Sejak satu jam lalu, ponselku terus bergetar menandakan telepon masuk di dalam saku celana yang aku kena kan. Membuat satu pertanyaan muncul di kepalaku, siapa yang menelponku terus menerus ? Karena saat ini aku sedang mengikuti private meeting. Yang tak membolehkan aku dapat mengangkat telepon barang sedetik pun.
Dua jam yang aku habiskan untuk mengikuti meeting tadi, sekarang aku sedang menuju mobil ku untuk pulang.
Dan lagi-lagi ponselku bergetar, ketika aku tiba dalam mobil. Ternyata panggilan dari Indonesia yang lebih tepatnya dari adiku Bella. Seketika rasa tak enak menyelimuti hatiku dengan cepat."Hallo.."
"Kak Kinal ! Aku mohon kakak pulang saat ini juga, penting."
"Memangnya ada apa ?"
"Ini soal kak Deva.....
Suara Bella melirih seketika, dan ini membuatku semakin tak nyaman. Keheningan langsung menguasai, kami sama-sama terdiam dengan pemikiran masing-masing, sampai kesadaran membangun kan ku lebih dulu.
" Bell ??" panggilku untuk memastikan Bella masih terhubung.
"Kak Deva kritis"
Deg.
Tut....tut...tut....
Telepon langsung terputus begitu saja yang dimatikan sepihak oleh Bella, suara terakhirnya terdengar bergetar seperti menahan tangis. Ya Tuhan semoga tidak terjadi apapun disana.
Tanpa pikir panjang aku langsung menancap gas menuju Bandara, pikiranku kalut tertuju pada kakakku. Rasa takut pun mencekal hatiku, namun aku berusaha tenang untuk mengendalikan diriku. Ku ambil kembali ponselku untuk menghubungi Sinka, dan bersyukur karena Sinka cepat menjawab hanya dengan satu kali sambungan.
"Iya Nal ?"
"Sinka.. Please tolong aku, pesankan tiket pesawat untuk ke Indonesia sekarang juga."
"Hah.... Memangnya ada apa ?"
"Lakukan saja Sinka, aku sedang menuju Bandara. Aku janji nanti akan aku jelaskan semuanya"
Bip.
Kumatikan begitu saja panggilan telpon ku pada Sinka, aku tak membawa barang apapun. Hanya tas kecil yang berisi dompet, paspor dan ponsel yang baru saja ku masukan.
***
Pikiran ku kosong dan mataku terpaku pada pemandangan yang berada di depan mataku ini. Cukup banyak kerumunan para pelayat, Aku sendiri berdiri paling belakang sedikit agak menjauh dari kerumunan para pelayat, dengan sengaja. Bukan bermaksud tak baik namun aku hanya tak sanggup melihatnya, tubuh ku serasa kaku tak mampu untuk melakukan apapun selain diam mematung. Rasa tidak percaya ku masih begitu kuat mendominasi hati dan logika ku.
Kenapa ?
Mengapa seperti ini ?
Hanya dua pertanyaan itu saja yang terus bergulung di pikiranku, aku diam tak mampu bersuara. Bahkan airmata ku pun tak mau mengalir, sementara kesedihan sangat begitu terasa dan mendominasi suasana siang sini.
"Devaaa....."
Aku menyaksikan semuanya dari tempatku berpijak, teriakan Mama begitu histeris saat jasad kakaku mulai di kebumikan. Papa langsung merangkul dan menenangkan Mama, sedangkan Veranda berada dipelukan Papanya menyaksikan dan melihat Kak Deva untuk yang terakhir kalinya, isak tangisnya pun tak kalah pilu dari Mama. Raut wajah Veranda sangat jelas menggambarkan kesedihan yang amat dalam. Bella adik bungsu ku pun terlihat sama begitu sedih dan kehilangan. Begitu pun dengan aku sendiri, memperhatikan semua wajah orang yang ku sayangi dari sini, dibalik punggung-punggung kerumunan para pelayat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Levirate (END)
Fiksi Penggemar(Venal area) Warning Awas BAPER !!!! [Private acak] 😼 (25 oktober 2016) BxG Ketika Cinta sejati hadir menjelma Cinta yang baru, menawar hati yang sudah tertutup mati. "Hati dan Cintaku sudah mati , tapi Kenapa dengan perlahan namun pasti kamu...