28. His Biggest Disappointment

10.7K 2K 129
                                    

Mark berdiri di depan sebuah flat lusuh dimana ini adalah alamat yang Haechan berikan padanya tadi sore. Ini sudah hampir tengah malam, Haechan bilang Jaemin tak mau keluar kamar semenjak pemakaman neneknya selesai, karena Haechan, Jeno, dan Renjun harus pulang ke rumah, Haechan akhirnya menghubungi Mark untuk datang. Siapa tahu Mark bisa membujuk Jaemin.

Awalnya Mark heran karena Jaemin sudah dua hari tak datang bekerja di cafe, ini tak seperti biasanya, dan Mark lantas tahu alasannya karena Haechan sempat memberitahu lelaki itu.

Tok tok tok!

Tak ada balasan dari dalam. Cukup lama Mark menunggu dan sudah kesekian kalinya dia mengetuk pintu itu, namun tetap tak dibukakan.

Cek lek!

Mark memilih membuka kenop pintunya, ternyata tak terkunci. Pada akhirnya Mark memilih melangkah masuk ke dalam flat itu.

Suasana di ruang tamu tampak gelap. Flat itu seperti tak ada orang. Mark melangkah menelusuri ruangan demi ruangan disana, namun dia tak dapat menemukan Jaemin. Mark meletakkan bubur yang dia bawa di meja makan, Jeno memintanya membawakan makanan karena Jaemin belum makan seharian.

Ketika Mark hendak membuka sebuah kamar, ternyata kamar itu terkunci. Mark lantas menghela nafas pelan dan mengerti jika Jaemin ada di dalam sana.

"Jaemin~ah, kau di dalam?" Tanya Mark.

Hening, tak ada balasan.

"Jaemin, kau mendengarku, kan?" Tanya Mark lagi.

Tok tok tok!

"Jaemin, buka pintunya!"

"Jaemin~ah, kau baik baik saja di dalam?"

Mark menggigit bibirnya. Jaemin tak membalas satupun panggilannya.

"Baiklah, aku akan duduk di depan pintu ini sampai kau membuka pintunya!"

Mark pikir ucapannya itu akan membuat Jaemin tergerak untuk membuka pintunya, namun ternyata tidak. Mark lalu memilih duduk di depan pintu itu menunggu Jaemin.

"Yakk, kau tidak melakukan yang aneh aneh, kan?"

"Jawab aku!"

"Kau sedang apa di dalam sana?"

"Jaemin!"

Mark berdecak kesal, namun dia tahu jika Jaemin tengah terpuruk saat ini.

"Jangan terus terusan berlarut dalam kesedihan, Jaemin."

"Jangan menyalahkan Tuhan juga..."

"Not because the God doesn't know you're crying, but He knows that you're strong."

"Karena itu dia memberi setiap manusia banyak cobaan."

"Jaemin, kau dengar aku, kan?"

Jaemin meringkuk di sudut ruangan, mengabaikan setiap perkataan Mark untuk membujuknya. Tangannya memeluk foto kematian sang nenek, sementara kepalanya dia sandarkan di dinding kamar.

Pikirannya kosong, entahlah... Dia tak bisa memikirkan apapun saat ini.

Bohong jika dia bilang dia tak begitu senang jika sang nenek kini peduli padanya. Bahkan diam diam dia bersyukur kecelakaan itu terjadi. Karena jika bukan karena kecelakaan itu, Seunghee tak akan pernah menganggapnya ada.

Sesudah 1 jam Mark duduk di depan pintu, namun tak ada tanda tanda kalau Jaemin mau keluar.

Mark menghela nafas pelan. Dia tak mungkin menunggu disini sampai pagi.

When this rain stops || NCT dream x 127 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang