8.

3.5K 339 23
                                    

📌 12 Desember 2019

Happy Reading

~

"Cici, sepatunya hilang!"

Lily mengadu pada Mitzi setelah kembali memeriksa tempat dimana tadi ia melepas sepatunya.

"Ikhlasin ajalah, Ly," ujar Apri sambil menepuk punggung Lily prihatin.

"Ya mau gimana lagi, Ly. Udah ya. Besok minta yang baru aja sama Ony," hibur Mitzi sambil mengusap bahu Lily.

"Lah, kok minta ke gua?" Anthony menatap Lily dengan wajah menjengkelkan.

"Ting, nggak boleh pelit-pelit atuh, sama sodara sendiri," kata Fajar.

"Nggak peduli sih."

"Jahat banget sih Onik," gumam Lily, rasa ingin memukul kepala sepupunya itu meningkat drastis.

"Udah ya, pulang," Mitzi menepuk-nepuk pucuk kepala Lily, "ayok, Jar. Jalan."

"Siap Nyai," sahut Fajar.

* * *

Hari ini pelatnas terlihat begitu sepi. Seharusnya ini adalah hari libur latihan, tetapi Kevin dan Marcus tampak sedang bersiap untuk masuk lapangan.

Mungkin latihan tambahan untuk persiapan turnamen selanjutnya di Prancis.

Kevin membuka tas raket dan menemukan sepasang sepatu di dalamnya. Sepatu itu kemarin ia temu di kursi tempat ia bertemu dengan sepupu Anthony setelah tempat itu sepi.

Sudah pasti, itu adalah sepatu milik perempuan itu yang tertinggal. Niat hati ingin mengembalikan hari ini, karena ia pikir pasti sepupu Anthony itu akan datang ke pelatnas.

Tapi sepertinya ia lupa jika hari ini libur latihan. Jadi tidak mungkin sepupu Anthony datang ke sini untuk sekedar melihat Anthony.

"Vin! Ayo buruan! Mana raket lu!?" teriak Marcus yang sudah siap di tengah lapangan.

"Eh, iya, Koh!" sahut Kevin.

Segera Kevin mendekat ke arah Marcus lengkap dengan raket di tangannya.

Mereka memulai latihan seperti biasa. Kemudian melatih beberapa pukulan mereka yang masih kurang baik, dan penempatan bola yang masih kurang tepat.

Dua puluh lima menit berlalu, Kevin mendudukkan diri di kursi untuk beristirahat. Kemudian kembali mengevaluasi sesi latihan tadi tanpa pelatih mereka.

Tiba-tiba, samar, Kevin dapat mendengar suara, ia yakin suara barusan adalah sepupu Anthony. Percaya tidak percaya, dengan beberapa pertemuan saja dia sudah hapal bagaimana suara perempuan itu.

"Nggak, ah, nggak mau!"

"Cek bentar, Ly! Siapa tau lagi ada yang latihan!"

"Nggak ada, Ta! Nggak ada!"

"Ya Tuhan, ayolah, Ly. Looking the dor, itu pintunya kebuka."

"No!"

Marcus mendongakkan kepala. Mencoba melihat keluar siapa yang baru saja bertengkar kecil di depan gelanggang.

Enough | Kevin SanjayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang