part 7 "How if..."

2.1K 243 27
                                    

Saat ini suasana di meja makan dipenuhi keheningan, sarapan pagi kali ini benar-benar tak ada satupun, canda tawa atau obrolan ringan yang sudah menjadi kebiasan disetiap paginya. Apalagi jika weekend  seperti sekarang.

Veranda dan Deva hanya saling lirik dalam diam, seolah mereka berdua tengah berbicara melalaui telepati, sungguh tak mengenakan berada di kondisi hening seperti ini. Terdengar deheman dari Papa.

"Ohya Deva bagaimana keadaan Perusahaan,  serta laporan keuntungan di bulan ini? "  tanya sang Papa sedikit meretas hening.

Deva menaruh sejenak sendok yang ia pegang,  meminum air putih terlebih dulu sebelum menjawab.  "Baik Pa,  semuanya masih stabil. Dan mengenai keuntungan belum ada peningkatan yang signifikan dari bukan sebelumnya"

Papa menyimaknya dan hanya menganggukan kepala, selanjutnya kembali hening menyelimuti suasana.

Terdengar decitan kursi yang terdorong mundur, Bella berdiri dari duduknya. "Aku udah selesai,  pagi ini Bella ada janji sama teman. Mau siap-siap" Bella pun melenggang meninggalkan ruang makan.

"Mau kak Kinal antar? "

Pertanyaan Kinal menghentikan sejenak langakahnya yang hampir menaiki tangga, Bella menoleh sejenak "nggak perlu,  makasih" ia kembali melanjutkan langkahnya.

Tak lama,  kini giliran sang Mama yang mengakhiri acara sarapan paginya.

"Mama juga sudah selesai, Mama duluan"

"Lho Ma gak nungguin Papa selesai ?" namun Mama tak menggubrisnya. Papa hanya menghela nafas pasrah. Lalu beralih menatap Kinal.

"Mamamu dan Bella masih marah" ujar Papa.

Kinal hanya diam, sejujurnya ia merasa sedih didiamkan oleh Mama dan adiknya seperti ini. Namun keinginannya untuk kembali ke USA dan penolakan sang Mama membuatnya bimbang. Bagaimana ini? Haruskan ia menjadi pribadi egois? Hanya karena sesuatu di masa lalu ?.

Disisi lain Kinal ingin memenuhinya permintaan orangtuanya untuk kembali menetap di Indonesia,  namun di satu sisi tak memungkinkan untuk Ia melakukanya. Karena alasan yang hanya ia yang mengetahuinya. Kinal mengusap wajahnya frustasi.

Bagaimana pun Kinal sangat menyayangi ibunya, walau sedari kecil Kinal lebih sering di nomor duakan oleh orangtuanya karena sesuatu hal. Namun tak membuat rasa hormat dan sayangnya pada kedua orangtuanya berkurang.

Kinal masih bersyukur walau Deva selalu mendapat perhatian lebih,  orangtuanya tak melupakan keberadaannya. Dan tetap membagi kasih sayang kepadanya walau tak se-unggul Deva. Bahkan Kinal selalu diajarkan untuk selalu mengalah dalam hal apapun jika berkaitan dengan Deva, perbedaan usia yang terpaut satu tahun tak ayal mereka terlihat seperti anak kembar. Namun dapat di bilang Kinal lah yang lebih memiliki sifat ke-kakak an dibanding Deva saat itu.

Walau begitu,  Kinal Dan Deva saling menyayangi sebagaimana kakak dan adik. Deva bahkan selalu merasa sedih ketika orangtua mereka lebih memperhatikan dirinya,  maka dari itu Deva amat menyayangi Kinal adik semata wayangnya sewaktu dulu. Dan Deva membenci keadaan dirinya yang membuat kedua orangtua nya memprioritaskan dirinya dibandingkan Kinal sang adik.

Kinal akan sukarela mengalah apapun demi Deva. selain karena alasan itu, Ia juga begitu menyayangi Deva sebagai kakaknya.

Deva menepuk pundak Kinal,  yang sedari tadi malah melamun. Kinal yang tersentak kaget,  berusaha menormalkan raut wajahnya. Saat ini Deva dan Kinal berada di perpustakaan mini yang berada di lantai 2, ruanganya menghadap ke halaman belakang rumah mereka. Dengan pintu kaca yang terbuka lebar sehingga Deva dan Kinal berdiri di balkon dan menatap pemandangan sekitar.

Levirate (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang