59. Will Last Forever

11K 1.7K 285
                                    

Jeno membuka pintu kamar rawat Jaemin dengan wajah lelah. Sialan, sudah dihukum karena tidak mengerjakan PR, Jeno juga dapat kesialan saat menjalankan hukumannya.

Dia harus menyapu seluruh lapangan sekolah dari daun daun yang berguguran
Musim gugur memang merepotkan, kenapa pula daun daunnya sangat banyak? Setiap kali Jeno sudah mengumpulkan daun daun yang berguguran itu, angin selalu menerbangkannya. Membuat Jeno mau tak mau harus menyapu nya lagi.

Jeno bahkan nekat menjatuhkan tubuhnya diatas dedaunan itu sambil memeluk daun sebanyak yang dia bisa agar angin tak lagi menerbangkannya.

"Dekil sekali, pergi sana! Bagaimana bisa resepsionis membiarkanmu masuk kemari?" Ucap Renjun kaget melihat kondisi Jeno.

"Tidak menerima pengemis, aku tak punya uang." Sambung Haechan yang membuat Jeno melemparkan tasnya pada lelaki itu.

Sementara Jaemin mengabaikan pertengkaran ketiganya. Dia sibuk memakan potongan apel yang disuapkan Jaehyun. Sudah beberapa minggu sejak Jaehyun diam diam menemuinya. Dan seminggu terakhir, Yuta sudah memperbolehkan Jaehyun menemui Jaemin.

Infus Jaehyun sudah dilepas, mungkin sebentar lagi sudah boleh pulang. Sebenarnya Jaehyun masih dirawat di rumah sakit untuk berjaga jaga jika sewaktu waktu kondisinya drop.

Jeno akhirnya mengabaikan ucapan kedua mahluk astral itu dan merebahkan dirinya di sofa ruang rawat Jaemin setelah menyingkirkan Haechan yang sebelumnya duduk disana secara paksa.

"Bagaimana kondisimu?" Tanya Jeno.

"Tadi Jaemin sedikit pusing, tapi sudah tidak lagi." Balas Jaehyun. Jaemin hanya mengangguk menyetujui ucapan saudaranya itu.

"Hello people, here your prince!" Jaehyun berdecak pelan ketika pintu kamar rawat adiknya itu terbuka, menunjukkan sosok mengerikan dari Chicago yang membuat bulu kuduk nya merinding seketika.

"Disgusting." Gumam Jaehyun pelan, namun Johnny dapat mendengarnya dengan jelas.

"What? Disgusting?! Wahh, kau minta dihajar, ya?!" Ucap Johnny tak terima, sementara Jaehyun hanya memutar bola matanya malas.

"Pergilah, John. Kau bukan pengangguran, kan? Pekerjaanmu di kantor pasti ada banyak." Balas Jaehyun lagi.

"Harusnya kau berterima kasih karena di sela kesibukanku, aku masih menyempatkan waktu menemuimu dan Jaemin. Geser!" Jeno berdecak kesal ketika Johnny menyuruhnya memberikan tempat di sofa untuk lelaki tua itu duduk.

Johnny menatap Jaemin yang masih berbaring lemah. Belakangan ini dia suka jika posisinya duduk, jadi mereka sering membantu memperbaiki posisi lelaki itu agar duduk. Meski Jaemin mulai kembali ruang dan banyak tersenyum, Johnny tahu kalau sebenarnya ada banyak rasa sakit yang dirasakan anak itu.

Tidak ada tempat dimana Jaemin bisa jujur selain dirinya. Johnny tahu lebih banyak daripada Jeno, Renjun, Haechan, bahkan Jaehyun. Namun lelaki itu memilih bungkam.

"Aku bosan sekali kalau harus berdiam diri di kamar ini tanpa melakukan apa apa." Gumam Haechan.

"Kalau begitu, belajar!" Sambung Jaemin.

"Jangan menyuruh ayam untuk terbang, Jung Jaemin." Sambung Jeno dengan pribahasa asal asalannya. Lelaki itu sangat tahu tabiat sahabatnya. Haechan? Belajar? Itu adalah keajaiban dunia kesepuluh.

"Hey, aku lihat kamar sebelah ramai sekali, mereka sibuk melipat kertas origami berbentuk burung bangau,banyak sekali." Ucap Johnny mengingat hal yang dia lihat sebelum ke kamar rawat Jaemin.

"Terkadang hal itu dilakukan atas bentuk permohonan agar keluarga mereka yang sakit bisa cepat sembuh, ibaratkan seperti harapan dan doa." Balas Renjun sembari membacakan artikel mengenai hal yang Johnny sebutkan tadi.

When this rain stops || NCT dream x 127 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang