BAB 23

971 84 12
                                    

Haiii🐣

Kabar kalian gimana??

Ada yang nunggu cerita ini?

Okeyy vote dulu sebelum baca😉

Ramaikan komentar!

Selamat membaca❤️

******

Di sebuah ruangan berwarna putih, seorang gadis masih sibuk dengan tumpukan kertas. Pukul empat sore, seharusnya ia sudah berada di rumah. Dengan seragam sekolahnya, gadis itu masih berkutat meneliti berkas-berkas penting.

Guratan lelah di wajah gadis itu terlihat. Namun semangatnya tidak padam sedikitpun. Senyum di bibirnya pun tak luntur.

Ketika pintu berdecit karena dibuka, gadis itu pun segera menoleh. Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruangan itu. Di belakangnya diikuti oleh seorang remaja laki-laki yang usianya sepantaran dengan gadis itu.

Wanita itu berjalan menghampiri gadis itu. Kemudian duduk di kursi yang berada di depan meja gadis itu. Sedangkan laki-laki itu malah memilih duduk di sofa.

"Mama kok ke sini nggak ngabarin?" tanya gadis itu. Ia menghentikan aktivitasnya.

Laki-laki itu berdecak. Tatapan tajamnya dilayangkan ke arah gadis itu. "Memangnya kenapa? Lagian ini cafe mama. Biar kalo lo mau nyuri uangnya gak ketahuan, ya?" ucap laki-laki itu yang tak lain adalah Altair.

Gadis itu menghembuskan napasnya. Ia tidak mengerti maksud dari perkataan Altair. Banyak pertanyaan negatif yang muncul di benak gadis itu.

Karina menatap kedua orang itu bergantian. Ia merasa ada hal janggal antara keduanya. "Kalian lagi marahan?" tanyanya.

"Nggak, ma," ucap gadis itu yang tak lain adalah Launa. Ia juga bingung dengan sikap Altair.

Altair memutar bola matanya malas. Jengah melihat tingkah manis Launa yang hanya kedok belaka. "Pecat aja, ma."

Mendengar ucapan Altair, sontak saja Launa langsung menggeleng. "Jangan, Una sangat butuh pekerjaan ini."

"Air kenapa, sih? Air berubah," sambung Launa.

Altair berdecih, tatap jijik diarahkan untuk Launa. "Gak usah drama kalau di depan gue. Gue muak!"

Launa menundukkan kepalanya. Perkataan dari Altair mampu menyayat hatinya. Dalam sekejap Altair membuatnya hancur.

Karina menatap tajam putranya. Ada hal aneh yang disembunyikan oleh putranya. "Jelasin maksud kamu, Air!"

"Kata Laura, Una nyuri uang om Chandra," ucap Altair.

Launa tersenyum getir. Tubuhnya bergetar hebat mendengar ucapan Altair. Matanya mulai berkaca-kaca. Laki-laki itu itu tidak mempercayai Launa. "Air percaya itu? Air nggak percaya sama Una?" tanyanya lirih. Bahkan ia sama sekali tidak berani menatap mata Altair.

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya mantap. "Gue percaya Lau."

Kekehan pelan terdengar dari mulut Launa. Kekecewaan kembali menghantamnya. Semua orang yang berada di semestanya pasti berpihak pada Laura. "Air kenal Una berapa tahun, sih? Kenapa susah banget percaya sama Una?" tanya Launa.

"Ada buktinya dari Lau. Terus gimana bisa gue percaya lo?"

"Mama mau lihat," ucap Karina tegas tak ingin dibantah. Sejak tadi ia diam untuk mengamati.

Altair mengangguk. Laki-laki itu mengutak-atik ponselnya. "Udah Air send ke whatsapp mama," ucap Altair.

Karina mengangguk. Ia pun langsung membuka ponselnya. "Ini bukan Una," ucap Karina setelah menonton rekaman CCTV yang berdurasi singkat.

UNIVERSE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang