"Aku tidur dulu, ya?" Jaehyun mengangguk membalas ucapan Jaemin. Lelaki itu lantas menutup pintu kamar. Meninggalkan Jaehyun yang terbaring di tempat tidur sendirian disana.
Jaehyun menatap langit langit kamar. Sirat sendu begitu jelas tergambar dari sorot kedua matanya.
Jaehyun menghela nafas pelan. Dia tak tahu lagi harus bagaimana untuk bisa sembuh.
Tidak, Jaehyun masih tak mau mengakui kalau dia mulai ingin menyerah. Ada Jaemin yang masih menjadi tanggung jawabnya. Tapi di satu sisi, Jaehyun begitu tersiksa dengan efek kemoterapi yang sama sakitnya dengan yang dia rasakan terakhir kali. Dia harus melihat rambutnya rontok, tubuh kekarnya yang semakin kurus, meskipun masih tetap tegap, tentu kini fisik Jaehyun tak sama lagi seperti dulu. Kulitnya semakin pucat, bibirnya kering, dia juga mudah lelah dan sering mimisan.
Merepotkan.
Dan menyedihkan.
Tapi tak ada yang bisa dia lakukan selain menurut pada Yuta mengenai pengobatannya. Dan membiarkan Jaemin pulang semakin malam untuk membiayai pengobatan Jaehyun.
Gen keras kepala dari keluarga Jung benar benar menurun pada Jaehyun dan Jaemin. Keduanya bersikeras menolak bantuan dari Yuta agar mereka tak perlu membiayai pengobatan. Bagaimanapun Jaehyun adalah sahabat Yuta, masalah finansial itu tak sebanding dengan hal hal apa saja yang sudah Jaehyun ajarkan padanya dulu.
Satu hal yang harus selalu Jaehyun tanamkan di otaknya.
Jangan mati, demi Jaemin.
Kalau saja orang tuanya ada disini sekarang, Jaehyun pasti tak perlu memikirkan banyak hal seperti sekarang ini. Kalau saja waktu itu Jaemin—tidak, jangan lagi.
Jaehyun menggeleng pelan dengan pemikiran bodoh yang kembali terlintas di kepalanya.
Dia sudah memaafkan Jaemin.
Ya, dia sudah memaafkannya.
Mungkin...
Jaehyun mengusap wajahnya. Dia sudah berusaha agar menyayangi anak itu. Tapi kenapa selalu tak bisa?! Dendam dan rasa benci itu masih ada. Ingin sekali Jaehyun pergi jauh tanpa harus melihat wajah anak itu. Wajah yang selalu mengingatkan pada sosok mendiang sang ibu.
"Kalau seandainya..."
"Jaemin lebih dulu mati..."
"Kira kira aku akan bagaimana, ya?" Gumam Jaehyun pelan.
Benar, selama ini dia hanya memikirkan kehidupan Jaemin jika dia mati nanti. Tapi kalau sebaliknya, Jaehyun harus apa?
"Jangan menyusulku." Jaehyun tersentak ketika mendengar suara Jaemin dari luar kamarnya.
"Jangan menyusulku, hyung." Ucap Jaemin pelan dari depan pintu sebelum kembali ke kamarnya.
Jaemin menutup pintu kamar. Menguncinya, lantas tubuhnya merosot ke lantai.
Benar dugaannya, Jaehyun tak sepenuhnya peduli. Dia masih sama seperti dulu, tapi hanya mencoba agar terlihat baik. Jaemin tahu lelaki itu linglung. Dia tak tahu harus mengambil jalan yang benar.
Jaemin mengusap airmatanya yang hampir menetes. Ya, untungnya dia tak terlalu berharap semenjak Jaehyun perlahan berubah.
Dia memang tidak terlalu berharap, tapi sudah terlanjur nyaman.
Jaemin tidak bodoh. Dia tahu mana yang palsu, dan mana yang tulus. Kepedulian Jaehyun padanya tidak palsu, hanya saja terkadang lelaki itu ragu.
Dddrrrtttt.... Dddrrrttttt....
KAMU SEDANG MEMBACA
When this rain stops || NCT dream x 127 [END]
Fanfiction"Dulu, ada seorang anak yang pintar dan selalu membuat orang tuanya bangga. Anak itu terus mendapat juara olimpiade dan selalu mendapatkan peringkat pertama di sekolahnya." "Lalu keluarga anak itu bangkrut dan kedua orang tuanya meninggal karena kec...