48.Aktorku

212 11 1
                                    

Menangis Saja Tak Cukup Untuk Menghadapi Sebuah Masalah Yang Sudah Ada Di Depan Mata.

"Saya ingin mengetahui penjelasan kamu tentang gosip yang sedang ramai diperbincangkan di sekolah ini," ucap Pak Edi.

Nasib Laura sudah berada di ujung tanduk antara dirinya akan jatuh atau ditarik seseorang untuk kembali. Laura mengharap hal baik untuk dirinya dan juga calon anak yang sedang dikandungnya.

"Laura sayang, tolong jawab ya. Ini tidak benar kan?" itu suara milik Bu Mega--Wali kelas Laura yang sudah dianggap orang tua oleh Laura.

"Pertama-tama saya meminta maaf kepada semuanya yang ada disini ataupun yang tidak ada---" tutur Laura sedikit terisak.

"Minta maaf buat apa. Nak? Ini ga bener kan?" Mega terus mencoba membela Laura dengan tidak mempercayai hal yang sedang hangat diperbincangkan.

"Sayang sekali .... Hal itu benar adanya bu, pak. Saya sedang hamil," ucap Laura seraya menundukan pandangannya.

Diluar ruangan sudah cukup ramai orang-orang yang ingin mengetahui hal itu dengan cara menempelkan telinga masing-masing ke pintu. Saat ini keadaan di dalam malah semakin memanas setelah Laura memaparkan kejujurannya.

"Astagfirullah, ini anak hasil zina kah?" tanya Pak Edi.

Laura menggeleng dengan cepat lalu menerangkan kejadian sebenarnya lagi, "Ini bukan sama sekali anak haram. Pak, saya sudah menikah enam bulan yang lalu dan anak ini ada disini sudah lima bulan atau lebih tepatnya bulan esok sudah enam bulan," jelas Laura mengatakan penuh ketegaran.

"Nak. Kenapa kamu melakukan hal ini, kamu gak sayang sama diri kamu sendiri." ucap Bu Mega penuh kehalusan.

"Maaf bu, maaf udah mengecewakan. Tapi ini semua faktor dari keluarga saya yang mengharuskan saya untuk menikah cepat," sahut Laura.

"Lalu siapa suamimu?"

Laura terdiam sejenak dengan memejamkan matanya sekilas, ia mengingat-ingat tentang chat yang dikirimkan oleh Arasya sore kemarin.

"Maaf bu. Sepertinya itu hal yang belum saya beri tahukan sekarang, nanti Ibu dan Bapak pasti akan tau sendiri tentang ini." Pungkas Laura dengan suara yang semakin gemetar menahan tangis.

Pak Edi bangkit dari duduknya dan mengusap kepala halus Laura.

"Bapak sangat sayang pada kamu tapi kenapa kamu melakukan seperti ini dan sama sekali tak terbuka dengan kami. Nasi sudah menjadi bubur, kamu harus menerima konsekuensinya," urai Pak Edi.

"Saya siap menerima konsekuensi itu meski yang terburuk sekalipun,"

"Hari senin besok dan seterusnya kamu tidak usah kesekolah," jelas Pak Edi.

"Maksudnya?"

"Hari ini adalah hari terakhir kamu ke Sekolah atau artinya kamu dikeluarkan dari sekolah," ujarnya dengan lembut.

Laura masih bisa menahan tangisnya kali ini tapi entahlah hatinya sudah terlebih dahulu menangis.

"Baiklah. Makasih untuk semuanya semoga kebaikan kalian dibalas Allah yang maha esa," tutur Laura lalu berdiri dan menyalami satu persatu guru yang ada di ruangan.

Diluaran sana Laura langsung disambut dengan seruan para siswa dan siswi ada juga yang melempar kertas ke tubuh Laura.

"Huuuu dasar cewe murahan!"

"Sonooo lo pergi! Ngapain disini, kotorr banget!"

"Ciee selamat yaa udah mau jadi emak-emak niehhh."

"Dasar l*nteee!"

"Anak haram tuh pastiinyaaa,"

"Huuuuu Hu Hu Huuu"

Omongan-omongan yang ditujukan pada Laura cukup membuat hatinya remuk apalagi melihat Adami yang berada disudut ruangan menampakan wajah sedihnya.

"Miii," lirih Laura lalu pergi keluar dari gedung sekolah.

Di halaman parkirpun Laura disambut dengan seruan tak jelas dari orang-orang ditambah lemparan tanah yang berhasil mengenai baju Laura.

"Yang kotor kayaknya harus dikotorin lagii ya kann,"

"Tambahiiinnn!"

Saat Laura berjalan menuju luar sekolah tangannya ditarik oleh seseorang lelaki yang tak lain adalah Raka.

"Apaa?" ucap Laura.

Plakk

"Maksud lo apa. Hah?" ketus Laura saat pipinya ditampar oleh lelaki yang ia kenal sangat lembut.

"Lo yang apa, Law. Ternyata semua ini bener? Lo hamil karna lelaki lain? Lo nikah tanpa sepengetahuan gue? Jadii lo anggap gue apa?" Raka mengeluarkan semua isi hatinya yang sedang marah pada Laura.

"Gue hamil karna suami gue, apa salahnya dan gue juga cuman anggep lo temen, tapi lo selalu anggap gue lebih. GUE EMANG KOTOR, KA. LO GA PANTES DEKET SAMA GUE!" jerit Laura diujung kalimatnya.

Raka mengusap wajahnya kasar, "Gue sayang sama lo tapi kenapa lo bales gue kaya gini?"

"Ya karna gue udah jadi milik orang lain. Kaa," timpal Laura.

Laura segera pergi dengan cepat keluar dari pekarangan sekolah yang semakin lama semakin tidak kondusif.

Gadis berjaket tebal itu menyusuri jalanan sepi dengan keadaan yang basah kuyup karena hujan yang membasahi dirinya. Meskipun ada beberapa yang berlalu lalang dijalanan namun tidak ada yang membantunya, apakah Laura sekotor itu? Atau emang orang lain tidak melihat dirinya?.

"Hiks, Hiks, Hiks. Ayahhh, Laura anakmu ini lagi sakittt,"

"Laura pengen pulang tapi Laura ga punya tempat untuk pulang. Apakah Laura harus nyusul Ayah? Tapi kasian anak Laura ini. Yahh,"

Dibalik hujan yang turun adapula air yang turun dari mata cantik Laura, ia tak tau harus kemana lagi untuk berlabuh selain rumahnya itu yang jauh.

"Mbak, mau kemana?" tanya seseorang yang cukup mengagetkan Laura.

"Saya mau pulang. Kak,"

"Ayo bareng saya antar," ucap Perempuan bermotor itu.

Tanpa pikir panjang lagi Laura naik keatas motor dan dengan cepat melaju menyusuri hujan yang semakin deras.

Sesampainya di depan rumah, Laura mempersilahkan perempuan muda itu untuk masuk terlebih dahulu.

"Masuk dulu kak"

"Gausah saya langsung pamit aja ya," ucap Kaka tadi.

"Mak--"
Belum merampungkan kalimatnya, motor itu telah pergi menjauh dari pandangan Laura.

Siapakah wanita itu? Wanita itu disuruh oleh Arasya untuk membantu Laura yang sedang berjalan sendiri ditengah hujan untuk pulang kerumahnya.

Aktor Itu Suamiku [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang