BAB 15

946 65 2
                                    

Haii🐣

Up lagi sambil nunggu buka😁

Puasanya lancar, kan?

VOTE SEBELUM BACAAA!

Udah vote? Okey makasii, selamat membaca🦋

******

Matahari mulai naik. Cahayanya mulai menyeruak memanaskan bumi. Hari ini adalah hari Senin, hari musuhnya para murid. Mereka akan berlama-lama di bawah teriknya matahari.

Sebuah bus berhenti di depan sebuah halte yang berada tak jauh dari SMA Cahaya. Seorang gadis dengan cardigan peach turun dengan terburu-buru. Langkahnya terus membawanya menuju gerbang SMA Cahaya yang sudah tertutup rapat.

Launa berdecak kesal. Masih terlalu pagi untuk mendapatkan kesialan. Bangun kesiangan, Altair tidak menjemputnya, dan bahkan hampir tertinggal angkutan umum. Pasti sebentar lagi hukuman akan mendatanginya.

Kedua bola mata Launa mengedar. Ternyata tak hanya dirinya yang terlambat. Namun sepertinya ada lima belas orang lebih yang datang terlambat.

Selang beberapa saat, pintu gerbang pun dibuka. Seorang wanita paruh baya bertubuh gempal keluar. Ia menghampiri murid-murid yang terlambat dengan tak lupa membawa penggaris kayu andalannya.

Tangannya tergerak membenarkan kacamatanya yang sedikit turun. Guru bername tag Wati Amila itu menatap tajam ke satu per satu murid-muridnya yang terlambat.

"Bu Wat tambah cantik aja," goda salah satu siswa yang memang terkenal playboy se-SMA Cahaya. Namanya Rendi, laki-laki urakan yang hobby-nya menggoda perempuan yang bening. "Bismillah nggak dihukum."

Ibu Wati berdecak. Menatap muridnya itu dengan sinis. "Ayo cepat masuk! Langsung ke lapangan," titahnya dengan tegas.

"Siap ibu cantik," goda Rendi. Laki-laki itu langsung menuju lapangan. Di belakangnya diikuti oleh beberapa siswa lainnya yang juga datang terlambat.

Di lapangan upacara sedang berlangsung. Cuaca yang mulai panas membuat beberapa siswa-siswi mengomel tidak jelas. Sekitar lima belas orang yang terlambat tadi sudah berbaris di depan. Mereka menjadi pusat perhatian. Tak jarang mereka mendapatkan berbagai reaksi dari murid-murid yang lainnya.

Launa yang berada di ujung barisan, menundukkan kepalanya. Tadi ia sempat berkontak mata dengan Altair sekilas. Laki-laki itu menatap tajam Launa dari barisannya.

Matahari mulai terik. Namun upacara belum juga dibubarkan. Pembina upacara masih asyik menyampaikan beberapa hal.

Para siswa-siswi mulai mengomel. Suara mereka pun mulai terdengar. Hingga semuanya berdecak kesal karena kepala sekolah ikut memberikan pesan.

Setelah beberapa saat, upacara pun telah selesai. Murid-murid pun mulai membubarkan diri. Mereka langsung menuju kantin atau kelasnya masing-masing.

Namun Launa dan siswa-siswi yang terlambat datang tadi masih ditahan. Mereka sedang diintrogasi oleh ibu Wati dan pak Bejo.

Mata tajam pak Bejo menatap semua orang yang berada dalam barisan. "Ini kelas dua belas semua?" tanyanya tak percaya.

"Iya dong, pak. Hebat, kan?" celetuk salah satu orang diantara mereka.

Pak Bejo berdecak, "harusnya kalian bisa menjadi contoh yang baik untuk adik kelasnya."

"Maaf kalau kita bandel, pak. Kedepannya kita bakal lebih bandel lagi," ucap celetuk salah seorang siswi dengan dandanan menornya.

Pak Bejo kembali menghela napasnya. "Kuatkan hambamu ini, ya Allah," seru pak Bejo.

"Cepat lari keliling lapangan," celetuk Bu Wati. Wanita itu sudah jengah menghadapi tingkah laku anak didiknya.

UNIVERSE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang