40. Rain Philosophy

10.3K 1.8K 120
                                    

"Jika Doyoung pernah bilang dia sangat peduli padamu, percayalah, dia tak berbohong."

"Orang asing biasanya lebih peduli pada kita dibandingkan keluarga kita sendiri. karena terkadang, keluarga kita sulit menerima jika kita sudah banyak berubah."

"Kau yang awalnya selalu membicarakan apa yang kau pikirkan pada orang tuamu, kini menutup diri. Pasti ada alasannya, kan? Hanya saja mereka tak mau mengakui kalau mereka tahu akan hal itu."

"Sejak awal, Doyoung sangat ingin sekali punya adik laki laki. Dia bahkan hampir memilikinya."

"Tapi saat melahirkan adiknya, ibu dan bayi itu tak selamat. Doyoung lantas kehilangan adik laki lakinya, dan ibunya."

"Doyoung tak pernah cerita?"

Jeno menatap ponselnya dengan kontak Taeyong yg tertera disana. Dia ragu. Apakah dia harus menelepon lelaki itu?

Jeno lantas mematikan ponselnya dan meletakkannya dia atas nakas. Lelaki itu merebahkan dirinya diatas kasur sambil menatap langit langit kamar dengan tatapan sendu.

Ini sudah malam, tapi sejak siang tadi pikirannya benar benar kacau akan banyak hal.

"Doyoung tak pernah cerita?"

Benar. Jaehyun benar. Sejak awal, Jeno tak pernah tahu apa apa soal masa lalu saudara tirinya itu. Dia tak tahu kenapa Suho menikahi ibunya, apakah Doyoung punya kakak atau adik, kemana ibunya, Jeno tak tahu dan tak pernah mau tahu soal itu.

Lalu jika memang yang Jaehyun katakan itu benar, itukah alasan Doyoung begitu peduli padanya? Memangnya sebesar apa keinginan Doyoung akan adik laki laki?

Jeno ragu. Dengan pikiran yang kacau tentang nasib keluarganya. Apa membangun rumah tangga memang serumit itu? Baik ayah, ibu, dan anak selalu berada di posisi yang serba salah.

Jadi, Taeyong dan Doyoung itu sebenarnya saling mengenal, ya? Bahkan berteman dekat?

Pantas saja Taeyong tak suka setiap kali Jeno berada di dekat Doyoung. Lelaki itu tak pernah lagi mengunjunginya setelah mengajaknya pindah waktu itu. Taeyong juga tak pernah mengirim pesan papun, atau bahkan meneleponnya.

Tidak seperti Doyoung yang selalu bertanya dimana dia, sudah makan atau belum, mengingatkannya kalau dia harus pulang karena sudah larut, selalu memperingatkannya untuk tak membuat masalah karena Suho sedang ada di rumah, atau setidaknya memberi kabar.

Awalnya Jeno risih, namun jika dipikir pikir lagi, antara Taeyong yang notabene nya adalah saudara kandungnya, dan Doyoung yang merupakan saudara tirinya, Doyoung lebih menunjukkan kalau dia lebih peduli pada Jeno.

"Aku..."

"Egois, ya?"

Tok tok tok!

"Jeno, eomma boleh masuk?" Suara Irene terdengar dari luar kamar Jeno.

Jeno lantas duduk di kasur.
"Iya."

Cek lek!

Irene tersenyum tipis dengan nampan berisi susu dan sepiring potongan apel di tangannya. Wanita cantik itu lantas masuk ke kamar Jeno dan meletakkan nampan itu diatas nakas.

"Sedang memikirkan apa?" Tanya Irene sambil menyodorkan segelas susu pada putra bungsunya itu.

"Bukan apa apa." Jeno menerima gelas itu dan meneguk setengahnya.

"Kau sedang memikirkan kejadian siang tadi, ya?"

Jeno menatap ibunya kaget.
"Bu—bukan."

Irene menghela nafas pelan, lantas ikut duduk di sebelah Jeno.
"Kalau kau ingin tinggal dengan Taeyong, tidak apa apa. Eomma mengizinkannya. Lagipula Doyoung sudah berusaha keras agar mendapat izin appa demi agar kau bisa pindah daripada harus dipukuli dan dikekang oleh appa."

When this rain stops || NCT dream x 127 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang