"Daddy jangan pelgi!!" teriak Denzel.
Namun sayang suara bocah itu tak sampai di indera pendengaran Kinal, karena keadaan bandara yang begitu ramai, dan banyak pengumuman menuju tempat-tempat yang dituju.
Greepp.
Sepasang tangan memeluk Kinal dari belakang, bukanya hanya membuat Kinal kaget serta terdorong kedepan. Sinka pun kaget dan refleks melihat kesampingnya, Kinal."Dua minggu tanpa kabar, sekarang mau tinggalin aku lagi?" ujar perempuan yang menyembunyikan wajahnya di punggung Kinal.
DEG...
Kinal terkejut, melihat penampilan wanita muda yang memakai hoodie putih dan celana pendek selutut. Bukan tampilanya, melainkan wajahnya yang terlihat sayu dan bagian matanya membengkak. Segera saja Kinal kembali menarik nya ke dalam pelukan
"Bella kakak minta maaf. Kamu tahu kakak sayang banget sama kamu. Tapi kakak gak bisa kalau terus disini, temani papa dan mama ya?" tangan Kinal mengusap sayang kepala belakang adiknya.
Bella menggelengkan kepalanya dan semakin terisak "Bella mau ikut kakak, Bella gak mau disini" rengeknya. Kinal berusaha menenangkannya.
Kembali, bunyi suara peringatan untuk segera menaiki pesawat terdengar, mau tak mau menghentikan drama perpisahan si adik yang tak mau ditinggal pergi. Sinka yang sedari tadi menjadi penonton, kini berinisiatif untuk mengambil tindakan.
"Bella, kak Sinka akan uruskan jika kamu ingin datang ke L.A kapan saja. Tolong mengerti ya ini untuk kebaikan kak Kinal sayang" Sinka sedikit menarik lengan Bella.
"Ikut sebentar" bisik Sinka.
"Kinal sedang tidak baik Bella, dua minggu ini kakak mu dirawat. Dan hampir kehilangan nyawa. Untuk lebih lengkapnya Opa Elyas yang akan menjelaskan, yang pasti ini demi kebaikan kak Kinal. Tolong mengerti yah sayang" ujar Sinka sambil mengusap sisi wajah Bella dengan lembut.
Bella menatap mata Sinka yang memberikan pengertian dan permohonan. Membuat gadis remaja yang baru memasuki jenjang kuliah itu, memaksa otaknya untuk berpikir dewasa. Ia tidak boleh memaksakan kehendak. Anggukan kepala dari Bella, membuat Sinka tersenyum lalu memeluk Bella yang sudah ia anggap adik sendiri. Terlahir sebagai anak tunggal membuat Sinka kesepian, tak ada kawan berbicara atau berbagi dalam hal apapun, itu yang Sinka rasakan. Maka dari itu ia sangat mudah dekat, terutama sangat menyukai anak kecil karena sedari dulu selalu berharap untuk bisa memiliki seorang adik.
Lambaian tangan dari Kinal dan Sinka sudah tak terlihat, mengakhiri semuanya. Setetes airmata terjatuh menjadi hal terakhir yang Bella lakukan, entah kenapa ia begitu tak rela melepas kepergian kakak nya. Dan seseorang perempuan yang memakai topi hitam datang menghampiri. Menepuk lembut pundaknya seolah memberikan kekuatan untuk tegar.
Bella menoleh dan menghambur memeluk saudari ipar nya, Gracia
Dan kejadian itu tak luput dari pengawasan seseorang yang sedari tadi menyaksikan semuanya dalam sembunyi nya. Airmata Rifat pun kembali lolos, entah kenapa ia merasakan sakit dan sesak yang teramat sangat. Sesungguhnya jika boleh ia ingin menahan Kinal untuk tidak pergi, hatinya merasa begitu berat melihat putranya pergi dan
merasakan ketakutan yang tak Rifat mengerti.
Kini di hatinya hanya bergumul penyesalan besar.Penyesalan ialah sebuah emosi atau perasaan yang negatif, yang menyalahkan diri sendiri atas hasil yang buruk, rasa kehilangan, atau hampa atas suatu hal yang dirasakan semestinya.
Rasa tak rela melihat kepergian Kinal juga dirasakan oleh seseorang yang berada di sudut lain, Veranda tak mampu lagi menahan desakan airmata yang sedari tadi memaksa untuk terjatuh, sesak di dadanya semakin menghimpit paru-paru. Dan rasa sakit di hatinya semakin dalam. Maaf Kinal, maaf aku menyakitimu. Maafkan bunda juga nak. Batin Veranda yang kini mencium kepala Denzel yang masih menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Levirate (END)
Fanfiction(Venal area) Warning Awas BAPER !!!! [Private acak] 😼 (25 oktober 2016) BxG Ketika Cinta sejati hadir menjelma Cinta yang baru, menawar hati yang sudah tertutup mati. "Hati dan Cintaku sudah mati , tapi Kenapa dengan perlahan namun pasti kamu...