BAB 19

840 76 15
                                    

Haiii🐣

Hari ini gimana?? Jangan lupa istirahat🤗

Ada yang kangen sama cerita ini?

VOTE dulu sebelum baca!

Happy reading🦋

******

Hari Minggu kembali tiba. Bagi para pelajar hari Minggu itu hanya sampai jam dua belas siang, sisanya sudah masuk hari Senin.

Pagi ini Launa sudah siap untuk pergi ke cafe. Dengan midi skirt warna hitam yang dipadukan dengan sweater rajut warna baby pink yang membalut tubuh Launa. Gadis itu menatap dirinya dalam pantulan cermin.

Launa memakai lip balm, bibirnya sedikit pucat. Mata satunya beberapa kali mengerjap. Lengkungan tipis terbit di bibir Launa. "Cantik," pujinya untuk dirinya sendiri.

Gadis itu mengikat rambutnya ala loose ponytail. Hal itu membuatnya terlihat lebih natural dan fresh. Lalu white sneaker shoes yang membalut kaki jenjang Launa.

Lebam di sudut bibirnya masih cukup terlihat. Badannya pun masih terasa remuk. Launa tetap memaksakan dirinya untuk datang ke cafe Karina, walau sedang tidak enak badan. Gadis itu tak enak hati untuk menolak perintah Karina.

Dengan membawa sling bag kecil, Launa keluar dari kamar. Ia menuruni tangga dengan perlahan. Di undakan terakhir, Launa bertemu Citra. Wanita itu dari arah dapur dengan membawa tas besar yang entah berisi apa.

Gadis itu berhenti di undakan terakhir. "Bunda mau Una bantu?" tanya Launa dengan senyum yang tak luntur.

Citra diam, tak menjawab pertanyaan Launa. Wanita itu menatap penampilan Launa dari atas hingga bawah. "Mau kemana? Gak usah pergi, jaga rumah."

Launa menghembuskan napasnya. Ia tak mungkin jujur akan pergi kemana dengan ibunya itu. "Memangnya bunda mau kemana? Lagian ada bi Ana, kan?"

"Di rumah aja! Hari ini bi Ana gak kerja," ucap Citra.

"Bunda mau kemana?"

"Mau ke rumah sakit, Lau demam. Kamu jaga rumah!"

"Iya," ucap Launa. "Una juga sakit, Nda."

Citra memutar bola matanya malas. "Gak usah drama! Mau kamu mati juga saya nggak akan peduli."

Launa menelan salivanya dengan susah payah. Lagi dan lagi Citra berhasil membuatnya sakit. "Kenapa Laura terus? Una kapan?" lirihnya.

Citra yang mendengar ucapan Launa hanya mengacuhkan gadis malang itu. Ia langsung pergi dari hadapan Launa.

Air mata yang sejak tadi tertahan di pelupuk mata Launa, akhirnya lolos membasahi pipi gadis malang itu. Mata Launa terpejam. Lalu ia menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan rasa sesaknya.

Launa mencengkram kuat besi untuk pegangan pada tangga. Kakinya mulai melemas. Ia pun memilih untuk duduk di undakan tangga.

"Rasanya sakit banget, Nda. Tapi Una nggak pernah bisa benci kalian," ucap Launa lirih.

Dari kecil Launa tidak pernah mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Chandra dan Citra lebih memperhatikan Laura yang dulu kondisinya sering sakit-sakitan. Namun seiring berjalannya waktu, orang tua Launa membenci dan sering berbuat kasar pada gadis itu.

"Capek," keluh Launa.

******

Setengah jam telah berlalu. Namun Launa masih duduk di atas undakan tangga. Ia menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Air matanya masih saja menetes. Dada Launa masih terasa sesak.

UNIVERSE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang