59.

2.3K 189 54
                                        

Happy Reading

~

Suara mesin game memenuhi indra pendengaran seorang lelaki yang tengah berdiri sembari bersidekap. Hampir sepuluh menit dia berdiri di sana, menunggu perempuan di depannya puas bermain-main dengan perasaan sebal.

"Ck, lo udah tua masih aja main kaya gitu!" celetuk Jojo.

Mendengar suara Jojo, perempuan itu menoleh, "Dih, emang kenapa? Sirik banget lo!"

"Siapa juga yang sirik sama bocil kaya lo, Ta," balas Jojo pada Teta.

Teta merengut kesal, menatap Jojo tajam, tangannya meraih tas yang diletakkan sebentar pada mesin game.

"Kalau nggak mau nemenin bilang aja kali, Jo, dari tadi!" kata Teta sebelum berlalu meninggalkan Jojo.

Jojo melebarkan mata, dia ditinggal hanya karena berkata seperti itu? Memang ada yang salah?

Sadar jika Teta semakin jauh, Jojo buru-buru mengejar perempuan itu.

"Ta!" seru Jojo sembari menahan tangan Teta.

"Apa?" tanya Teta dengan wajah datar.

"Lo kenapa, PMS?" Jojo menyenggol lengan Teta pelan.

"Nggak."

"Terus itu?" tanya Jojo.

"Itu apa?"

"Marah-marah mulu dari tadi, perasaan gue nggak ngomong aneh-aneh," ujarnya.

Jojo melirik Teta yang tetap mendiamkan dirinya, "Lo kenapa sih? Marah-marah, terus diem. Tau gini tadi gue ikut Shanju aja."

Teta memejamkan matanya sejenak, rasa kesalnya semakin memuncak mendengar Jojo tak berhenti bicara.

"Ya udah sana ikut Shanju! Ngapain juga lo nge'iya'in gue, sana jauh-jauh!" 

Sejujurnya, Teta tidak mau bersikap seperti ini. Tapi belakangan Jojo terlihat tak tahu diri, lelaki itu meminta dia pulang ke Indonesia menjadi partner undangan pernikahan Kevin hanya karena Shanju sibuk.

Dia senang tentu saja memenuhi ajakan Jojo, berpikir bisa menghabiskan waktu bersama sebelum hari pernikahan Kevin tiba. Apalagi mereka tidak bertemu hampir dua tahun sejak terakhir kali dia menyeret sepupunya ke pelatnas.

Sudah kembali dengan senang hati karena bisa menjumpai temannya lagi, Jojo justru membawa-bawa nama Shanju tiap kali menghabiskan waktu berdua. Tiga kali bertemu, dan Teta selalu menjadi yang pertama pulang karena muak.

Ternyata berharap dari kepekaan seseorang itu sakit sekali. Bahkan ucapan selamat pagi dan malam, serta kalimat canda mirip rayuan tidak bisa menjadi patokan berpikir mengapa seseorang merasa tidak suka pada saat-saat seperti ini.

Teta menghentikan langkah, matanya menyipit saat melihat lelaki yang ia kenal tengah bergandengan dengan seorang perempuan.

"Denira?" tanya Teta pada dirinya sendiri.

Jojo menepuk bahu Teta, sementara perempuan itu menuntut penjelasan lewat sorot mata.

"Lo nggak baca undangannya?" tanya Jojo heran.

"Jo, serius sama Denira?" Teta kembali memastikan.

"Iya."

"Tapi, bukannya mereka-"

"Gue nggak tau apa-apa, tujuh atau delapan bulan kayanya habis Lily pulang, Denira tiba-tiba sering telponan sama Kevin," jelas Jojo.

* * *

Enough | Kevin SanjayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang