Happy birthday uri leader jungwonie~
•••
"Kamu selalu kerja sepulang kuliah?"
Pertanyaan Jay menginterupsi keheningan di dalam mobil. Tadinya tidak ada yang berani memulai pembicaraan, hanya terdengar suara radio yang memecahkan atmosfer canggung di antara mereka berdua.
"Iya, aku butuh uang lebih untuk bantu pembayaran kuliah," jawab Jungwon menatap keluar jendela.
"Kamu kerja sampai jam berapa?"
"Jam sebelas malam, kadang kalo lembur sampai jam satu."
Jay menganggukan kepalanya. Sebenarnya dia ingin bertanya hal lain yang lebih jauh, seperti menanyakan berapa tagihan biaya kuliah Jungwon, dan tentang keluarga pemuda itu.
"Maaf kalau menyinggung, tapi memangnya orang tua kamu nggak membiayai kuliah?" Jay bertanya hati-hati, takut kalau perkataannya membuat Jungwon merasa tersudut.
"Ayah udah meninggal, Bunda cuma kerja jadi pegawai kantor biasa. Jadi, Aku harus mandiri." Jungwon tersenyum kecil dan menoleh ke arah Jay.
Tatapan mereka bertemu selama beberapa saat, tak ada yang berani merusak momen ini. Sampai akhirnya Jungwon menggerakkan tangannya di depan wajah Jay agar lelaki itu sadar.
Jay mengerjabkan matanya dan kembali fokus pada aspal jalan. Sedangkan Jungwon terkekeh hambar dan berpura-pura sibuk memainkan ponselnya. Jelas dia tahu arti dari tatapan Jay padanya, lelaki itu menaruh ketertarikan yang besar pada dirinya. Dalam hati, Jungwon justru sangat merasa bersalah. Padahal ini adalah tujuannya, membut Jay cinta padanya.. Lalu memerasnya. Seharusnya Jungwon merasa senang, 'kan?
"Setelah lampu merah, ambil jalan ke kiri."
Jay mengerti. Dia membelokkan mobilnya pada jalan yang Jungwon maksud, perlu beberapa meter lagi sebelum Jungwon memberhentikan laju mobilnya karena sudah sampai.
Jay menepikan mobilnya dan melepas sabuk pengaman. Sebuah ruko yang tidak terlalu luas, tapi juga tidak kecil itu dipenuhi oleh manusia yang berlalu-lalang. Ada yang baru saja keluar sembari menenteng pesanan mereka yang take away dan ada juga yang masih mengantri. Jay menyimpulkan kalau tempat ini selalu ramai oleh pengunjung, oleh karena itu Jungwon sangat dituntut oleh waktu.
"Terimakasih banyak, Kak."
Jungwon membuka pintu mobil dan keluar setelah sebelumnya mengucapkan terimakasih pada Jay di kursi kemudi.
"Kakak mau mampir? Sekalian pesan sesuatu di dalam."
Tentu saja Jay akan mengiyakan ajakan Jungwon. Kesempatan ini harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Siapa tahu setelah ini mereka berdua akan semakin dekat, 'kan? Dia membuka jasnya yang kotor dan masuk ke dalam sana dengan setelan kemeja.
Jay duduk di salah satu meja kosong di sudut ruang. Jungwon yang langsung menariknya ke kursi itu ketika pengunjung sebelumnya baru saja selesai.
"Jungwon, lo layanin antrian pesanan online!" Sunoo berteriak pada Jungwon yang baru saja mengganti bajunya menjadi seragam kerja.
Jungwon langsung mengambil alih tugasnya yang sempat dipegang Sunoo selama dia belum datang tadi. Jungwon melihat pesanan di ponsel khusus kerja yang menunjukkan banyaknya pesanan.
"Jangan terlalu manis, dan topping cheese cream-nya banyakin ya, Mba--eh, maaf saya kira perempuan tadi." Driver Ojol itu menyebutkan catatan yang ditambahkan pembeli. Dia baru menyadari kalau Jungwon adalah pria setelah melihat wajah Jungwon secara seksama.
Jungwon memaklumi orang itu, dia tetap menampilkan gurat ramah. "Ini pesanannya ya, Pak. Sesuai aplikasi."
"Pembayaran sudah lewat Ovo ya, Mas." Ojol tadi mengambil plastik yang disodorkan Jungwon.
Jungwon melanjutkan kerjanya dengan melayani driver lain yang masih mengantri panjang. Dia memang bertugas membuat pesanan untuk mereka, sedangkan jika pengunjung yang makan di tempat akan dilayani oleh orang yang berbeda karena saking ramainya.
Dia melirik Jay sekilas di tengah-tengah kesibukannya memenuhi pesanan. Lelaki itu sedang memakan cheese cake dengan satu gelas kopi di tangan. Jay juga menoleh ke arahnya dan melambaikan tangan sambil tersenyum, mau tidak mau Jungwon juga ikut membalas senyuman Jay.
"Dia beneran tertarik sama aku?" tanya Jungwon pada dirinya sendiri. Tak ingin berlarut-larut dalam kebingungan, Jungwon memutuskan untuk mengabaikan eksistensi Jay dan fokus pada pekerjaannya saja.
•••
Jay memperhatikan setiap gerakan Jungwon ketika sedang melakukan pekerjaannya. Terlihat kalau pemuda itu sangat profesional dan kompeten, dia tidak mengabaikan pekerjaan meski sesekali sering mencuri pandang ke arah Jay.
Jay mengeluarkan ponselnya dan memotret apa yang ada di atas mejanya. Dia senang karena bisa lebih dekat dengan Jungwon, meski sedikit lucu karena mereka berdua selalu bertemu dengan cara yang mainstream.
You
| Ma, hari ini Jay nggak bisa ke kampus Mama. Ada hal yang lebih menarik dari sekedar liatin Mama misuh karena nilai.Jay tersenyum kecil setelah selesai mengirimkan pesan pada Mamanya di kampus. Pasti Mamanya heran, hal apa yang berhasil minatnya setelah sempat mengatakan tidak memiliki tujuan hidup?
Jungwon Safi Haningrat. Ya, pemuda itu berhasil meluluhkan hatinya. Mengacak dunianya yang sudah kelabu, lalu mulai sedikit memberikan warna walaupun masih terlalu transparan. Ini adalah pertemuan kedua mereka, dan Jay sudah mengaku kalau dia telah jatuh dalam pesona pemuda manis itu. Love at first sight, maybe? Entahlah.. Masih terlalu dini untuk menyadari perasaannya.
Ayolah, Jay. Umurmu sudah hampir menginjak kepala tiga! Masih sempatnya bertingkah labil seperti ini?
Tingg!
Jay melihat notifikasi yang masuk. Ternyata ini dari Mamanya yang sudah membalas pesannya beberapa saat lalu.
Mama
| Kamu lagi bareng Jungwon, 'kan?Ajaib. Darimana Mamanya tau kalau dia sedang bersama Jungwon? Jay menolehkan kepala pada setiap sudut ruang, memastikan kalau tidak ada seseorang mencurigakan yang kemungkinan besar adalah suruhan Mamanya untuk mengawasi dirinya.
You
| Mama ngikutin Jay?Mama
| Nggak, Mama lihat kamu dan Jungwon jalan berdua di kampus tadi.Dari ekor matanya, Jay melihat Jungwon yang berjalan ke arahnya sambil mengelap wajahnya yang berkeringat dengan handuk mini. Dia mengambil tempat di depan Jay dan menampilkan senyuman ramah. Jay menelungkupkan ponselnya di atas meja dan fokus sepenuhnya pada Jungwon.
"Gimana kue dan kopinya?" tanya Jungwon.
"Enak, aku nggak kecewa mampir ke sini."
"Kalau gitu, sering-sering aja ke sini, Kak." Rasanya Jungwon ingin sekali melakban mulutnya agar tidak berbicara sesuatu yang diluar pemikiran.
"Tentu, aku pasti sering mampir ke sini."
Tak disangka, Jay justru membalas perkataannya dengan hangat dan terbuka. Jungwon kira Jay akan meminta maaf karena tidak bisa memenuhi keinginan palsunya barusan.
"Dek, kamu dapat libur hari apa?"
"Jatahku libur itu seminggu sekali, minggu ini ini aku belum ambil libur. Emangnya kenapa, Kak?"
"Kamu keberatan kalau Kakak pengen ajak kamu jalan? Kamu suka Museum?"
Jungwon menggerakkan kepalanya cepat untuk mengangguk. Dia sangat menyukai hal-hal yang berkaitan dengan sejarah, meski bidang kuliahnya ada pada gizi. Sulit menemukan orang dengan ketertarikan yang serupa, bahkan Heeseung pun tidak pernah mau Jungwon ajak pergi ke Museum.
"Nah, kebetulan Kakak punya list pergi ke Museum Fatahillah. Lusa kita kesana bareng-bareng waktu kamu libur, ya?"
•••
Harus gercep, ya, Jay :'

KAMU SEDANG MEMBACA
Lengkara ; Jaywon (✓)
Fanfiction"Maaf. Aku udah lancang jadiin kamu harapan hidup, Won." *** Jungwon Safi Haningrat, seorang mahasiswa gizi menjalin hubungan dengan Heeseung Sanu Atalarik, lelaki yang terkenal memiliki banyak sisi buruk dan musuh di kampus. Mereka berpacaran seper...