55 : Terlambat

1.3K 207 53
                                    

Besan Yoon

Kemarin

| Kondisi Jay memburuk, Eunha..

Apa Jungwon harus tau kabar ini, Yoon? |

| Jangan, cukup kita berdua yang tau.

| Gimana kabar Jungwon?

Menurut laporan pembantu di rumahnya, Jungwon akhir-akhir ini murung. Bahkan, nggak sentuh sarapannya |

| Jangan buat dia makin tertekan, Eunha..

Hari ini

Yoon.. Jungwon nginap di rumah aku |

Dia positif hamil |Gimana ini? |Jungwon harus tau kondisi Ayah dari anaknya |(read)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia positif hamil |
Gimana ini? |
Jungwon harus tau kondisi Ayah dari anaknya |
(read)

Pesannya barusan hanya dibaca oleh Yoongi. Eunha berpikir kalau mungkin Yoongi sedang sibuk di sana, sehingga tidak bisa membalas pesan darinya. Setelah seperempat jam berlalu, ponselnya berdering menandakan panggilan masuk. Saat Eunha melihat nama sang pemanggil, dia langsung mengangkatnya.

"Eunha.." suara lirih Yoongi menjadi awal yang suram bagi Eunha.

"Aku nggak tahu harus senang atau sedih saat baca kabar itu," lanjut Yoongi diiringi dengan isakan pelan.

"Tapi, kita nggak bisa terus nutupi ini semua dari Jungwon." Nada suaranya bergetar, sepertinya terlalu dipaksakan untuk menahan rasa kecewa terhadap takdir pernikahan anaknya.

"Apa maksud kamu, Yoon?" tanya Eunha.

"Jay ... Koma." Pada akhirnya, Yoongi tidak bisa lagi menutupi keadaan yang sebenarnya terjadi.

Eunha meremas ponselnya dan merosot ke lantai yang dingin. Apa yang baru saja dia dengar? Mengapa cobaan selalu datang silih berganti pada kehidupan keluarganya? Tidak bisakah Jungwon mendapatkan kebahagiaan barang sejenak saja.

"Andai aku bisa meluk Jungwon sekarang juga. Dia dan calon anaknya sama sekali nggak bersalah." Yoongi seperti kehabisan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan suasana hatinya.

Pada satu sisi dia senang mendengar kabar kalau Jungwon sedang mengandung anak Jay, calon cucunya. Di sisi lainnya dia juga sedih karena kabar ini bertepatan dengan kondisi Jay yang semakin memburuk.

"Aku berharap ada keajaiban." Eunha berujar yakin, tidak rela jika harus merelakan salah satunya.

"Jay pasti bisa bertahan. Untuk Jungwon, untuk calon malaikat kecil mereka."

Seharusnya kabar kehamilan Jungwon adalah kabar bahagia yang dinantikan kedua pihak keluarga, tetapi mengapa seolah Tuhan tidak merestui kebahagiaan mereka?

"Semoga, Eunha ... Aku juga berharap begitu."


"Bunda.."

Deg!

Eunha refleks mematikan panggilan dan menjatuhkan ponselnya ke atas lantai. Dia cepat-cepat berdiri untuk melihat sang pemanggil. Di belakangnya sudah ada Jungwon yang berdiri sambil mencengkeram perutnya, bagian sudut matanya berair dan siap untuk menangis kapanpun dia ingin.

"Dek.." panggilnya berusaha menggapai Jungwon yang kian mundur selangkah ke belakang.

"Kenapa ... Bunda tega sembunyikan semua ini dari Jungwon?"

"Jungwon, maaf. Ini semua demi kesehatan kamu dan anak kamu.."

Grep!

Eunha menarik Jungwon pada pelukan erat sebelum telapak kaki anaknya itu melangkah lebih jauh menuju tangga. Tangisan keduanya pecah, tapi yang lebih terdengar menyakitkan adalah tangisan Jungwon.

"Kenapa anak ini harus hadir, kalau Ayahnya justru nggak bisa liat dia?!" erang Jungwon kecewa.

"Kamu harus kuat, sayang. Demi anak kamu. Suami kamu juga pasti lagi berjuang untuk kalian," bisik Eunha menenangkan Jungwon yang masih terisak.

"Jungwon nggak bisa jaga anak ini sendirian, dia juga butuh Ayahnya."

"Hei, siapa yang bilang kamu sendirian? Ada Bunda, ada mertua kamu. Kami selalu ada kalau kamu butuh, Dek."

"Jungwon mau Kak Jay!" rengek Jungwon memperkeras tangisannya.

Eunha kewalahan untuk menenangkan Jungwon. Anaknya itu berontak ketika dipeluk dan malah menghindar dari jangkauannya. "Adek ... Bunda tau kamu lebih kuat dari ini. Jungwon itu anak Bunda yang berpikiran positif dan nggak gegabah dalam mengambil keputusan."

Jungwon mendongak sejenak dengan mata sebabnya dan hidungnya yang memerah. "Jungwon pengen ketemu Kak Jay. Ayo kita pergi ke Singapura."

"Dengan kondisi kamu yang drop begini? Kamu harus berpikir soal nyawa lain yang ada di dalam perut kamu," ujar Eunha lembut. Mencoba menjelaskan bahwa sekarang Jungwon harus lebih memprioritaskan kehamilannya.

"Jungwon nggak perduli, Jungwon mau ketemu Kak Jay!" balas Jungwon keras kepala.

Eunha mengambil langkah mendekat, tapi Jungwon memajukan tangannya. Memberikan isyarat agar Eunha berhenti mendekatinya.

"Sayang ... Tolong, sekali ini dengerin Bunda. Jangan terlalu dipikirkan, nanti kamu juga ikut sakit. Kita berdoa sama-sama untuk kesembuhan suami kamu, ya?"

Eunha menarik sebuah senyuman lebar, sedangkan Jungwon membalasnya dengan senyuman getir. Mana mungkin dia bisa bersikap biasa saja saat mendengar kabar jika suaminya sedang diambang kematian? Lalu, bagaimana nasib anaknya?

"Jungwon butuh waktu sendiri," putus Jungwon secara sepihak.

Dia berjalan lunglai menuju kamarnya. Menutup pintu dengan rapat, membiarkan Eunha hanya memandangi punggungnya dengan tatapan sendu.

Di dalam kamar, Jungwon hanya bisa menangisi segalanya. Dia terlambat. Terlambat untuk mengakhiri segala kepalsuan yang dia perankan selama ini. Sekarang takdir seolah mengejeknya dengan menghadirkan sebuah kebahagiaan di antara ribuan rasa sakit.

Dalam diam, Jungwon mulai mengingat kembali segala nasihat Ayahnya saat dia baru saja menikah dengan Jay. Sekarang dia mengerti maksud dari perkataan Jungkook untuknya, betapa bodohnya dia karena tidak menyadari sedari awal.

Mungkin, ayahnya ingin memberi tahu jika ada beberapa fakta menyakitkan yang harus dia terima. Dan, hal pembawa mimpi buruk itu berasal dari kekasihnya yang memiliki segudang rahasia. Ayahnya hanya ingin menyampaikan jika Jungwon harus mengambil keputusan dengan menyelesaikan salah satu di antara dua komitmen yang mengikatnya. Atau, takdirnya akan berakhir dengan menyedihkan.

Air matanya tumpah lagi. Jungwon menaruh telapak tangannya pada wajah, menyembunyikan seluruh inci kulit wajahnya yang memerah sempurna. Kepalanya pening karena terus menangis, pandangannya berkunang-kunang.

"Tuhan, maaf. Jungwon terlambat untuk akhiri semua kebohongan ini, tapi apa takdir pernikahan kami se-menyedihkan sekarang?" Jungwon menyatukan kedua tangannya, berdoa kepada Tuhan sekaligus mencurahkan isi hatinya yang berkecamuk tak karuan.

"Tolong berikan satu kesempatan bagi anak ini mendapatkan kasih sayang seorang Ibu dan Ayah. Amin."

•••

Jay-nya turu. Bangunin apa biarin aja, ya? Hehe.

Yang mau nambahin vote dan komen aku tungguin ayo.

Lengkara ; Jaywon (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang