25

38 4 4
                                    

Author Pov

"Alena!" teriak seseorang.

Gadis yang dipanggil namanya itu terlonjak kaget, menoleh ke belakang, dimana suara yang memanggil namanya itu berasal.

Disana, berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri kini, seorang lelaki berdiri, dengan kemeja jurusan yang tidak dia kancingkan dan memperlihatkan kaos hitam polos yang ia gunakan sebagai kaos dalaman, dengan celana jeans dan sepatu olahraga, tampak bersinar karena di belakangnya ada pintu kaca yang menjadi latar tempatnya berdiri.

Lelaki itu mendekat ke arah gadis yang dipanggil 'Alena' tadi, berjalan dengan tergesa, malah terlihat seperti berlari kecil ke arah gadis itu.

"Kita harus bicara tentang sesuatu, cuma berdua," ucap lelaki itu.

Alena hanya diam, namun membalasnya dengan anggukan. Dia tahu, cepat atau lambat, lelaki di hadapannya kini, akan meminta penjelasan darinya.

Mereka sudah sampai di tempat mereka akan berbicara hanya berdua. Laboratorium arsitektur, tempat yang mereka pilih untuk berbicara, karena ini baru awal semester baru dan jarang ada yang melaksanakan praktikum di awal semester seperti ini.

"Alen, kamu udah jadian sama cowo lain?" tanya lelaki itu.

"Iya," jawab Alena, meski sedikit ragu.

"Kenapa kamu ngga langsung jawab pertanyaan aku pas nembak kamu? Kenapa kamu harus ngegantungin perasaan aku?"

"Kak Jeff, aku ngga bermaksud buat ngegantung perasaan Kakak. Malam itu aku ngga ngejawab pertanyaan Kakak karena aku emang ga tau mau jawab apa. Aku sendiri bingung sama perasaan aku, kita saling nyaman, sebagai teman dan sebagai kakak-adek. Sebagai partner buat ngerjain proyek dan asisten dosen sama mahasiswa juga kita baik-baik aja, Kakak asik orangnya, baik, pinter, ganteng. Kata-kata 'ga akan ada yang bisa nolak pesona Kakak seorang Jeffrey dari jurusan arsitektur' itu emang aku akuin bener, bener banget malah. Kakak aktif dimana-mana, sikap Kakak kayak malaikat. Jujur, Kakak terlalu sempurna buat aku yang biasa-biasa aja ini."

"Kalo ditanya jantung aku deg-degan atau ngga pas sama Kakak digombalin atau dibaperin, pastilah. Aku kan hidup, jantung aku pasti deg-degan. Tapi rasanya kayak biasa aja, ngga sampe jantung aku kayak mau copot atau gimana. Kakak juga lembut banget, yang pasti bikin banyak cewe meleleh, bukannya aku ga suka sama sikap Kakak, tapi buat aku yang bar-bar kayak gini, cowo lembut kayak Kakak tuh malah bikin aku minder."

"Kita juga deket dari awal sebagai kakak dan adik tingkat, terus maju jadi temen, kita deket cuma sebatas hubungan profesionalitas, hubungan kita kaku, Kakak juga kayaknya ngga bener-bener niat berjuang buat dapetin hati aku. Aku tahu, Kakak yang duluan kenal sama aku dari pada pacar aku, tapi dia bener-bener mau dapetin hati aku. Itu cuma dari perasaan aku aja, dan yang paling penting adalah aku juga suka sama dia, karena udah lihat dan ngerasain gimana dia berjuang buat dapetin hati aku, Kakak ngga salah kok. Kakak udah baik banget sebagai seorang teman, Kakak, asisten dosen dan partner kerja, tapi kalo sebagai pacar, aku ngga yakin hubungan kita bakalan asik dan ngga hambar. "

"Kakak laki-laki yang nyaris sempurna, aku ga bisa bilang Kakak sempurna karena ga ada makhluk yang sempurna. Kakak pasti bisa dapetin seorang perempuan yang lebih baik atau mungkin nyaris sempurna kayak Kakak juga, yang pasti untuk saat ini bukan aku orangnya," jelas Alena.

"Aku akan terus mengagumi dan terus cinta kamu," balas Jeffrey.

Alena terdiam, lalu menjawab,

"Itu hak Kakak, selama Kakak ngga ganggu hubungan aku sama pacarku, Kakak boleh cinta sama aku semau Kakak. Tapi Kak, aku mohon buat lupain perasaan Kakak ke aku, Kakak harus mulai bisa buka hati buat orang lain."

Five Girls With LuvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang