Ketika banyak orang menghancurkan harimu. Maka, aku akan menjadi orang yang memperbaiki harimu.
-snow-Author Pov
-Liburan semester-
Destiny tahu bahwa ia harus ikut kedua kakaknya ke Canada karena perintah sang Papa. Namun, gadis itu malah pergi entah kemana padahal jam keberangkatan mereka tinggal satu jam lagi.
Tapi, apa menurut kalian keluarga gadis itu benar-benar tidak tahu sang anak bungsu pergi kemana? Tentu saja tidak, karena mereka sudah menduga bahwa hal seperti ini akan terjadi. Ini... lebih seperti kebiasaan jika gadis itu tidak ingin pergi.
"Kamu udah ngehubungin Iny?" tanya Johnny.
Laki-laki di hadapannya itu mengangguk, "Sudah, Tuan. Tapi, Nona tetap tidak mau pulang. Katanya ia akan pergi sendiri."
Johnny menggelengkan kepalanya, "Ha... Tidak mungkin. Sudah jelas-jelas dia menjadi incaran, mana mungkin kita membiarkan dia pergi sendiri."
Raven hanya diam karena tidak tahu harus menjawab apa. Sedangkan Johnny tampak berpikir keras, ia juga sebenarnya tidak ingin membawa adik bungsunya ke Canada, tapi perintah sang Papa adalah hal yang mutlak.
"Cepetan pulang, kita bentar lagi berangkat. Nanti kalo udah sampe di sana kita bakalan jalan-jalan, kemanapun, terserah kamu," ucap Johnny pada Destiny melalui telpon.
Destiny hanya diam saja dan membuat Johnny kesal. "Karena kamu diem aja, artinya kamu setuju. Raven bakalan jemput kamu sekarang. Jangan kemana-mana."
Setelah mengatakan itu, Johnny menutup pintunya dan memberikan kode kepada Raven untuk menjemput Destiny.
Johnny memejamkan matanya, dia dan para bodyguard-nya harus bersiap untuk segala hal yang bisa saja terjadi pada adik bungsunya itu. Apalagi dia berjanji untuk mengajaknya pergi kemanapun.
"Bang?" panggil seseorang dari depan pintu ruang kerjanya.
"Masuk, Ghan."
"Gue ga bisa pergi hari ini."
Johnny mengerutkan dahinya, "Kok ngedadak sih?"
"Dosen gue tiba-tiba nyuruh kelas sekarang." Ghanny menunjukkan ruang pesan singkatnya dengan sang dosen.
"Tumben lo ga mau bolos."
"Ini matkul penting, Bang. Ga mungkin gue bolos, lo kan mau gue lulus tepat waktu."
Johnny terkekeh, "Dan gue yakin kalo Iny tau, dia bakalan minta pergi sama lo. Karena dia ga mau pergi sekarang."
Ghanny menggelengkan kepalanya, "Jangan, dia pergi sama lo aja, lebih aman. Gue bakalan pergi diem-diem karena dia lagi ga ada, pergi langsung aja ke bandara jangan ke rumah dulu."
Johnny hanya menganggukkan kepalanya, lalu Ghanny keluar dari ruangan itu.
Sedangkan di tempat lain, Raven sedang berusaha membujuk Destiny agar mau pulang. "Ayolah, Nona. Ini juga untuk kebaikan Nona."
Gadis itu tetap duduk di beranda kamar yang ia pesan, masih kukuh dengan keputusannya untuk tidak ikut ke Canada.
Raven menghela nafas yang kesekian kalinya, ia sudah mengirimkan pesan kepada Johnny bahwa adik bosnya itu tidak ada di apartment-nya tetapi di hotel.
Destiny menatap ke arah iPad yang ia bawa, menampilkan nama Johnny sebagai penelpon. Sengaja gadis itu meninggalkan hp-nya di apartment, namun tampaknya tidak memberikan hasil seperti yang ia inginkan.
Gadis itu menatap tajam pada Raven, sedangkan laki-laki itu hanya memasang wajah datar seperti tidak tahu apa-apa.
"..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Five Girls With Luv
RomanceKisah lima gadis yang bersahabat, selalu menemani dalam susah maupun senang, disertai dengan cerita keluarga dan percintaan mereka.