Gallend melakukan pekerjaannya sekarang. Walau masih tidak mengerti banyak tentang mendirikan usaha-usaha seperti yang kali ini Gallend lakukan, tapi Wulan bisa tahu sedikit banyak tentang jasa layanan pengiriman yang Gallend lakukan dengan jumlah pegawai tak seberapa disbanding saat memiliki Mahameru Production.

Lelaki itu bekerja siang-malam, pasti. Wulan sangat mengenalnya sedari kecil. Mungkin karenanya, Gallend mulai jarang menghabiskan waktu setiap akhir pekan bersama adik-adiknya di panti. Padahal biasanya sering datang, kadang bersama teman-temannya juga. Wajar saja saat ia datang kembali hari ini setelah dua bulan lamanya, seluruh anak panti berhamburan ingin menjumpai dia yang biasanya selalu menyumbangkan mainan atau makanan bagi mereka.

Gallend yang begitu dicintai..

Dan Wulan sungguh berharap, pria itu selalu mendapatkan cinta yang tulus dari orang-orang di sekelilingnya. Rasa bersalah tidak mampu melindungi Gallend yang berkali-kali mendapatkan orang tua angkat tidak bertanggung jawab, rasanya masih membekas bagi Wulan hingga sekarang.

"Kamu iki jangan lupa makan, Le. Jangan sibuk kerja terus. Kamu itu punya anak buah, tapi kayak ndak punya. Bukan karena pegawai kamu malas, toh. Tapi, kamunya yang ndak bisa diam kalau ndak ngerjain apa-apa sendiri."

Gallend tertawa kecil, membuat Wulan menghela napas. "Ibu serius, lho, ini."

"Nggih, Bu. Gallend tau."

Gallend menyunggingkan senyum lagi saat telinganya mendengar suara adik-adik panti yang saling bersahutan dari dalam, sepertinya sedang menjawab pertanyaan karena setiap dari mereka selalu berseru 'Saya! Saya!' lebih dulu. Tadi, ia sempat melihat mereka tengah diajari oleh beberapa pemuda yang Gallend taksir merupakan anak kuliahan. Wulan juga mengatakan ada penyumbang panti yang beberapa bulan ini, telah mengirimkan pengajar yang rutin datang tiga kali dalam seminggu.

"Gallend senang ada donatur yang mau mengirim tenaga pengajar buat adik-adik." Senyumnya terukir miris, tapi segera berganti cerah bersamaan dengan kalimat, "Nanti kalau Gallend udah bisa ngumpulin lebih banyak uang, Gallend belikan buku-buku sama alat tulis buat mereka, ya."

Precious StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang