50 : Penebusan Dosa

1.1K 195 54
                                    

Giliran aku up seminggu cuma dua kali aja pada nggak terima, tapinya dulu pas up setiap hari malah sepi yang komen, gak dihargai. Aku pikir yang baca jarang jadi gapapa dong kalo aku ngaret? Ga ditunggu kan? Buat apa rajin. Maaf, ya, ini realitanya.

•••

Esoknya, Jungwon mulai mendapatkan kembali nafsu makannya setelah diomeli oleh Bi Astri. Memang seharusnya begitu. Berterimakasih kepada Bi Astri dan Pak Kirman yang selalu sabar menghadapi tingkahnya yang kekanak-kanakan.

Kepergian Jay membuatnya memiliki celah untuk memikirkan Heeseung. Dan, Jungwon tidak tahu harus menyukai atau membenci kenyataan itu. Hubungannya dengan Jay saja sangat rumit, lalu ditambah soal Heeseung yang belum juga teringin menampakkan diri di hadapannya.

Seperti hari-hari sebelumnya, Jungwon adalah yang paling bersemangat ketika kelas selesai. Dia membawa tasnya di pundak seraya menuruni tangga dengan satu tangan yang dimasukkan dalam saku celana. Banyak anak-anak yang mencari gara-gara dengannya karena tahu kalau dia menikah dengan Kakak Sunghoon. Tapi, Jungwon tidak perduli. Benar-benar tak ambil pusing soal itu semua, baginya, permasalahan kehidupannya sudah sangat penuh drama dan permasalahan. Tidak perlu ditambah cibiran-cibiran itu lagi.

Ada seseorang yang sengaja mendorongnya dari belakang. Jungwon nyaris saja terjerembab jika tidak bertumpu pada pegangan di sampingnya. Jungwon menghela nafasnya, dan kembali berjalan seperti tidak terjadi suatu apapun. Perempuan-perempuan itu mulai kehabisan akal untuk mengerjai Jungwon, pemuda itu sangat acuh pada segala hinaan yang mereka lontarkan secara gamblang.

"Berapa harga badan lo? Sini gue sewa buat satu malem."

Jungwon menghentikan langkahnya, dia berbalik dan menatap lelaki itu dengan tatapan meremehkan. "Buat apa tanya-tanya? Gajimu bekerja setahun pun nggak akan cukup untuk itu."

"Sialan!"

"Apa?"

Jungwon mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam yang biasa dipakainya untuk berbelanja. Diberikan langsung oleh Jay sebagai hadiah mensiversarry pernikahan mereka ke-tiga bulan. Dia memamerkan kartu itu pada orang yang bilang ingin menyewa tubuhnya untuk satu malam.

"Kamu punya ini? Kalau nggak punya, jangan banyak gaya."

•••

Selagi menunggu jemputan, Jungwon duduk pada bangku panjang yang ada di sekitar kawasan kampusnya. Earphone tersampir pada telinga, dengan musik yang diputar untuk menghilangkan jenuh.

Seorang lelaki, dengan pakaian yang amat tertutup datang menghampiri Jungwon. Dia duduk di sebelah pemuda itu sambil memandangi wajah Jungwon yang sibuk memainkan ponsel, sepertinya pemuda itu tidak menyadari kedatangan seseorang asing di sampingnya.

Cukup lama. Sampai akhirnya Jungwon menoleh karena merasa diperhatikan. Tatapan mereka berdua bertemu, orang itu menyunggingkan senyum tipis dibalik masker hitamnya. Sedangkan Jungwon hanya terdiam sambil mencengkeram ponselnya. Tidak, ini bukanlah saat yang tepat untuk mereka bernostalgia.

"Hesa ... Kamu?"

"Gimana kabar lo, Won?"

Jungwon memperpendek jarak di antara mereka berdua. Tangannya menangkup wajah Heeseung seolah tak percaya akan kedatangan kekasihnya ini.

"Ini beneran Hesa? Aku nggak lagi halusinasi, kan?"

Heeseung terkekeh pelan dan balas menangkup wajah Jungwon. "Lo kira, gue udah jadi setan?"

Tepat setelah Heeseung mengatakan hal itu, Jungwon menabrakkan tubuh mereka dan mendekap tubuh lelaki yang lebih tua darinya itu erat, dia menduselkan wajahnya pada dada Heeseung sambil menangis.

"Kamu kemana?! Aku kangen banget sama kamu, Sa!" Jungwon mencengkeram punggung Heeseung.

Heeseung tidak membalas pelukan Jungwon, dia menjauhkan tubuh pemuda itu dan memandang sekitar. "Jangan di sini, ayo kita cari tempat."

Jungwon mengangguk. Dia menatap Heeseung sebentar, lalu menautkan jemari mereka berdua selama berjalan menuju motor Heeseung yang terparkir tidak jauh dari tempatnya duduk.

Begitu Jungwon sudah naik ke atas motor Heeseung dan memeluknya dari belakang, Heeseung pun mulai menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Di tengah-tengah perjalanan, Heeseung tiba-tiba berkata serius sambil melirik Jungwon dari kaca spion. Dilihatnya pemuda itu yang menumpukan kepala di atas pundaknya.

"Ada banyak hal.."

"..Yang harus kita selesain sekarang, Jungwon."

•••

Sampailah mereka pada sebuah rumah mewah di kompleks perumahan elite yang dibicarakan Bami waktu itu. Jungwon ingat pernah sekali datang kemari, tapi tidak menemukan siapapun di rumah itu selain tanaman-tanaman yang terawat rapih di sepanjang halaman. Tapi, kini Heeseung yang mengajaknya kemari.

"Ayah gue pengen banget ketemu sama lo."

Jungwon pun bertanya-tanya, siapakah sosok yang dibicarakan Heeseung barusan? Selama kelangsungan hubungan mereka.. Jungwon sama sekali tidak mengetahui seluk beluk keluarga Heeseung, mungkin hanya sebatas kenal nama saja. Selain itu, Heeseung sangat tertutup soal keluarganya. Paling-paling mendengar dari Bami kalau hubungan antara Ayah dan Anak itu tidaklah berjalan baik seperti keluarga yang semestinya.

"Ayah kamu gimana orangnya? Aku takut kalau dia nggak suka sama aku."

"Dia.. Keras." Heeseung tidak mempunyai kata lain untuk menggambarkan sosok Ayahnya yang sudah mengurungnya dalam belenggu kewarasan.

Jawaban itu justru semakin membuat Jungwon resah. Apakah Heeseung berniat untuk mempermalukan dirinya? Bagaimana jika Ayah Heeseung tidak menyukainya dan malah mengusirnya?

"Tapi, tenang aja. Ayah gue nggak minat buat bunuh orang, apalagi pacar anaknya sendiri."

Ah, sudahlah. Mendengarkan perkataan Heeseung tidak akan membuat Jungwon tenang. Jungwon mengeratkan genggaman pada lengan Heeseung saat melihat punggung tegap seseorang yang sudah menunggu mereka di atas sofa ruang tamu. Ini sama saja seperti menyerahkan diri pada kematian.

"Hesa pulang."

Heeseung menyenggol pinggang Jungwon agar mengucapkan sesuatu pada Ayahnya. Pemuda itu tergagap begitu menyadari perhatian Ayah Heeseung sepenuhnya untuk dirinya.

"Selamat siang, Om ... eh?"

Taehyung memaklumi kegugupan Jungwon, ini pertama kalinya mereka berdua bertemu, dan pasti bukanlah pertemuan yang berawal baik, karena dilaksanakan secara tiba-tiba.

"Selamat siang, Jungwon," sapanya ramah.

Taehyung berdehem sejenak, menghilangkan kecanggungan yang mendera hebat di antara ketiganya. Dia melirik Jungwon sekali lagi, bagaimana pemuda itu sama sekali tidak mengendurkan pegangan tangannya dengan Heeseung. Di sana Taehyung menyadari sesuatu, bahwa kisah cinta ini bukan hanya dijalani oleh satu pihak.

"Ayo kita makan siang bersama-sama. Jangan sungkan, Jungwon."

Taehyung tentu tidak melupakan percakapannya dengan Heeseung kemarin sore. Dia tahu jelas kalau Jungwon sudah menikah, dan itu karena perilaku tolol anaknya. Sekarang, mau tidak mau, dirinya pun ikut menjadi peserta dalam ajang penebusan dosa ulah istrinya.

•••

Lengkara ; Jaywon (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang