Vote dan komen ~
•••
Jay memperlambat laju mobilnya ketika mereka hampir sampai pada rumah Jungwon. Begitu ban mobil berhenti berputar ketika tepat berada di depan pagar sebuah rumah berwarna hijau muda, Jungwon langsung membuka pintu mobil dan beranjak dari duduknya di antara paha Jay.
"Dek," panggil Jay sebelum Jungwon menutup kembali pintu mobil.
Jungwon menahan langkah kakinya dan menatap Jay. "Kenapa?"
"Soal yang tadi Kakak bilang di mobil ... Gimana tanggapan kamu?"
Jungwon mendadak teringat kembali ucapan Jay yang memintanya agar jangan pernah pergi dan berakhir dengan insiden ciuman panas mereka di mobil. Wajahnya memerah sempurna, Jungwon tidak bisa menjawab pertanyaan Jay.
"Aku nggak tau harus jawab apa." Jungwon menundukkan kepalanya. Menatap aspal yang ada di bawah kakinya.
"Kalau kamu anggap aku cuma main-main, kamu salah. Umurku udah mateng banget buat hubungan serius, Won." Jay tiba-tiba sudah ada di hadapan Jungwon dan memegang kedua pundak Jungwon lembut.
"Jungwon nggak bisa janji, tapi selagi aku bisa dan mampu.. Aku pasti selalu luangin waktu buat Kak Jay." Akhirnya jawaban inilah yang diambil Jungwon sebagai zona aman.
"Untuk sekarang, mungkin jawaban itu cukup. Tapi, kalau nanti tiba-tiba Kakak datang ke rumah kamu buat minta restu.. Apa kamu keberatan?" Jay mendongakkan kepala Jungwon agar menatapnya balik.
"Jungwon nggak butuh omong kosong, Kak. Kalau emang Kak Jay punya niat baik untuk menikah ... Silahkan langsung bicara sama Bunda." Diakhiri dengan senyuman manis dan elusan singkat pada lengan Jay.
Jay mematung sejenak. Dia membiarkan Jungwon mulai berbalik dan melangkah pergi meninggalkannya sendirian di depan pagar pemuda itu. Perlahan-lahan tubuh Jungwon mengecil hingga menghilang di balik pintu coklat.
"Itu berarti Jungwon nggak nolak aku, 'kan? Aku masih punya harapan!" Jay mengepalkan satu tangannya ke udara saking senangnya.
Setelah nanti jadwalnya selesai, Jay akan segera melamar Jungwon untuk menjadi istrinya.
•••
"Masih ingat rumah, cah bagus?"
Eunha bersandar pada dinding sebelah pintu utama, yang dimana Jungwon baru saja membukanya dan langsung dihadapkan dengan raut wajah sang Bunda yang terlihat menahan emosi.
"Bunda?" Jungwon memanggil takut.
"Pulang sama siapa barusan? Bunda liat penampilannya orang hedon."
"Itu..."
"Mobilnya keren ya? Kenal darimana?" Bundanya tersenyum, tapi cukup untuk membuat Jungwon bergidik.
"Dia-"
"Deket banget, sampe pegangan pundak terus senyam-senyum. Pacar kamu?" Eunha sudah berdiri di depan Jungwon dan mencengkram pundak yang lebih muda.
"Bukan.."
"Jawab yang keras, jangan diam aja. Jawab pertanyaan Bunda, Dek!" Eunha menaikan nada bicaranya pada Jungwon.
"Dia teman Jungwon, Bun."
Eunha mendelik sinis pada anak semata wayangnya. "Teman kamu bilang? Kamu pikir pake otak, Dek. Mana ada temen yang sampe ... Argh, Bunda nggak ngerti kenapa kamu jadi begini!"
Jungwon menyipitkan mata karena bingung, sebenarnya apa yang sedang dibicarakan oleh Bundanya?
"Kamu hargain tubuh kamu berapa? Jujur sama bunda, dia yang bayarin uang semester kamu kan, Dek?"
"Maksud Bunda apa?" Tidak. Sebenarnya Jungwon sudah mengerti makna dibalik perkataan Eunha padanya, tetapi Jungwon hanya ingin memastikan kalau apa yang dia pikirkan itu salah.
"Bunda sekolahin kamu tinggi-tinggi supaya kamu bisa dapetin masa depan yang layak, bukannya nempel sana-sini nggak tau waktu!"
"Bunda, Jungwon nggak serendah itu!" Jungwon mulai kekurangan stok kesabaran.
"Apa? Mau ngeles kamu? Bunda dengar sendiri waktu di telfon tadi. Udah yang angkat orang lain, pake ada desah-desahan begitu. Suara kamu juga serak banget waktu angkat telfon Bunda!" Eunha memang berteriak, tapi matanya menatap Jungwon dengan berkaca-kaca. Sepertinya dia benar-benar kecewa dengan perilaku anaknya.
"Ini nggak seperti yang Bunda pikir, Jungwon berani sumpah!" Jungwon mempunyai alibi yang kuat untuk menyangkal tuduhan Eunha padanya, tapi nahas ... Bundanya sama sekali tidak memberikan waktu untuknya menjelaskan hal yang sebenarnya.
"Oke, bisa aja Bunda anggap kalau semua yang terjadi itu cuma salah paham. Tapi.." Eunha menggantung ucapannya.
"Coba cium baju kamu sendiri, Jungwon. Apa yang kamu hirup? Parfum siapa? Bisa kamu jelasin ke Bunda, sayang?"
Jungwon mengikuti perintah Eunha dengan mencium bajunya sendiri. Bisa dia rasakan parfum Jay yang menempel kuat pada bajunya.
Eunha langsung mengetahuinya karena Jungwon tidak pernah memakai parfum menyengat, dan begitu mendapati aroma asing dari tubuh anaknya, Eunha semakin menancapkan tuduhan negatif yang belum tentu benar.
"Bun, ini nggak seburuk yang Bunda bayangin. Jungwon-"
"BUNDA TANYA PARFUM SIAPA?"
"Parfum Kak Jay," cicit Jungwon gemetaran. Eunha selalu bertutur kata lembut padanya, bentakan yang dilontarkan pada Jungwon bahkan bisa dihitung dengan jari.
"Siapa Jay? Oh ... Orang yang tadi angkat telfon Bunda, 'kan?"
Yang lebih muda memilih bungkam. Dia terhuyung ke depan begitu Eunha menarik ponsel yang sebelumnya ada di tangan kanan anaknya. Perempuan itu membuka lockscreen ponsel Jungwon yang sudah diketahuinya dan melihat room chat anaknya.
"Nanti aku jemput di rumah kamu jam empat sore." Eunha membaca satu persatu pesan antara Jay dan Jungwon.
"Ini bukan salah Kak Jay! Jungwon cuma pergi ke Museum Fatahillah bareng dia!" Tanpa sadar Jungwon mulai membentak Eunha untuk membela Jay.
"Kamu bentak Bunda cuma karena belain dia? Ini udah bahaya."
Eunha semakin menjauhkan Jungwon dari ponselnya sendiri. "Bilang sama Bunda, udah berapa lama kamu begini?"
"BUNDA!"
Pranggg!
Suara pecahan menggema di penjuru rumah, suara yang memekakkan telinga itu terdengar sangat nyaring hingga detik setelahnya membuat keheningan di antara Ibu dan Anak itu yang tengah bersitegang.
"Dek.."
•••
Thanks 3k pembacanya! Ayo bantu lebih naik lagi, ya ^^

KAMU SEDANG MEMBACA
Lengkara ; Jaywon (✓)
Fanfiction"Maaf. Aku udah lancang jadiin kamu harapan hidup, Won." *** Jungwon Safi Haningrat, seorang mahasiswa gizi menjalin hubungan dengan Heeseung Sanu Atalarik, lelaki yang terkenal memiliki banyak sisi buruk dan musuh di kampus. Mereka berpacaran seper...