"Yah, tunggu sebentar lagi. Dewa mohon." Dewa terus memijat keningnya. Suasana ruang tamu mendadak diselimuti rasa tegang setiap kali Dewa, Pandu dan Miranti berkumpul. Semenjak dua bulan lalu, disaat pertama kali Pandu menyuarakan tentang perjodohan itu, Dewa tidak pernah tenang saat kembali ke rumah. Namun seberapa kerasnya dia menghindar, dia pasti akan bertemu lagi dengan Pandu.
"Mau sampai kapan, Dewa. Dara sendiri tidak pernah menghubungi kamu lagi kan? Ayah sudah tanyakan pada Omnya juga jawabannya tetap sama. Dia baik-baik saja dan hanya ingin fokus pada kuliahnya."
"Fokus pada kuliah atau justru sudah menemukan tambatan hati baru?" Pandu menyindir, menegakan kedua tangan pada pahanya.
"Yah, Dewa sudah berapa kali bilang, Dara nggak mungkin jatuh cinta semudah itu sama orang lain!"
"Dewa masih terlalu muda untuk menerima perjodohan ini. Pertunangan bukan ikatan yang main-main. Bagaimana Dewa bisa menerima dia akan kalau hati Dewa masih seutuhnya milik Dara!"
"Kamu masih muda, tapi Ayah? Ayah sudah umur Dewa, sudah sepantasnya menimang cucu. Selina anak baik-baik. Dan Papahnya juga bukan orang sembarangan. Dia bisa bantu kamu supaya naik pangkat lebih cepat."
Lagi dan lagi. Pandu selalu saja mengaitkan dengan jabatan yang akan Dewa terima jika dia menerima pertunangan ini. Dewa tau, Selina memang wanita baik. Dia dokter, cantik, sopan, datang dari keluarga terpandang. Tapi apalah pentingnya semua itu jika dia sendiri tidak memiliki rasa padanya.
Dewa menyandarkan tubuhnya kasar pada sandaran sofa. Tidak tau lagi harus mengelak seperti apa. Kebiasaan Pandu tidak pernah berubah. Dari menjodohkannya dengan Maudy. Memaksanya merubah sifat Dara. Dan sekarang, memintanya bertunangan dengan Selina. Anak dari atasan Dewa sendiri.
"Dewa. Ayah tau mana yang terbaik buat kamu. Ini terakhir kalinya Ayah memaksa kamu. Setelah ini Ayah akan membiarkan kamu memilih jalan kamu sendiri."
"Kalau Dara kembali gimana, Yah? Apa yang harus Dewa katakan sama dia? Dia menyuruh Dewa menunggu!"
"Ya bilang saja kamu sudah bertunangan. Dia pastinya juga mengerti," jawab Pandu enteng.
"Sebenarnya apa yang mereka janjikan sampai Ayah memaksa Dewa sperti ini? Uang, jabatan, atau apa! Dewa benar-benar nggak ngerti sama jalan pikiran Ayah!" Dewa memukul keras sofa di mana dia duduk. Tangannya mengepal, rahangnya mengeras.
Miranti tidak berani bersuara. Dia hanya bisa mengusap lengan anaknya agar kembali tenang. Jika disuruh berpihak, dia berada dipihak Dewa. Miranti sendiri yakin, Dara akan kembali. Dia sudah menganggap Dara seperti putrinya sendiri.
"Pokoknya satu bulan lagi kalian tunangan. Mau kamu setuju atau tidak, pertungan itu tetap harus dilaksanakan!" Pandu pergi menuju kamarnya. Tidak ada gunanya berdebat dengan Dewa, toh keputusannya sudah jelas dan tidak bisa diganggu gugat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada(Ra)Dewa [END]
Teen FictionAdara Mesha Batari, gadis cantik yang tumbuh bersama dengan trust issue. Kebohongan dan kemunafikan yang ia dapat di masa lampau berubah menjadi akar kepahitan yang menggerogoti hatinya. Dia selalu melihat dunia begitu jahat. Ketulusan orang-orang d...