part 39

927 144 44
                                    

Sang fajar yang sudah menyingsing dengan gagahnya, menebar sinar terangnya diseluruh bumi. Seperti berkompromi dengan kumpulan awan yang terbagi-bagi mengambang di udara, memperlihat kan langit biru yang begitu indah sebagai latar belakang awan putih.

Riuk gemuruh ombak, dan semilir angin menyapa dengan lembut tubuh Veranda yang masih lelap dalam tidurnya. Detak jarum jam yang terus berputar menghantarkan jarum kecil menuju pada angka 8. Hingga dengan perlahan kelopak matanya terbuka, mengerjap beberapa kali menyesuaikan keadaan dari gelap ke terang. Bergeming mengamati sekeliling, mengumpulkan kesadaran dengan penuh.

Veranda bangun, dengan mata menyipit karena kamarnya sudah terang benderang, dengan beberapa jendela terbuka. Menggoyangkan helaian gorden putih yang terkibas oleh angin pantai. Veranda sedikit merutuki dirinya yang terlambat bangun, maklum saja semalam ia dan Kinal beranjak dari pantai pukul 1 dini hari. Sekelebat kilasan kejadian semalam berputar di otak Veranda. Mereka ulang kejadian semalam, yang berefek pada pipi chubby nya yang sedikit memerah. Tanpa sadar, tangan Veranda terangkat memegang bibirnya. Secara otomatis pikiranya kembali mengingat, sentuhan bibir Kinal. Kelembutannya, manisnya, dan lumatan lembut yang cukup membuat Veranda mabuk kepayang.

"Bunda?" ucap Denzel yang tiba-tiba masuk kedalam kamar dengan tanganya memegang botol dot yang tinggal setengah.

"Sayang, sini" Ve memangku Denzel dan memberikan beberap ciuman di pipi putranya itu.

"Bunda, ayok cari Daddy. Zel mau Daddy"

"Lho memangnya tadi Denzel bangun gak sama Daddy ?" tanya Ve, ia mengira Denzel terbangun bersama Kinal. Dan bocah kecil itu hanya menggelengkan kepalanya. "Ayok,, bunda bangun, Zel mau Daddy"

Veranda menghela nafas, lalu menggelengkan kepalanya. Putra nya ini jika sudah berkeinginan, harus segera dituruti. Kalau tidak, Denzel akan terus merengek atau mengeluarkan tantrumnya. Ve keluar kamar sambil menggendong Denzel, ia melihat keadaan sekeliling mencari keberadaan adiknya.

"Kenapa gak ada yang bangunin kakak sih ?" ujar Ve pada Gracia dan Bella yang ternyata sedang bersantai membaca majalah di Gazebo samping Villa.

"Mana kita tau kak, lagian kata kak Kinal  kakak lelap banget tidurnya" jawab Gracia sambil melihat kakaknya, lalu kembali mengamati majalahnya. Membuat Ve hanya terdiam, dan sedikit membuat gemuruh di hatinya mendengar nama Kinal.

"Ayo, bunda.. cari daddy" dengan Denzel menyadarkan Ve dari diamnya.

"Kalian tau kak Kinal ada dimana?"

Bella Menoleh kepada Ve. "Kayaknya masih di tempat gym deh kak"

Veranda hanya mengangguk, lalu meninggalkan kedua adiknya menuju tempat gym yang berada dekat kolam renang.

Benar saja, Kinal masih berada di ruangan yang penuh dengan alat-alat olahraga. Terlihat oleh Ve karena pintunya menggunakan kaca, Ve membuka pintu kaca itu. Membuat Kinal yang sedang melakukan sit up dengan sebuah alat menoleh. Kinal menghentikan aktifitasnya, menyambut Ve dan Denzel dengan senyuman khas nya.

"Daddy" seru Denzel mengarahakan kedua tanganya pada Kinal, meminta untuk di gendong.

Mendadak keadaan antara Kinal dan Ve sedikit canggung. Terutama untuk Ve, insiden semalam masih berputar dikepalanya. Membuat pipinya kembali merona, apalagi di hadapan Kinal langsung.

"Daddy, ayok belenang. Daddy kemalin janji mau belenang" ujaran Denzel, membuat Kinal memutuskan tatapanya pada Veranda.

"Oke, yuk kita Berenang"

Kinal berdiri dan mengambil botol minum, lalu ia memutarkan tubuhnya berniat mengambil haduk yang ia gantungkan di alat olah raga yang ia pakai. Namun terlambat, Veranda memberikan handuknya. Lagi-lagi kedua mata mereka bertatap canggung. Entah Veranda refleks saja, padahal ia tak berniat melakukan itu. Tapi tangannya dengan lancang melakukan itu. Whats wrong with me? Ve menggelengkan kepalanya lalu mengikuti Kinal yang berjalan lebih dulu.

Levirate (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang