57

17 3 1
                                    

Author Pov

Rania meremas tangannya ketika sudah sampai di depan rumah wanita yang melahirkan dan membesarkannya itu. Chandra merangkul bahu gadisnya, berusaha untuk membuat gadis itu nyaman dan mengurangi rasa gugupnya.

Kini keduanya sedang duduk di ruang tamu, berhadapan dengan Lilian-Ibu dari Rania. Lilian memperhatikan laki-laki yang duduk di sebelah putri semata wayangnya itu, memberikan penilaian sementara lewat penampilan.

"Jadi, ada apa?" tanya Lilian.

Chandra menegapkan punggungnya, menatap Lilian dengan tegas. "Saya mau ngelamar anak tante. Menjadikannya satu-satunya pendamping hidup Saya."

Lilian tidak terlalu kaget, karena ia tahu, cepat atau lambat putri kecilnya akan menjadi milik orang lain. Namun, ia tidak mengatakan apapun. Hanya menganggukkan kepalanya, menunggu kalimat lain dari kekasih putrinya itu.

Setelah beberapa saat hening, akhirnya Lilian pun bersuara. "Kalian yakin mau nikah di usia muda?"

"Rania baru 21 tahun dan Saya yakin usia kamu masih 22 atau 23 tahun. Rania masih kuliah dan apa kamu udah kerja?," lanjutnya.

"Kami yakin mau nikah muda. Saya masih nyari kerja dan dalam beberapa bulan bakalan lulus kuliah, kita bakalan nikah setelah Rania lulus."

"Selama nunggu Rania lulus, apa kamu yakin bakalan setia sama dia? Ia baru lulus sekitar satu tahun lagi 'kan? Sedangkan di tempat kerjamu, pasti bakalan ketemu sama perempuan lain, ga menutup kemungkinan kamu tertarik sama yang lain."

"Saya bakalan setia sama Rania, karena cuma dia yang bikin Saya mau menikah dan membangun rumah tangga."

Lilian mengangguk-anggukkan kepalanya, cukup puas dengan jawaban Chandra.

"Ia, kamu yakin mau nikah sama dia? Yakin kamu bakalan setia dan menghabiskan sisa umurmu dengan ngurus dia?"

Rania mengangguk. "Yakin, Ma."

Lilian menghela nafasnya. "Kalian tau 'kan ini keputusan besar dalam hidup?"

Keduanya mengangguk.

"Chandra keliatan kayak anak baik dan bertanggung jawab, semoga kamu ngga mengingkari apa yang kamu katakan ke Mama tadi, begitu juga Ia. Mama tau ini keputusan besar dalam hidup kalian, yang bakalan jalanin semuanya itu kalian, jadi Mama bakalan kasih kepercayaan sepenuhnya ke kalian. Tolong jangan hancurin kepercayaan yang udah Mama kasih."

"Jadi, kapan kalian mau lamaran?"

Lilian mengernyitkan dahinya ketika Rania dan Chandra hanya diam. Ia mengetuk meja di antara sofa yang mereka duduki.

"Mama ngijinin kita buat nikah?" tanya Rania.

"Iya, emangnya kamu ga mau Mama ngasih ijinin?"

"Ya ngga gitu juga, Aku kira Mama bakalan susah buat ngasih ijinnya."

Lilian terkekeh. "Yeah, ga aneh sih kalo kamu mikir gitu. So... Kapan kalian bakalan lamaran?"

"Kita belum nentuin tanggalnya, karena belum yakin bakalan dapet ijin secepat ini dari Tante."

"Tapi kayaknya antara bulan ini atau bulan depan atau beberapa bulan sebelum menikah,"lanjut Chandra.

"Ah, gitu. Kalian bisa tentuin tanggalnya sendiri, Mama serahin semuanya ke kalian. Semua tanggal dan hari itu baik, kok."

"Iya, Ma. Makasih banyak."

"Makasih, Tante."

Lilian mengangguk dan tersenyum. Lalu bangkit dari duduknya. "Mama mau nerusin bikin kue, kalian nginep di sini 'kan?"

Five Girls With LuvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang