part 31 'when i feel hurt'

1.8K 248 58
                                    


Pagi ini, Kinal menuruni tangga bersama Denzel. Sampai di meja makan sudah ada Bella yang duduk lengkap dengan seragam sekolah nya, tanganya sibuk membuat beberapa lapis roti untuk sarapan. "Wah ponakan onty Bel udah cakep, sini-sini duduk sama onty" seru Bella yang melihat Kinal datang dengan Denzel di gendongan ya.

Kinal menurunkan Denzel di sebelah Bella, lalu ia menarik kursi untuknya duduk. Bella memberikan roti yang tadi sudah ia siapkan pada Kinal. "Ini kak, udah Bella buatkan. Tanpa selai cokelat"

Kinal mengagguk tersenyum menerimanya, "makasih" tak berselang lama kedua orangtuanya datang. Melihat itu mood Bella langsung berubah, gadis belia itu tiba-tiba berdiri untuk segera pergi dari meja makan. Ia sungguh malas berhadapan dengan orangtuanya, rasa kecewa dan marahnya masih belum hilang.

"Kak, Bella duluan ya. Bella Lupa hari ini ada jadwal piket"

Kinal mengernyitkan dahinya melihat Bella. "Lho tapi sar-" ucap Kinal terhenti.

"Aku berangkat" sela Bella mengambik tas nya yang ia simpan di kursi tanpa mempedulikan orangtua nya.

"Bella tolong jangan berbuat hal tidak sopan seperti itu, kakak tahu kamu hanya beralasan" cegah Kinal.

"Aku gak mau kak, aku malas berada satu meja makan dengan mereka" Bella mengacungkan telunjuknya tanpa mengalihkan pandangannya.

"Bella! " intonasi Kinal sedikit meninggi, ia tidak suka jika adiknya bersikap tidak baik pada orangtua.

"Kak please jangan paksa Bella, Bella masih gak terima dengan sikap mereka pada kakak, terutama Mama"

"Bella cukup kita sudah membahasnya, jaga sikap kamu pada Mama" Kinal berusaha menenangkan dirinya agar tidak lepas kontrol. Sementara Neni dan Rifat hanya diam melihat kedua anaknya.

Bella tersenyum kecut, lalu mengalihkan tatapan nya pada Neni. "Mama lihat kan, kak Kinal masih saja membela Mama. Harusnya Mama malu!" bentak Bella diakhir kalimatnya, lalu dengan cepat melangkah kan kakinya untuk segera pergi.

"Bella.." lirih Neni.

Kinal menghembuskan napasnya lalu menatap ibunya. "Ma, jangan ambil hati uca--"

"Semua ini gara-gara kamu, Bella menjadi seperti itu karena kamu! Apa yang kamu katakan pada Bella sehingga dia berani seperti itu. Kamu hanya membawa pengaruh buruk untuk Bella. Aku benar-benar menyesal melahirkan kamu, seharunya dulu aku mem--

"Ma!"

Rifat memberikan tatapan penuh pringatan pada Neni, dan hal itu semakin membuat Neni tidak suka lalu melengos pergi begitu saja.

Kinal menunduk memejamkan mata, menahan rasa perih dihatinya yang masih basah dan bernanah, yang diberi taburan garam.

Rifat mengusap wajahnya, lelah. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi istrinya. Rasa penyesalan dan berdosa terus menggerogoti hatinya, ia menyesalkan sikapnya dulu pada Kinal yang tidak pernah adil. Bahkan kini saat ia mendapat kesempatan untuk menebus semuanya, segalanya terasa begitu sulit. Sebagai seorang ayah Rifat malu, ia kecewa dan marah pada dirinya sendiri. Ia menyesal tak pernah mendengarkan perkataan ibunya.

Hening setelah keributan terjadi, mereka melupakan Denzel yang terdiam takut menyaksikan semuanya. apalagi saat melihat Neneknya membentak Kinal. Bocah itu belum mengerti situasi yang terjadi, yang ia paham hanyalah neneknya memarahi Daddy nya. Dan Denzel tidak suka.

"Bunda.." Panggilnya begitu melihat Veranda, ia langsung menghampiri dan meminta di gendong oleh Veranda yang baru saja menginjakkan kakinya di ruang makan ini.

Veranda mengusap-usap punggung Denzel yang memeluk lehernya erat. Lalu mata Veranda menatap sejenak pada Kinal, lalu pada Rifat. "Ehm Pa, kayaknya Ve Sama Davi langsung berangkat sekalian antar Denzel dulu"

Levirate (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang