Tekan bintang, dan jangan lupa komen ^^
Rate : T
•••
"Jangan berpikir macam-macam!" tekan Jungwon sebelum Jay berpikiran ke arah negatif tentang dirinya.
Jay membuka jas dan menyisakan kemeja yang membalut tubuhnya. Jungwon mengendurkan tali pinggang yang dipakai Jay agar lelaki itu bisa mengambil nafas dengan leluasa dan memperlebar ruang gerak.
"Kak, darah.."
Jungwon dengan panik langsung mengambil langkah masuk dan duduk di pangkuan Jay untuk membersihkan area bawah hidung Jay dengan tisu yang ada di dashboard mobil. Setelah sebelumnya menaruh ponselnya di sana.
Tangannya terampil menekan hidung Jay dan menundukkan kepala yang lebih tua ke arah bawah. Darah yang keluar begitu banyak sampai beberapa lembar tissu saja tidak cukup untuk menghentikan aliran merah itu.
Sementara Jungwon sibuk mengelap darah yang keluar dari hidungnya, Jay justru sibuk meneliti setiap inci wajah pemuda di pangkuannya yang sedikit tertutup cahaya remang-remang. Satu tangannya ia gunakan untuk memegang pinggang ramping Jungwon dan satu tangannya lagi untuk mendongakkan kepala Jungwon agar menatapnya balik.
Jungwon menurunkan tangannya, itu karena mimisan Jay sudah berhenti. Mata mereka berdua bertemu dalam satu titik, Jay menatapnya begitu dalam sampai rasanya Jungwon membeku.
"Kamu khawatir sama aku?" tanya Jay pelan. Matanya penuh harap.
"Ya, khawatir dong. Nanti kalau Kak Jay pingsan, Jungwon pulangnya gimana?" Jungwon menjawab dengan gugup.
"Boleh kalau aku anggap kamu khawatir karena punya perasaan lebih sama Kakak?"
Entah sejak kapan satu tangan Jay sudah menariknya lebih dekat, sangat dekat sampai mereka bisa saling merasakan nafas masing-masing. Sudah tidak ada lagi jarak di antara mereka berdua, Jay bisa melihat pahatan indah tuhan di depannya dengan leluasa.
"Kak ... Lepas." Jungwon bergerak tidak nyaman di pangkuan Jay.
"Kamu tadi sempet tanya, sebenarnya Kakak kenapa? Aku sakit." Jay berkata dengan mata yang berair.
"Sakit apa?" Jungwon memang tidak mengetahui penyakit apa yang diderita Jay sampai-sampai Heeseung bilang kalau lelaki itu akan segera tiada.
"Parah pokoknya. Udah berkali-kali dokter vonis umur aku, tapi orang tua aku selalu usahain berbagai cara. Mulai dari kemoterapi sampai semua pengobatan udah pernah aku coba. Tapi, apa hasilnya? Nggak ada, nol besar. Mereka cuma memperlambat waktu kematian, bukannya menyembuhkan. Aku udah nggak punya harapan hidup, Dek."
Jungwon menyimak penuh tiap kata yang keluar dari bibir Jay. Membiarkan lelaki itu menceritakan kisah hidupnya yang penuh dengan adegan dramatis.
"Kakak nggak boleh ngomong begitu ... Banyak orang yang nggak seberuntung Kakak, lho.. Dokter itu bukan Tuhan yang bisa nentuin sisa umur Kak Jay!" Jungwon berujar tegas.
Jay terkekeh dan menangkup pipi Jungwon dengan tangannya. "Tapi, itu kan sebelum Kakak ketemu kamu. Kalau sekarang, Kakak udah punya harapan hidup yang besaarr banget!"
Pada dasarnya, Jay sudah sangat lancang menjadikan Jungwon sebagai tempatnya pulang. Tempat untuk merasakan sebuah kehangatan dan harapan untuk kembali hidup secara normal seperti orang kebanyakan.
"Oh ya? Memangnya apa harapan Kak Jay sekarang?" tanya Jungwon penasaran.
"Kamu. Aku pengen banget liat kamu setiap hari, tiap bangun tidur. Pengen bikin kamu senyum dan ketawa terus di samping aku."
![](https://img.wattpad.com/cover/293200239-288-k889968.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lengkara ; Jaywon (✓)
Fanfiction"Maaf. Aku udah lancang jadiin kamu harapan hidup, Won." *** Jungwon Safi Haningrat, seorang mahasiswa gizi menjalin hubungan dengan Heeseung Sanu Atalarik, lelaki yang terkenal memiliki banyak sisi buruk dan musuh di kampus. Mereka berpacaran seper...