32

23 4 0
                                    

Author Pov

Rania masuk ke dalam unit apartment milik Hadyan, lalu dia melakukan apa yang disuruh oleh Arka.

Cklek.

Pintu apartment terbuka, menampakkan Hadyan yang menjinjing beberapa kantung plastik berisi bahan makanan dan keperluan mereka yang lain.

"Kamu ngebersihin apartment?" Tanya Hadyan.

"Ya, soalnya aku bosan terus kayaknya apartment ini jarang dibersihin," balas Rania.

"Kamu pengen ngelakuin sesuatu kayak main game?"

Rania menggeleng lalu melanjutkan kegiatan membersihkan apartment-nya. Ia bisa bernafas lega sekarang karena Hadyan tidak curiga.

Tapi bagi Hadyan ada yang berbeda dari sikap Rania hari ini, dia terlihat lebih menurut dan tampak lebih senang. Hadyan curiga ada sesuatu yang membuat Rania senang dan dia tidak suka jika yang membuat Rania senang itu bukan dia.

Hadyan pergi ke ruang kerjanya untuk memeriksa cctv, tapi entah kenapa cctv-nya malah terlihat seperti rusak atau dimatikan pada saat ia sedang pergi keluar untuk berbelanja.

"Kayaknya ada yang ngeretas cctv aku," gumam Hadyan.

Sedangkan di sebrang unit apartment milik Hadyan, Arka dan Sean sedang berpikir bagaimana cara agar mereka bisa membawa Rania pergi, karena mereka tahu bahwa Hadyan pasti sudah sadar bahwa cctc-nya diretas.

"Kayaknya Hadyan itu pasti punya anak buah, soalnya pas nyulik Rania bukan dia yang nyulikya tapi orang lain. Jadi kita harus tetep waspada karena bisa aja pas kita mau bawa Rania pergi ternyata mereka ada di apartment itu dan malah gagalin rencana kita," jelas Arka.

"Kita harus retas cctv di lantai ini," gumam Sean.

Arka mengangguk, lalu mereka saling berpandangan satu sama lain. Seakan mengerti hanya dengan saling menatap, mereka langsung beranjak menuju laptop dan komputer masing-masing untuk meretas cctv apartment di lantai 12 tersebut.

Di sebuah kamar dengan nuansa biru muda dan putih, terdapat empat orang gadis yang duduk saling bersisian. Si empu kamar memberikan satu gelas minuman pada masing-masing gadis dan mempersilahkan mereka untuk minum juga memakan cemilan yang sudah disediakan.

"Aku harus ke Canada," ucap Destiny.

Sedangkan Alena, Keisha dan Alice hanya terdiam. Mereka tau kalau Canada adalah tempat yang paling tidak ingin Destiny kunjungi, karena di tempat itu sang Ibu tercinta dibunuh.

"Kenapa? Kamu kan ga suka ke sana," sahut Alena setelah terdiam agak lama.

"Papa bilang dia pengen ngunjungin makam Mama bareng sama anak-anaknya, karena ini udah 5 tahun sejak Mama meninggal dan kita belum pernah ke makamnya barengan. Terutama aku yang ga pernah dateng ke makam Mama setelah Mama dimakamkan," jelas Destiny.

"Jadi... Kamu bakalan tetep ikut?" Tanya Keisha.

"Iya, aku harus ikut. Dan besok aku udah berangkat ke sana, apalagi sekarang lagi liburan. Maaf ga bisa bantu kalian buat bawa Rania pulang," jawab Destiny pelan.

"Hati-hati ya, di sana banyak yang ngga suka sama kamu kayaknya," ucap Alice.

Destiny hanya mengangguk sambil tersenyum lalu meminum minuman yang diberikan oleh Alena tadi.

"Rasanya salah ya, sekarang kan Rania lagi dalam bahaya dan kita malah diem-diem aja kayak gini, ngerasa ngga berguna jadi sahabat," gumam Destiny.

"Kita udah berusaha yang kita bisa, kamu juga udah nyumbang ide dan body guard itukan," balas Keisha.

"Kita sahabat yang baik kok, kita masih terus berusaha dan berdo'a. Kita lagi istirahat aja sebentar," balas Alice.

Five Girls With LuvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang