Selamat Membaca... :)
"Bu dokter?" panggil Arasya.
"Apakah kita bisa melakukan tes DNA pada kandungan Laura sekarang?" tanya Arasya.Laura menatap tajam Arasya yang berada disampingnya itu. Dirinya semakin kecewa dengan apa yang suaminya lakukan padanya.
"Syaa. Gaperluu kaya gitu," tolak Laura memegangi lengan kanan milik Arasya.
"Hemm. Kamu takut kan buat lakuin tesnya?" ucap Arasya penuh kecurigaan.
Laura membuang nafasnya kasar, kali ini Laura benar-benar marah pada Arasya, "Aku gak kaya gitu. Arasya!" tekan Laura menatap lebih tajam lagi wajah suaminya.
"Tenang, mohon tenang." Ambar menyela persilihan keduanya. Jikalau Ambar menjadi Laura dirinyapun akan sama marahnya dengan Laura tapi, Ambar tetaplah Ambar yang harus menengahi setiap pasien yang datang ketempatnya.
"Saya tidak menyarankan untuk tes DNA sekarang, melihat umur Ibunya dan kandungannya yang masih muda itu bisa membahayakan," lanjut Ambar menjelaskan.
Arasya memandang kecewa pada Bidan Ambar, "Terus kapan?" tanyanya.
"Meskipun kita bisa lakukan tes di usia kandungan dua belas minggu tapi, saya tak menyarankan hal itu. Lakukan pada usia kandungan dua bulan," sahut Ambar.
Akhirnya Arasya mengerti meskipun masih ada rasa kesal karena rencananya gagal kali ini. Yaa, Arasya merencanakan untuk memalsukan hasil tes DNA jikalau benar anak itu adalah anak kandung dirinya.
"Yasudah saya pamit," kata Arasya berlalu pergi keluar dari ruang pemeriksaan.
Laura segera bangkit untuk menyusul Arasya pergi, "Makasih ya dok," ucap Laura terburu-buru.
....
Hampir satu jam keduanya menghabiskan waktunya diperjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah dengan keadaan yang sama, hening.
"Arasya!" panggil Laura sedikit meninggikan suaranya.
Arasya menghentikan langkahnya dan berbalik badan kearah Laura, "Apa?" tanyanya ketus.
"Kamu ini apa-apaan sih, masih belum percaya bahwa anak ini anak kandung kamu?" tutur Laura.
Arasya berdecak, "Aku masih belum bisa percaya!" jawabnya.
Laura mendekati Arasya lalu memegang tangannya seperti memohon.
"Aku mohon kamu percaya, aku gak pernah ngelakuin apa-apa selain sama suamiku sendiri yaitu kamu. Syaa," lirih Laura menahan genangan air dimatanya agar tak jatuh.
"LEPAS!" Arasya melepaskan tangan Laura dengan kasar hingga Laura terdorong kebelakang.
"Aku gak akan pernah percaya!" kecam Arasya dan berlalu pergi.
Tak terasa butiran bening dari mata Laura mulai jatuh dengan derasnya, ia menangis tanpa suara.
"Loo kok jadiii jadi jahattt!" suara itu terdengar gemetar.
Gelapnya langit telah menyapa ditemani dengan dinginnya malam menusuk hingga tulang-tulang seorang wanita yang terduduk dibalkon kamarnya.
"Sakit bangett. Hikss,"
Bukan tubuhnya yang sakit melainkan hatinya. Ia menjadi takut dengan perubahan sikap suaminya, ia juga marah dengan sikap suaminya, banyak yang Laura rasakan saat ini.
"Ibuuu. Laura kangen, meskipun Ibu buk--- Hiks," lirih Laura seraya memeluk tubuhnya sendiri.
Brakk
Terdengar suara pintu terbanting membuat Laura kaget dan segera menghapus jejak air matanya."Arasya, mau kemana?" tanya Laura dengan suara paraunya.
Arasya tak menjawab, ia mengambil jaket hitam miliknya yang menggantung dibalik pintu.
"Ini udah malem, kamu mau kemana?" tanya Laura sambil menyusul langkah jenjang suaminya.
Semakin lama semakin cepat Arasya melangkah begitupun dengan Laura, ia terus mengejar Arasya hingga ke lantai bawah rumahnya.
"Syaaa, jawab!" ujar Laura.
Dengan cepat Laura menarik baju belakang Arasya membuat Arasya terhenti secara paksa.
"APAAN SIH!" marah Arasya menepis pegangan tangan Istrinya itu.
"Mau kemanaa?" tanya lagi Laura.
"BUKAN URUSAN ELOO!" bentak Arasya seraya melebarkan matanya.
Hikss
"Dasar cengeng," dengus Arasya lalu pergi meninggalkan Laura yang sedang menangis.
Selama Arasya pergi malam itu, Laura terus menunggu dikursi ruang tamu sambil sesekali mondar-mandir dan melihat keluar melalui jendela.
"Syaa. Kamu kemana?" tanyanya lirih seraya menatap keluar.
Jam telah menunjukan pukul 02.25 tapi belum ada tanda-tanda kepulangan Arasya. Dingin semakin menusuk tubuh Laura, dirinya tak bisa tidur karena mencemaskan Arasya.
Saat Laura mulai akan terlelap, tiba-tiba suara gerbang rumahnya terdengar terbuka.
"Arasya!?" ucapnya lalu bangkit dari duduknya.
Cklekk
Suara pintu terbuka menampakan Arasya dengan pakaian kusut dan juga rambut yang tak karuan arahnya."Kamu kenapaa?" tanya Laura mencoba menahan tubuh Arasya yang tak seimbang.
Arasya mabuk.
"Kamu kenapa... Pusing?" tanyanya lagi tak mengerti.
"Diem loo gue bunuh juga nih," ucap Arasya dengan nada bicara layaknya orang mabuk.
Laura bergidik ngeri tapi dirinya tetap membawa Arasya ke kamarnya.
Perjuangan Laura tak sia-sia untuk membawa Arasya tidur didalam kamar.
"Kok bau parfum cewe, ini bukan parfum punya Arasya." gumamnya.
"Bau banget mulutnya," lanjutnya.
"Arasya mabuk?"
Pikiran Laura penuh dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Arasya. Darimana ia pergi? Kenapa bau parfum cewe? Dan kenapa Arasya bisa mabuk? Semua ada dalam pikiran wanita berambut panjang itu secara bersamaan.
"Heyy cewe. Main-main sama abangg yuuk!" gumam Arasya ditengah-tengah tidurnya.
Laura semakin yakin bahwa suaminya itu bermain-main dibelakang Laura. Laura marah, Laura kecewa, Laura sedih dan Laura kesal dengan Arasya.
Next..
Ada Apa Dengan Arasya...?
Apakah Laura Akan Kuat Menghadapi Semua Ini...?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aktor Itu Suamiku [SELESAI]
Teen Fiction{ŚÉĹÉŚĄÌ} "AWALNYA EMANG MEMBOSANKAN, TAPI DIHARUSKAN UNTUK DIBACA TERUS" Hati Dan Pikirannya Sangatlah Bertolak Belakang, Apalagi Dengan Tujuannya. Banyak Yang Diinginkan Oleh Aktor Muda Itu Dari Perjodohannya Dengan Seorang Gadis Sederhana Berum...