BAB 1

2.8K 137 7
                                    

Haiii👋🏻

Hari Senin tanggal merah, seneng kan?

Sudah siap baca cerita ini??

Okay jangan lupa tinggalkan jejak!

Selamat membaca gengs🐣

******

Ruang kamar sederhana bernuansa pink pastel terlihat sangat rapi. Semua tersusun pada tempatnya. Di sebuah cermin yang berukuran lumayan besar, ada gadis yang tengah bercermin.

Gadis dengan rambut yang diikat ala ponytail itu memakai cardigan peach. Jepit rambut kecil berbentuk pita dengan warna pink terpasang pada kepala gadis itu. Ia sudah siap untuk berangkat ke sekolah.

Senyum merekah tak pernah luntur dari wajahnya. Gadis itu sangat bersemangat menjalani harinya. Ceria, hingga mampu mengeluarkan positive vibes untuk sekitarnya.

Gadis itu menyemprotkan parfume beraroma strawberry kesukaannya. Lalu menyambar tas dan ponsel bercase pink miliknya.

Nama lengkapnya Nazifa Launa Altala. Gadis sederhana penyuka warna pink, strawberry, coklat, dan es krim. Gadis itu sering dipanggil Launa. Dia merupakan anak dari pasangan Chandra Darendra dan Citra Meilika.

Launa lahir lima menit terlebih dahulu dari kembarannya. Nama kembarannya adalah Nafiza Laura Altara. Laura itu gadis sempurna yang selalu membuat seluruh dunia tertuju padanya. Sangat berbanding terbalik dengan Launa.

"Una siap. Hari ini pasti lebih baik dari kemarin," ucap gadis itu menyemangati diri.

Launa pun beranjak dari tempat itu. Gadis itu keluar dari kamarnya dengan perasaan riang. Kemudian langsung menuruni tangga menuju lantai bawah.

Pergerakannya terhenti di undakan ke dua. Senyumnya luntur seketika. Matanya memanas kala melihat ayah, ibu, dan adiknya tertawa bahagia tanpanya. Selalu seperti itu setiap harinya.

Launa tidak diajak makan bersama, dikucilkan, disuruh ini itu, dan beberapa hal lainnya. Namun gadis itu hanya diam dan menurut. Gadis itu tak pernah membantah sekalipun.

Launa memaksakan senyumnya. Kembali melangkah menuju ruang makan. Setelahnya, ia langsung duduk di kursi kosong di sebelah Laura.

"Pagi bunda, ayah, Lau," sapanya dengan ceria.

Chandra menatap tajam Launa. Sedangkan Citra dan Laura hanya menganggapnya angin lalu. "Siapa yang nyuruh duduk?" tanya Chandra dengan nada tinggi.

Launa memejamkan matanya akibat terlonjak kaget. Buru-buru ia bangkit dari posisinya. "Maaf Una lancang."

Chandra berdecak. "Pergi sana," usirnya. "Saya tidak selera makan jika melihat wajah jelekmu."

Launa menghela napasnya. "Una berangkat," pamitnya. Gadis itu buru-buru meninggalkan ruangan itu. Gadis itu tak ingin memperpanjang masalah. Ia tidak ingin merusak pagi mereka.

Launa melangkah keluar dari rumah megah milik keluarga Danendra. "Stok roti Una habis, hari ini nggak ada sarapan. Perut sabar ya," ucapnya seraya berjalan keluar dari rumah itu. Launa tidak bisa jika tidak sarapan. Ia harus sarapan, walau itu cuma roti.

"Uang Una cuma sepuluh ribu, kalau naik angkot cukup nggak ya?"

Launa melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. "Apa jalan aja? Kayanya masih keburu," monolognya.

Hingga pandangan Launa jatuh pada seorang laki-laki yang duduk di atas motornya. Ia sangat mengenali laki-laki itu. Laki-laki itu berada di depan gerbang rumahnya. Launa pun berlari untuk menghampiri orang itu. Lengkungan di bibirnya kembali. Ia dengan bersemangat membuka gerbang itu.

UNIVERSE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang