12. Afraid

11.8K 2K 124
                                    

"Jeno..."

Jeno yang tadinya berniat mau mengambil air minum lantas menoleh menatap Doyoung yang duduk seorang diri di ruang makan. Sudah

"Aku mendengar pembicaraan mu dengan Taeyong tadi."

Doyoung lalu menatap Jeno. Meminta penjelasan adik tirinya itu.

"Kau tidak akan menyetujuinya, kan?"

Jeno menatap Doyoung datar, lalu mengabaikan ucapan lelaki itu. Jeno melanjut nya niatnya yang tadi sempat tertunda.

"Jeno, aku serius." Ucap Doyoung lagi.

"Kalau aku menyetujuinya, itu tidak salah, kan?" Balas Jeno.

"Jadi kau berniat menyetujuinya?"

"Masih berniat, belum ku putuskan." Sambung Jeno, lalu meneguk airnya.

"Kau mau meninggalkan eomma? Pikirkan bagaimana eomma nanti saat mendengar niatan mu itu. Apalagi hubungannya dengan ayahmu tidak baik setelah bercerai."

"Memangnya hubungan kedua orang tuaku yang tidak baik setelah mereka bercerai itu salah siapa?" Tanya Jeno lagi. Hal itu cukup membuat Doyoung bungkam.

"Lagipula eomma lebih senang saat bersamamu daripada anak kandungnya sendiri." Jeno lantas meninggalkan Doyoung yang terdiam seorang diri disana.

Doyoung menghela nafas pelan. Usaha apa lagi yang harus dia lakukan agar Jeno mau menerimanya sebagai seorang hyung?

Sudah 5 tahun semenjak kedua orang tua mereka menikah, memang sejak awal. Jeno kurang suka dengan Doyoung, ahh bukan kurang suka, tapi sama sekali tak suka. Padahal Doyoung tak berbuat apa apa pada lelaki itu. Dia justru senang karena mendapat seorang adik, namun sepertinya Jeno tidak.

Diam diam Doyoung menyesali permintaannya pada Taeyong untuk berbicara dengan Jeno. Bukan pembicaraan itu yang Doyoung harapkan. Alih alih membuat Jeno bersikap sedikit baik padanya, Taeyong justru mengajak Jeno untuk meninggalkan orang tua masing masing.

"Appa akan menikah? Tiba tiba?"

"Kau sudah cukup dewasa, jadi appa tak perlu merahasiakan hal ini lebih lama lagi, kan?"

"Appa yakin?"

"Tenang saja, Irene wanita yang baik. Dia baru saja bercerai dengan suaminya, dia akan jadi ibu yang baik untukmu."

"Terutama dia baru bercerai, appa. Bukankah ini terlalu cepat?"

"Tidak, ini keputusan yang tepat. Ahh, dan satu lagi. Kau akan punya adik laki laki, bersikap baik padanya, ya? Bukankah kau sebenarnya sangat ingin punya adik laki laki?"

Doyoung menatap pintu kamar Jeno yang tertutup rapat. Ya, dia dari dulu sangat ingin sekali punya adik laki laki.

Keinginan itu hampir terwujud, namun ibunya dan calon adiknya meninggal saat persalinan. Itu adalah takdir yang selalu dia anggap sebagai kesialan terbesar yang Doyoung alami seumur hidupnya.

Doyoung menunduk. Memandangi cangkir berisi kopi susunya yang mulai dingin itu. Dia pikir, Jeno dan dia akan menjadi saudara yang akur, terutama sejujurnya, Doyoung menyayangi Jeno dengan sangat tulus. Tak ada unsur kepura puraan yang selama ini Jeno kira, namun mungkin anak itu belum mengerti.

"Doyoung, kenapa melamun sendirian?" Doyoung tersentak pelan ketika dia mendengar suara Irene. Wanita itu tiba tiba mucul di belakangnya.

Doyoung tersenyum tipis menatap wanita yang kini berstatus sebagai ibu tirinya itu.
"Bukan apa apa."

When this rain stops || NCT dream x 127 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang