3 : Kebohongan Lainnya

1.7K 290 20
                                    

/leng·ka·ra/ -n- mustahil; tidak boleh jadi; tidak mungkin ada

Sumber; KBBI

•••

Hari pertama. Hari ini mereka akan melakukan peran sesuai rencana yang sudah dibuat. Sebenarnya mereka ada janji temu pukul dua tepat, sekarang sudah terlambat hampir sepuluh menit dari waktu yang seharusnya.

Jungwon terburu-buru berjalan membelah koridor yang sudah sepi. Anak-anak lain sudah pergi sejak beberapa menit lalu, sedangkan Jungwon harus tertahan di kelas karena mendadak dosennya ingin membicarakan kelangsungan kuliahnya.

Jungwon memejamkan matanya ketika tubuhnya terhuyung ke depan karena menginjak tali sepatunya sendiri. Beberapa detik berlalu, tapi sama sekali tidak dia rasakan tubuhnya yang menabrak lantai dengan keras. Dengan perlahan Jungwon kembali membuka mata dan menemukan dirinya ada dalam dekapan seseorang asing.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya orang itu saat Jungwon melepas dekapannya gugup.

"Ah, nggak apa-apa. Makasih banyak, ya!" ujar Jungwon gelagapan.

Bagaimana ini? Rencananya baru akan diberi tahu Heeseung setelah ini, tapi kenapa dirinya harus berhadapan dengan orang yang mereka incar sekarang? Apa yang harus dia lakukan? Jungwon takut salah mengambil langkah, dan malah membuat lelaki ini tidak nyaman berada di dekatnya.

"Tali sepatu kamu lepas."

Jungwon kembali sadar ketika lelaki itu justru berjongkok dan mengikatkan tali sepatunya yang terlepas. Jungwon memegang pundak lelaki itu untuk menghalangi agar tidak perlu mengikat tali sepatunya begini.

"Eh? Aku bisa sendiri, Kak."

Lelaki itu berdiri setelah selesai mengikatkan tali sepatu Jungwon. Dia tersenyum pada Jungwon yang wajahnya memerah sampai ke telinga karena malu. Bagaimana dia bisa terlihat lemah begini di hadapan orang sakit?

"Padahal nggak perlu repot-repot, Kak," cicit Jungwon menunduk.

Lelaki itu menggigit bibir bagian dalamnya untuk menahan kekehan gemas karena perilaku pemuda di hadapannya. Dia mengulurkan tangan, berniat mengajak berkenalan secara resmi. Terlihat ragu, tapi akhirnya jabat tangannya tidak dibiarkan begitu saja.

"Jayden Ari Dineschara. Panggil aku Jay." Lelaki itu--Jay-- tersenyum ramah menampilkan matanya yang menyipit.

"Jungwon Safi Haningrat, panggil aku Jungwon. Salam kenal, Kak Jay."

"Salam kenal juga, Dek."

Jungwon mengernyit, panggilan Jay terasa aneh di telinganya. "Panggil Jungwon aja, Kak."

Jay menaruh tangannya di depan dada sembari meneliti penampilan Jungwon dari atas sampai ke bawah. "Loh, tapi kamu lebih gemes dipanggil 'Dek' tau.."

"Muka kamu merah banget, kamu sakit?"

Jungwon reflek menutupi wajahnya dengan tangan. Astaga, dia malu sekali! Jungwon segera mengambil langkah pendek untuk menjauhi Jay yang terus memandanginya dari kejauhan.

Jay memegang bawah hidungnya yang penuh oleh cairan merah. Dia segera mengambil sapu tangan di dalam jasnya dan menutup hidungnya menggunakan sapu tangan itu.

"Jay? Kamu kenapa melamun di sana?"

Jay menoleh, mendapati seorang lelaki berumur kepala lima menghampirinya dengan tatapan khawatir yang kentara jelas pada wajahnya yang sama sekali tidak menunjukkan umur aslinya.

"Kamu mimisan lagi, Jay? Ayo ke ruangan Mama. Sekalian minum obatnya, ya?"

Jay menurut saja saat tangannya diarahkan untuk bertopang pada pundak Mamanya dan memboyongnya ke sebuah ruangan yang sering dia kunjungi akhir-akhir ini.

"Kenapa bisa mimisan lagi?" tanyanya setelah memberikan lima jenis obat tablet berbeda pada tangan Jay.

Jay tersenyum kecil, kemudian menenggak seluruh obatnya dengan sekali dorongan air. "Mama udah tau alasannya. Jay kan makin parah, Ma," ujarnya dengan nada lirih.

Yoongi mencengkram bahu sang anak dan menghadapkan Jay padanya. "Kamu pasti sembuh!" tekan Yoongi yakin.

Jay menggeleng dan menurunkan tangan Yoongi dari pundaknya. "Itu mustahil. Jay nggak punya tujuan hidup, semuanya kelabu. Walaupun Jay sembuh, itu cuma keajaiban tuhan."

"Mama nggak suka kamu begini. Kamu harus optimis!"

Sejujurnya Yoongi hanya merasa sakit ketika melihat sorot mata anaknya yang seperti mayat hidup. Tidak ada gairah hidup yang terpancar dari sana. Monoton.

"Percuma. Dulu Jay bisa sembuh karena Tuhan masih beri kesempatan Jay buat nemenin kalian, tapi sekarang ... Mungkin udah waktunya."

"Sadar, Jay." Dia menangkup wajah Jay yang sebelumnya telah dia tampar, berusaha meyakinkan anaknya itu kalau masih ada harapan.

"Lima tahun, Ma. Lima tahun Jay ikut kemoterapi dan pengobatan lainnya, tapi apa hasilnya? Bukannya sembuh, malah fisik Jay makin lemah, sering tumbang."

Yoongi memeluk Jay erat dan mengusap punggung tegap anaknya untuk menyalurkan kekuatan. Andai rasa sakit itu bisa ditukar, mungkin Yoongi sudah mengantri paling depan untuk menggantikan posisi Jay.

"Kamu bisa, Jay. Sekarang ingat-ingat lagi orang yang selalu dukung kamu. Ada Mama, Papa, Sunghoon.. Dan masih banyak lagi! Kamu harus kuat supaya bisa sembuh. Nanti kamu bisa menikah, lalu punya anak yang cantik dan lucu. Memangnya kamu nggak mau hidup normal seperti yang lain?" bisik Yoongi di telinga Jay.

Suaranya yang pelan menyatu dengan hembusan angin. Menghantarkan rasa damai dan tenang, serta membangun kembali rasa percaya diri seorang Jayden Ari Dineschara yang sebelumnya telah berhamburan tak berbentuk di permukaan.

"Jay mau tanya, boleh?" Jay menginterupsi keheningan sesaat yang ikut bergabung di tengah-tengah mereka.

"Ayo tanya, memangnya kapan Mama bilang nggak boleh?" Yoongi membalas dengan hangat, lalu melepas pelukan keduanya. Dia memperhatikan Jay yang tampak ragu bercerita padanya.

"Mama kenal Jungwon Safi Haningrat?"

Yoongi menyatukan alisnya bingung. Untuk apa Jay menanyakan seorang mahasiswa yang ada ada di gedung fakultas ini? Anak jurusan gizi pula.

"Iya, Mama kenal. Kenapa memangnya?"

Jay menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Astaga, apa yang dia fikirkan saat menanyakan Jungwon pada Mamanya? Padahal mereka berdua baru bertemu beberapa saat yang lalu. Tapi, Jay tidak bisa mengabaikan begitu saja senyuman serta raut salah tingkah dari pemuda itu untuknya. Wajah memerah karena malu, dan tatapan matanya yang memerangkap Jay secara utuh. Argh, semakin dipikirkan justru tidak bisa hilang dan semakin membekas!

"Dia ... orangnya gimana?"

Sekilas Yoongi mendengar ketertarikan anaknya dengan mahasiswa bernama Jungwon itu. Dari nada bicaranya, Jay justru terlihat seperti orang yang sedang dimabuk cinta. Cih, kenapa anaknya menjadi pengikut roman picisan khas anak muda jaman sekarang?

"Jungwon itu orangnya baik, nggak pernah bicara kasar sama siapapun, dan salah satu murid terajin." Yoongi menjawab.

Kemudian dia teringat sesuatu, banyak anak yang membicarakan hubungan Jungwon dengan seseorang dari fakultas sebelah. Kalau tidak salah, namanya itu ... Heeseung?

"Dia udah punya pacar, Ma?"

Yoongi menoleh. Raut wajah Jay terlihat antusias dalam menanyakan Jungwon, tidak mungkin dia berkata jujur dengan mengatakan kalau Jungwon sedang berpacaran dengan orang lain.

"Belum."

Satu kebohongan yang akan melahirkan kebohongan lain. Dalam hati Yoongi bertekad untuk menarik Jungwon dari lingkaran orang-orang terbelakang. Anaknya harus bisa mendapatkan apapun yang dia mau, setidaknya itu akan membuat Jay bahagia. Hanya anaknya yang cocok bersanding dengan Jungwon, yang lain tidak boleh. []

•••

Jangan lupa vote dan komen~

Lengkara ; Jaywon (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang