part 29 'his depression'

1.9K 275 99
                                    

One week Ago.



ddrrrtttt.....ddrrrtttt....dddrrrrrrtt

"Hallo"

"Sinka boleh aku kerumah kamu sekarang ?"

"Kinal aku sudah berada di L.A"

"----------"

Kinal langsung terdiam, memunculkan tanda tanya pada Sinka. Cukup lama sampai Sinka mengecek ponselnya untuk memastikan terputus atau tidaknya. Nyatanya telepon masih terhubung. Tiba-tiba saja Sinka merasa ada yang tidak beres dengan Kinal.

"Kinal, ada apa ? Apa yang terjadi ?"

"Ah tidak, aku tidak apa-apa, sudah dulu ya"

Bip

Sinka mengerutkan kening menatap ponselnya, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya. Pikiranya sibuk mengira-ngira apa terjadi dengan Kinal.

Sinka tak lantas percaya begitu saja pada jawaban Kinal, ia yakin terjadi sesuatu pada Kinal. Perasaan nya tidak mungkin salah. Semua itu diperkuat dengan suara Kinal yang terdengar pilu dan sarat akan keputusasaan, seperti pada malam dimana Kinal mendatangi nya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Tanpa pikir panjang Sinka menghubungi temannya yang bekerja di bandara untuk memesan tiket, tanpa mempedulikan waktu, Sinka mengambil penerbangan jam berapa pun asalkan dirinya bisa tiba di Jakarta hari ini juga. Padahal Sinka baru empat hari berada di Los Angeles mengurusi pekerjaannya, Sinka bergegas memberesi barangnya.  Apapun dan kapanpun demi Kinal, Sinka rela. Masalah pekerjaannya Sinka akan menghubungi Crist nanti, untuk memberikan alasan dan penjelasan.

**

Kinal memutus panggilanya sepihak, ia memasukan kembali telpon genggamnya. Dilihatnya sejenak jam tangan yang menunjukan pukul satu malam, hujan pun sudah reda sejak satu jam lalu. Kinal memutuskan untuk masuk.

Keesokan harinya, Kinal pergi pada pagi buta. Dan seharian penuh Kinal tidak keluar dari ruanganya, ia menguncinya dari dalam. Pikrianya masih tak menentu, Kinal benar-benar butuh seseorang untuk menjadi tempat sandaranya.

Kinal tak mempedulikan beberapa ketukan pintu, sedari tadi yang Kinal lakukan hanya diam melamun. Memikirkan semuanya.

Sampai tiba malam barulah Kinal keluar dari ruanganya, di jam biasa ia pulang paling terakhir dari kantor. Tatapannya kosong, bahkan sapaan dari kedua satpamnya pun tak Kinal hiraukan. Ia seolah mendadak tuli.

Kinal memilih untuk tidak pulang, ia menuju taman yang terlihat sepi di hari ini, seolah memang sudah di khususkan untuk nya. Hatinya masih hancur berkeping. Dan pulang hanya akan memperparah keadaanya, walau Kinal terus berusaha untuk meyakinkan dirinya. Mensugesti pikiran nya bahwa ia mampu menghadapi semua ini. Tapi tetap saja ia tidak mampu untuk meredam semua rasa sakit dan luka yang terus bergejolak di hatinya. Walaupun dia seorang lelaki, ia punya hati dan perasaan. Seperti batu karang yang di terjang ombak secara terus menerus, semakin lama akan mampu terkikis habis, bagaimana dengan hati ? Yang tidak tercipta dari batu atau apapun benda keras. Secara terus menerus di torehkan luka, Beruntung saat dijalanan, tidak terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. Padahal Kinal hampir menabrak pengendara motor di depan mobilnya. Umpatan kasar dan beberapa klakson dari para pengendara lain pun, tak Kinal hiraukan ia malah semakin mempercepat laju mobilnya tak peduli.

Kinal duduk sendirian dengan tangan bersedekap dada. Masih dengan tatapan kosong lurus kedepan, hujan gerimis pun tak berpengaruh sedikitpun padanya. Kinal benar-benar frustasi, ia kehilangan arah dengan semua kenyataan yang ia dengar. Hancur, sakit, perih dan rasa kecewa yang begitu mendalam. Menimbulkan luka yang teramat sangat besar dan menganga dan di beri taburan garam. Kinal tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya ? Semuanya sudah lenyap begitu saja saat ucapan menyakitkan itu terdengar gendang telinganya.

Levirate (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang