#21. Suka

1K 91 0
                                    

•<☆>●[◇]•°•♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


<☆>

[◇]

°


Sesuai janji semalam, Dewa kini sudah berada di depan rumah Dara. Bahkan dia sudah sampai di sana sejak pukul setengah enam pagi. Jaga-jaga takut Dara tidak bisa bangun dari tidurnya.

Kini dia sedang menunggu Dara bersiap ditemani pak Rudi dan dua cangkir kopi. Duduk mengobrol di teras halaman rumah.

"Pak Rudi kayanya sudah disayang banget sama Dara. Sampe mau resign aja nggak boleh," ujar Dewa.

Sebelum menjawab Pak Rudi menyempatkan untuk menyeruput kopi hitamnya. "Ahhh ... maklum, Den, saya sudah ada di sini dari non Dara masih kecil. Wajar kalau dia sedih semisal ditinggalkan. Apalagi ayahnya sudah nggak ada. Ya nggak papa lah, lagi pula saya juga sudah anggap non Dara seperti anak saya sendiri."

Pak Rudi menarik napas panjang. Beliau menatap ke atas menerawang sesuatu untuk diungkapkan kepada Dewa.

"Saya tuh kasian sama dia, dari lahir nggak penah liat ibunya. Udah gitu banyak yang jahat. Non Dara nggak pernah mau balas perbuatan mereka. Dia nggak mau ayahnya tau, terus kepikiran. Kata non Dara, dia mau jaga jantung bundanya yang ada di tubuh ayahnya itu."

Pak Rudi kembali menghela napas. Berat rasanya menceritakan itu semua. Dia yang hanya melihat saja begitu sesak apalagi Dara yang menjalaninya.

"Non Dara keliatan baik-baik saja. Padahal mah enggak. Dia sering nangis kalau malem-malem. Saya kan suka keliling rumah, sebelum tidur. Pasti ada aja setiap minggu, tiga sampai empat kali denger," bisik pak Rudi.

Tebakan Dewa benar. Dara selalu mengatakan bahwa dia orang yang kuat, padahal dia yang paling lemah. Belum lagi ketidakpercayaannya terhadap orang-orang, pasti semua itu menambah beban pikiran.

"Tapi sekarang non Dara banyak ketawa. Berubah jadi ramah juga. Kayanya gara-gara temenan sama Den Dewa deh," celetuk pak Rudi membangunkan lamunan Dewa.

"Nggak, Pak. Dara berubah karena dirinya sendiri."

Harum parfum Vanilla menyengat hidung kedua laki-laki itu. Atensi mereka beralih pada Dara yang sudah berada di belakang mereka. Pagi hari yang cerah dengan senyum Dara yang merekah menjadi dua kombinasi paling sempurna yang pernah Dewa lihat.

Dara hanya menggunakan kaos panjang hitam dan celana kain berwarna putih dengan tas slempang dan sneakers. Terlihat sederhana tapi bisa membuat Dewa menatapnya tanpa berkedip sedikitpun. Rambut yang terurai dan sedikit sentuhan liptint membuat Dara terlihat semakin manis.

"Ayo, berangkat!" seru Dara.

"Eeh iya-iya, ayo!"

Pak Rudi tertawa melihat tingkah Dewa yang terpesona dengan kecantikan anak majikannya itu.

"Lo bawa motor sendiri kan?" tanya Dewa.

Dara menggeleng. "Gue bonceng lo aja. Gue lagi males naik motor."

Ada(Ra)Dewa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang