#19. Dewa ke mana?

1K 90 1
                                    

•<☆>●[◇]•°•♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


<☆>

[◇]

°

Suara rombongan motor Dara dan anak-anak ROABIGON memekik telinga pak Rudi yang sedang mencuci mobil di halaman rumah. Semenjak Dara tidak lagi memakai mobil, pak Rudi kerap kali kebingungan harus melakukan apa. Mencuci mobil hanyalah pengisi waktu kekosongan yang ia miliki.

"Pak, perasaan kemaren baru di cuci, sekarang kok di cuci lagi?" tanya Dara sedikit meledek.

"Habisan bingung mau ngapain, Non. Bapak nggak ada kerjaan. Kalo resign-"

Dara berdecak kesal. "Eh nggak ada ya resign-resignan. Pak Rudi harus kerja di sini, seengaknya sampe Dara nanti nikah. Nggak masalah makan gaji buta. Yang penting Pak Rudi tetep di sini!"

Pak Rudi geleng-geleng kepala. "Non-Non. Saya kan nggak enak sama tuan Maxim."

"Kan gajinya masih pake uang Dada, Pak. Ngapain nggak enak sama om. Kalo Pak Rudi pergi, ini rumah makin sepi. Dara nggak mau pindah-pindah," ucap Dara dengan wajah memelas.

"Yowes lah terserah Non Dara saja. Pak Rudi nurut."

Dara tersenyum kembali. Gadis itu memang seringkali ditawari untuk tinggal bersama om-omnya. Tapi Dara selalu menolak. Dia tetep bersikukuh untuk tinggal di rumah itu. Rumah sejarah dari mendiang Satrio-kakek buyutnya dari Arunika-bundanya.

Kelima cowok yang berada di belakangnya dibuat bingung dengan sikap Dara. Selain sinis dan manis, Dara juga sangat posesif. Lihatlah larangan yang dia berikan pada pak Rudi. Sebuah larangan yang tidak boleh dibantah

"Siapa mereka, Non?" tanya pak Rudi yang melihat keheranan lima pria gagah di belakang anak majikannya itu.

"Temennya Dara, Pak. Mereka mau main. Yaudah, kita masuk dulu ya." Mereka semua tersenyum menunduk sopan pada pak Rudi sebelum mengikuti Dara.

"Tuan kalau masih hidup liat anaknya punya banyak bodyguard gitu pasti bangga. Mana guanteng semua," ucap pak Rudi menatap Dewa dan gengnya yang berlalu pergi.

Mereka sudah berada di ruang tamu rumah Dara. Terlihat sepi tanpa perabotan. Mungkin karena rumah ini tumbuh tanpa sosok ibu. Dan Dara, sama cueknya dengan Hans. Mereka tidak terlalu suka jika rumah terlalu ramai. Cukup diberi sentuhan sedikit tapi terlihat enak dipandang. Lagi pula perabotannya bukan sembarang perabotan. Untuk sekedar miniatur kuda sebesar satu meter saja harganya puluhan juta. Tidak heran.

Rumah besar itu juga terlihat terang benderang. Setiap sudutnya sengaja dipasang lampu dengan watt tinggi. Cat putih yang mendominasi menambah kesan bersih dan rapi pada rumah itu.

"Ra, lo tinggal di rumah segede ini sendirian, berani?" tanya Joko penasaran.

"Kenapa nggak berani, Jok. Orang ada bibi, ada pak Rudi juga. Gue udah terbiasa sama sepi." Dara tersenyum. Tapi terlihat jelas bahwa senyum itu sangat dipaksakkan. Netra Dara sedikit berkaca-kaca. Di dunia ini, tidak ada orang yang mau tinggal dalam kesepian. Dan Dara sekarang sedang berbohong akan itu.

Ada(Ra)Dewa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang