BAB 17

837 68 8
                                    

Haii gengs🐣

Gimana hari ini??

Semangat terus yaaa🥰

VOTE dulu sebelum baca!

Selamat membaca🦋

******

Mentari mulai menunjukkan sinarnya. Namun hawa dingin masih tertinggal bekas hujan lebat tadi malam. Bahkan jalanan pun masih basah.

Launa berjalan di pinggiran jalan. Sekitar 100 meter lagi ia sampai di SMA Cahaya. Jalan kaki ke sekolah bukan hal biasa menurut Launa. Gadis itu sudah sering melakukannya.

Gadis dengan cardigan peach andalannya itu memilih menepi untuk beristirahat. Ia duduk di bangku besi yang ada di halte dekat SMA Cahaya. Tangan Launa mengusap peluh keringat yang bercucuran dari dahinya.

Pagi-pagi sekali Launa keluar dari rumah itu. Ia ingin menghindari Chandra dan Citra. Maka dari itu ia memutuskan untuk berangkat sekolah dengan jalan kaki.

Launa menatap lurus ke jalanan yang masih sepi dari lalu lalang kendaraan. Senyum manisnya masih terpatri di wajahnya.

Gadis itu memijat pelipisnya kala terasa pusing. Memang akhir-akhir ini badannya susah diajak kerjasama. Terkadang ia bisa pusing tanpa sebab, bahkan seringkali ia mudah kelelahan. "Una ngerasa aneh sama badan Una sendiri. Nggak enak banget," ucapnya.

Setelah dirasa cukup, Launa mulai beranjak dan berjalan menuju gerbang SMA Cahaya. Gadis itu menyapa satpam penjaga. Lalu dengan buru-buru ia bergegas menuju kelasnya.

Launa menyusuri koridor sekolah yang sepi. Gadis itu menyukai kesepian. Namun ia benci sendirian.

Ponsel bercase pink pastel yang sejak tadi Launa genggam bergetar. Ada panggilan masuk. Gadis itu membaca sekilas nama kontak yang tertera. Senyum Launa mengembang.

Tanpa pikir dua kali lagi, Launa menggeser tombol hijau. Panggilan itu pun kini sudah terhubung.

"Pagi, Air," sapa hangat dari Launa. Gadis itu tak lepas dari vibes cerianya.

"Gue di depan, nih. Lama banget lo," sungut Altair dari seberang sana.

Launa terkekeh pelan. Gadis itu sedang membayangkan wajah Altair kala mengomel. "Una udah di sekolah. Air nggak bilang mau jemput."

"Anjir! Tau gitu gue nggak usah lama-lama nunggu. Sia-sia gue duduk lama depan rumah lo!"

"Una nggak nyuruh."

Tiba-tiba saja sambungannya diputus sepihak oleh Altair. Sepertinya laki-laki itu marah. Launa harus apa?

"Lucu banget jodoh orang," gumam Launa diakhiri kekehan pelan.

******

Di kelas Launa sudah sepi. Padahal bel istirahat baru saja berbunyi. Kini hanya tersisa beberapa murid dan Launa yang masih setia berada di dalam kelas.

Senyum Launa terus mengembang sejak tadi. Barang sedetik pun tak luntur senyum manis di wajahnya. Binar di netranya tak teralihkan dari sebuah angka yang tertulis di sebuah kertas.

Hari ini di kelas Launa ada pembagian hasil ulangan harian Minggu lalu. Gadis itu tidak berharap lebih, sebab biasanya di mata pelajaran yang satu itu Launa mendapatkan nilai yang paling kecil. Namun hari ini berbeda, Launa mendapatkan nilai yang paling tinggi.

Kerja keras Launa terbayarkan. Setelah begadang sampai subuh untuk ulangan. Kini gadis itu mendapat nilai paling tinggi di kelas. Nilai 80 sudah bagus, bukan?

UNIVERSE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang