"Bunda bantuin Dewa, ya. Please ....""Kemaren kamu sudah ingkar, masa sekarang ingkar lagi. Kasian Daranya!"
"Tapi ini Maudy kambuh, Bund. Kasian, Mamanya nggak ada. Bibi di rumah nggak tau gimana ngasih pertolongan pertama. Bunda, please."
Miranti mengangguk ragu. Dewa tidak pernah diajarkan untuk berbohong. Dan sekarang dia melibatkan dia didalamnya. Kalau nanti Abian atau yang lain menghubunginya, lalu dia menjawab Dewa ketiduran dan mereka percaya, tidak masalah. Akan menjadi masalah, jika tiba-tiba mereka datang dan Dewa belum kembali pulang. Bagaimana Miranti akan menjawab.
"Bund ini demi kebaikan Dara. Dewa nggak mau kalau nantinya Dewa jujur malah bikin penyakitnya kambuh." Dewa berkata demi meyakinkan Miranti.
"Penyakit apa, Dara sakit apa?" tanya Miranti kaget. Bisa-bisanya Dewa berbohong padahal Dara sedang sakit.
"Nanti Dewa cerita. Sekarang Dewa harus pergi. Bunda jangan angkat telpon Abian kalau Dewa belum telpon Bunda duluan. Semoga aja Maudy cepet pulih, terus Dewa masih bisa kejar waktu buat sama Dara. Bunda tenang aja!" teriak Dewa sambil berlari. Maudy harus segera ditolong dan Dara harus segera ditemui. Dan harapan Dewa semoga menjadi nyata. Dia tidak terlambat untuk keduanya.
***
"Dewa mana ya? Udah jam lima kok belum dateng?" gumam Dara.
Berjalan bolak-balik di teras rumah dengan wajah resah, Dara yang sudah berpakain lengkap dibuat keringatan sendiri. Tangannya mulai basah. Mengirim pesan pada Dewa tidak dibaca. Sudah beberapa kali miss call juga tidak diangkat. Dara kembali masuk ke dalam rumah, menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Mungkin Dewa masih dalam perjalanan, pikirnya.
Setengah jam berlalu. Dewa masih tidak ada kabar sudah sampai mana atau sekedar membalas pesan jadi atau tidak menemaninya. Janji dengan dokter Psikolog harusnya sudah dimulai sekarang. Dokter Shanna pasti sudah menunggu.
"Dewa mana sih! Kalau nggak bisa kan gue bisa pergi sendiri dari tadi!" Dara mulai kesal. Melempar tasnya asal. Percuma pergi sekarang. Dia akan sampai jam enam dan Dokter Shanna pasti sudah menutup pintu rapat-rapat. Dara selalu memilih menjadi paling akhir agar dia bisa lebih lama mengutarakan semuanya pada dokter.
Mencari-cari satu nama dikontaknya, Dara memilih menghubungi Abian. Dia akan meminta nomor telepon Bunda Dewa dan langsung menanyakan keberadaan cowok itu. Namun sayangnya, sama seperti Dewa, Abian tidak merespon.
"Apa Dewa lupa terus ikut ke camp ya? Nggak mungkin lah, orang sejam lalu gue masih ngingetin!"
"Segara ... dia pasti lagi sama Abian. Gue telpon aja dia!" Dara berseru sendirian. Tidak ada yang menjawab selain suara angin semilir menerpa dahan pohon.
Cukup dua kali bunyi 'tut' suara itu sudah berganti dengan suara Segara. Seperti biasa, cowok itu selalu menerima panggilan Dara dengan cepat.
"Kenapa, Ra?" tanya Segara dari sebrang telepon sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada(Ra)Dewa [END]
Teen FictionAdara Mesha Batari, gadis cantik yang tumbuh bersama dengan trust issue. Kebohongan dan kemunafikan yang ia dapat di masa lampau berubah menjadi akar kepahitan yang menggerogoti hatinya. Dia selalu melihat dunia begitu jahat. Ketulusan orang-orang d...