part 17 Untitle

1.9K 229 39
                                    

Sudah satu minggu berlalu, selama itu pula hubungannya dengan Veranda masih tetap dingin. Keduanya tidak pernah berbicara sedikitpun, jangankan untuk sekedar menyapa. Bertatap muka saja dapat dihitung jari, dan selalu berakhir dengan Ve yang membuang pandangan. Miris bukan ?

Sikap Veranda lah yang membuat hubungan keduanya sedingin Es, Kinal yang lebih banyak diam hanya membiarkan sikap Veranda terhadapnya. Karena Kinal merasa pantas diperlakukan seperti itu, karena dirinya lah  yang membuat keadaan seperti, ialah penyebab kesedihan di keluarga Prawira. Maka dari itu Kinal hanya diam menerima perlakuan kurang baik dari Veranda, bahkan Mama nya pun turut serta dalam menyalahkan Kinal.

Tok ... Tok... Tok..

"Kak ?" panggil Bella memastikan, sebelum membuka pintu.

Clekk

"Ada apa Dek ?" tanya Kinal yang sedang duduk dengan beberapa buku bacaan.

"Kakak Di panggil Papa , katanya ada yang mau dibicarakan" ujar Bella. Kinal sedang berada di ruang baca yang berada di lantai dua. Kinal pun mengangguk dan menutup buku yang sedang baca, ia turun bersama Bella.

Di ruang keluarga sudah ada Rifat dan Neni, Veranda dan juga Denzel yang sedang meminum susu dipangkuan Veranda.

"Daddy..." seru Denzel saat matanya melihat Kinal, ia beringsut turun untuk menghampiri Kinal.

Kinal tersenyum sambil menggendong Denzel, lalu duduk dengan Denzel di pangkuanya. "Hallo sayang"

"Ada apa Pa ?" tanya Kinal langsung.

"Bella, sebaiknya kamu temani Denzel dulu" ucap Papa yang langsung di turuti Bella. Kinal menatap sendu pada sang Mama.

Rifat sang Papa  memperhatikan Kinal dan Veranda bergantian. Lalu helaan nafas keluar dari mulutnya, Rifat merasa iba pada keadaan Putra dan menantunya. Terutama pada Kinal, ia merasa bersalah dan kasihan. Mengingat bagaimana dulu ia jarang memperhatikan nya sampai sekarang Kinal telah tumbuh menjadi pria dewasa.

"Pa.. ? " ucap Kinal.

Rifat kembali tersadar, ia mengusap wajahnya sejenak. Lalu menarik nafas panjang sebelum membahas yang akan ia sampaikan.

"Begini Kinal, secepatnya Papa ingin kamu segera memimpin Perusahaan"

Hening, tak ada tanggapan baik Kinal maupun Veranda. Melihat tak ada jawaban Rifat pun melanjutkan ucapannya.

"Jika kamu tidak keberatan, lusa Papa akan segera mengenalkan sebagai pengganti Papa"

"Tapi Pa, apa tidak terlalu cepat ? Apalagi Papa memberikan posisi tertinggi untuk Kinal. Dan juga Kinal tidak tahu-menahu soal bisnis, aku lulusan arsitek bukan pebisnis seperti Papa dan Deva" ucap Kinal yang akhir nya bersuara.

"Sudah sepatutnya kamu menggantikan Papa, apalagi sekarang Deva sudah tiada. Hanya kamu harapan Papa" terdengar nada sedih saat mengucapkan nama Deva.

"Dan masalah perusahaan, Veranda yang akan mengajarkan kamu. Papa yakin kamu dapat mempelajari dengan cepat"

Kinal sedikit terkejut, namun dengan baik Kinal menguasai dirinya. Dan tetap bersikap biasa saja.

"Bagaimana Kinal ? Dan kamu tidak keberatan kan Ve ?" sambung Rifat dengan menatap Kinal Dan Ve bergantian.

"Ve ikut Papa saja" jawab Ve singkat.

Entahlah mendengar nama Veranda. Membuat  Kinal  tak bisa menjawab apapun lagi. Ia memasrahkan keadaan ke depan nya, yang otomatis ia akan lebih sering berinteraksi dengan Veranda. Masalahnya bagaimana ia bisa bekerja sama dengan Veranda, bertatap muka saja Veranda enggan dan menghindar.

Levirate (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang